Mohon tunggu...
Satria Judha
Satria Judha Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Politik yang hobi nonton bola

Selanjutnya

Tutup

Nature

Urban Farming Sebagai Solusi Ketahanan Pangan Perkotaan

30 Mei 2025   16:42 Diperbarui: 30 Mei 2025   16:42 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lahan Pertanian Atap Bangunan di Thailand (Sumber : Geographical)

Urbanisasi yang semakin pesat membawa tantangan besar bagi ketahanan pangan perkotaan. Menurut laporan dari Food and Agriculture Organization of United Nations (FAO), lebih dari 55% populasi dunia kini tinggal di kawasan perkotaan, dan sekitar 70% pasokan pangan global dialokasikan untuk konsumsi kota-kota besar. Dengan konsentrasi penduduk yang tinggi, kota-kota besar menghadapi tekanan ganda, yaitu meningkatnya kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi, sementara ruang terbuka hijau dan lahan pertanian semakin terbatas. Akibatnya, sistem distribusi pangan yang panjang dan kompleks rentan mengalami gangguan, mulai dari kenaikan biaya distribusi hingga penurunan kualitas bahan pangan selama proses pengiriman.

Urban farming atau yang bisa disebut sebagai pertanian perkotaan muncul sebagai solusi terhadap krisis ini. Model ini dapat mendekatkan produksi pangan ke konsumen, sehingga dapat memangkas rantai pasok serta meminimalisir emisi karbon akibat proses distribusi jarak jauh. Berbagai kajian internasional menyebutkan bahwa teknologi urban farming terintegrasi, seperti pertanian vertikal dan sistem hidroponik dapat mengurangi penggunaan air hingga 90% dibandingkan pertanian konvensional. Selain itu, sistem pertanain vertikal dan hidroponik dapat memanfaatkan lahan produktif di area terbatas seperti bangunan bertingkat dan atap gedung.

Selain efisiensi sumber daya, urban farming berkontribusi langsung pada ketahanan pangan dengan menyediakan akses pangan segar dan kaya nutrisi. Menurut tinjauan International Panel of Experts on Sustainable Food Systems (IPES), sayuran hijau dan mikrogreens yang banyak dibudidayakan di kota-kota mengandung antioksidan tinggi, serat, vitamin, dan mineral yang penting bagi kesehatan masyarakat perkotaan. Dengan demikian, urban farming membantu memperbaiki pola konsumsi warga kota yang sering didominasi produk olahan dan fast food.

Dari sisi ekonomi dan sosial, pertanian perkotaan dapat menciptakan peluang kerja baru serta mendorong kewirausahaan lokal. Di beberapa kota besar, usaha budidaya sayuran hidroponik atau akuaponik dijalankan oleh startup dengan dukungan teknologi robotika yang mampu menarik minat profesional muda di luar sektor pertanian. Lebih jauh, program community gardening di berbagai negara membuktikan bahwa aktivitas bercocok tanam bersama dapat meningkatkan solidaritas komunitas, memberikan edukasi pangan pada generasi muda, serta memanfaatkan ruang kosong perkotaan yang semula terabaikan.

Namun, implementasi urban farming masih menghadapi berbagai kendala, seperti minimnya ketersediaan lahan serta kerangka regulasi yang masih belum memadai. Mayoritas pemerintah kota juga belum memiliki kebijakan khusus yang mendorong penggunaan atap, lahan terbengkalai, atau ruang publik untuk kegiatan pertanian. Selain itu, masalah pembiayaan dan akses modal membuat banyak pihak kesulitan untuk meningkatkan skala produksi pertanian perkotaan.

Untuk mengatasi hambatan tersebut, diperlukan integrasi urban farming ke dalam perencanaan kota (urban planning). Rekomendasi FAO menyarankan agar pemerintah daerah menyusun Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur zonasi lahan pertanian perkotaan, menyediakan insentif pajak bagi pengelola ruang hijau produktif, serta membentuk unit kerja khusus yang memfasilitasi pelatihan teknis dan pendanaan bagi petani perkotaan. Selain itu, kolaborasi lintas sektor yang melibatkan perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, dan swasta dapat memperkuat riset dan inovasi untuk menyesuaikan metode urban farming dengan kondisi lokal.

Bukan hanya sekadar tren, urban farming adalah investasi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan pangan perkotaan. Laporan OECD-FAO Agricultural Outlook 2023-2032 meramalkan bahwa permintaan pangan global akan terus meningkat, sementara laju produksi pertanian akan melambat karena tekanan perubahan iklim. Oleh karena itu, diversifikasi sumber pangan melalui urban farming akan memainkan peran kunci dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga serta mendorong sistem pangan yang inklusif dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun