Romantisme Pemilu 2019 masih manis dikenang. Harapan yang masih saja menggelantung di angan. Bisakah janji perbaikan kesejahteraan rakyat kecil, yang lebih baik bisa terwujud?
Petani, Â terlanjur menjadi simbol rakyat kecil tadi. Harapan tadi terdengar lantang untuk memperjuangkan nasib petani lewat harga produk pertanian yang pantas --setinggi mungkin- di pasaran.
Di sisi lain, konsumen --yang juga rakyat- sebagai penikmat hasil produksi petani, menginginkan sebaliknya, mengharap harga yang jua pantas --serendah mungkin- mencukupi kebutuhan hariannya.
Tuh-kan jadi dilema, Pemerintah harus mendahulukan yang mana, petani atau konsumen -emak-emak-?
Apakah ada jalan tengah untuk memperjuangkan harga 'pantas' Â sesuai versi petani dan konsumen? Yang ujung-ujungnya bisa dianggap sebagai definisi kesejahteraan mereka.
Impor pangan, sebuah jawabannya?
Fakta soal angka produksi dan konsumsi komoditas pokok seperti beras selalu saja berkejar-kejaran, bahkan terkadang angka konsumsinya lebih tinggi dari angka produksi, bisa dilihat dari tren di medio 2010-2015 lalu.
Dan setidaknya ada 10 produk pertanian yang menjadi langganan Impor yang tercatat hingga di Tahun 2017.
Beras yang masuk dalam daftar top-ten komoditas impor di atas, menjadikan  pertanyaan besar, apakah bisa di suatu hari kita bisa mengamankan produksi beras sebagai bahan pokok kita lewat Swasembada?