Selama ini sudah banyak warga sekitar Rita Supermall mengeluhkan proyek Buntoro itu. Misalnya menjadi penyebab rusaknya bangunan rumah, banjir, debu, bising, dan stres. Keluhan itu juga sudah pernah dilaporkan kepada anggota dewan, wartawan, bahkan Komnas HAM. Jadi, sangat tidak beralasan jika anggota dewan dan Pemkab Banyumas baru nyadar sekarang.
Artinya, kalau anggota dewan kita benar-benar peduli, sudah sejak awal Buntoro bisa dipaksa menghentikan pembangunan Rita Supermall. Tapi nyatanya tidak demikian, proyek megah tersebut masih terus berlanjut. Bahkan saya rasa sebentar lagi selesai.
Saya berharap Buntoro berani berbicara di depan publik. Dia harus bicara di semua media terkait pro dan kontra proyek pribadinya tersebut. Jangan biarkan warga seperti saya hanya bisa menduga-duga sambil merasa dipermainkan elit kekuasaan.
Kalau Buntoro terus-terusan menghindari wartawan, itu membuat saya hanya bisa menduga-duga. Atau dalam bahasa rakyat-saya berburuk sangka. Buruk sangka ini tidak hanya kepada dia saja, tetapi juga kepada anggota dewan dan Pemkab.
Bukankah sudah menjadi rahasia umum, jika antara penguasa dan pengusaha selalu terjalin cinta kasih abadi. Itu berupa persekongkolan busuk-saling menguntungkan antara penguasa dan pengusaha. Penguasa melindungi kerajaan bisnis pengusaha (investasi), sedangkan pengusaha berkewajiban menyediakan upeti kepada penguasa.
Apakah itu juga terjadi di balik Rita Supermall?. Semoga saja Buntoro dan Pemkab Banyumas serta anggota dewan kita benar-benar jujur. (Purwokerto, 3 Desember 2015)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI