Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Buku Putih Tentang; Pemecatan Panglima Militer Kasultanan Demak [2]

17 Oktober 2013   20:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:24 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tiga pertanyaan dibawah inilah yang perlu diulas ;

Pertama, siapa sebenarnya Dadungawuk dari desa Pingit.?

Kedua, apa makna ‘sadak kinang’?

Ketiga ; Sultan Trenggana membela mati-matian terhadap Dadungawuk dari desa Pingit ?

Kisah tragis yang terjadi di halaman pamagangan Kasultanan Demak  itu sebenarnya tidak pernah terjadi, dan itu hanya merupakan kisah rekaan pujangga saja. Ungkapan Dadungawuk dari desa Pingit hanyalah ‘pasemon’ kiasan saja.  Karena pada masa kerajaan  nama Raja sangat disakralkan oleh rakyatnya. Raja tidak boleh ada aib, tak seorang pun warga Negara atau kelompok yang boleh dengan sesuka hati mencerca, mengkritik Rajanya, apalagi melakukan demonstrasi di depan Prabasuyasa [istana Raja].

Nama  Dadung awuk dari desa Pingit hanyalah  ungkapan ‘pasemon atas putri ketiga Sultan Trenggana yakni Ratu Kambang. Terkait dengan nama Dadungawuk yang artinya “ dadung” = tali, artinya sang putri  harus mengikuti aturan yang ketat , yaitu tidak boleh meninggalkan kamar kaputren. Awuk/kawuk = lama/kusam,  menjadi semakin tua. Dari desa Pingit, artinya sang putri dikurung dalam kamar kaputren tidak boleh sembarang keluar meninggalkan kaputren  tanpa seijin Raja.

Pada masa dahulu setiap putri raja atau adipati ketika beranjak dewasa selalu dilarang bergaul di luar kaputren, dia hanya ada di dalam tempat ‘sinengker’ atau dipingit.  Seorang putri yang dipingit sama dengan di dadung atau diikat, dia hanya boleh dilepaskan ketika sudah ada pria yang melamarnya.

Ketika itu tak seorang pria di Kasultanan Demak yang berani melamar dyah  ayu Ratu Kambang [ raden ayu Prabaresmi] dan semakin lama usia sang putri akan menjadi semakin tua, menjadi perawan tua, atau dalam bahasa Jawa ‘awuk atau kawuk’. Jadi nama Dadungawuk adalah putri piningit yang sudah menjadi perawan tua.

Semenjak Panglima Jaka Tingkir diangkat memimpin  dan menguasai pasukan militer Kasultanan Pajang, dia ada keistimewaan dari Sultan Trenggana, yakni boleh keluar masuk di istana termasuk ke kaputren. Padahal biasanya aturan Kerajajan tidak membolehkan pria masuk ke kaputren, namun ini sebuah keistimewaan atas diri Jaka Tingkir.

Ketika Panglima Jaka Tingkir bertandang ke kaputren melihat putri Kambang yang sedang membuka jendela  kamarnya, pandangan pertama itulah yang menyebabkan Panglima Jaka Tingkir ingin melakukan pendadaran atas diri Dadungawuk alias Ratu Kambang yang dipingit.

Dasar keduanya masih sama-sama muda lama kelamaan mereka berani bertemu di taman kaputren, dan tidak hanya siang hari tetapi di malam haripun mereka bertemu yang klimaksnya mereka melakukan sacumbana.

Berhari-hari Jaka Tingkir tidak nampak di balai Kamandungan seperti biasanya.  Pada  pagi hari itu ki patih Wanasalam sedang  ada di halaman Kamandungan bersama para prajurit dan senatana dalem, mendadak pintu balai Kamandungan terbuka dan emban ceti berlari dengan ketakutan.

Setelah  ditanya oleh ki Patih Wanasalam emban menceritakan apa yang kini sedang  terjadi di dalam kamar kaputren.  Patih Wanasalam dengan sigap segera melaporkan kejadian itu kepada Sultan Trenggana.

Sultan menjadi marah, Panglima Jaka Tingkir dipecat dari jabatannya dan dicabut semua hak istimewa yang diberikan oleh Sultan kepadanya, dan diusir dari Kasultanan Demak.

Apa sebabnya kisah itu tidak ditulis dengan apa adanya oleh sang pujangga kerajaan?

Jawabnya; karena akan mempermalukan Raja di mata rakyatnya, wibawa raja akan hancur..oleh sebab itulah kisah-kisahnya diubah sedemikian rupa. Mengapa Dadungawuk dilempar dengan sadak kinang yaitu besi  bundar sepanjang 17 cm,  hingga  Dadungawuk mengeluarkan darah [getihen] dan … ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun