Mohon tunggu...
Sastia Maja Adhitio
Sastia Maja Adhitio Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Akun ini dikelola oleh saya sendiri, bukan staff ataupun presiden Republik Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum dan Alasan Penjual Makanan Memakai Daging Anjing

3 Januari 2021   07:22 Diperbarui: 3 Januari 2021   07:36 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini kasus pembunuhan hewan atau penjualan daging anjing belum ditanggapi secara serius oleh para penegak hukum, seperti yang kami lihat di reportase investigasi di channel Youtube Trans TV. Dalam tayangannya tersebut pelaku penjual Bakpau dari daging anjing ini masih dapat berkeliaran dan menjual makanannya. Memang, bagi beberapa kelompok masyarakat, seperti orang Batak, daging anjing tidak terlalu dipermasalahkan untuk dimakan sebab yang mereka tahu daging binatang ini dapat menaikkan trombosit yang mana dilakukan untuk terapi bagi seseorang yang terkena penyakit DBD. Selain itu daging anjing juga dipercaya dapat memberikan kekuatan kepada tondi (roh) seseorang. Kepercayaan mereka mengenai daging Anjing ini sudah lama menempel, menurut Rudolf Pasaribu yang berstatus sebagai teolog mengatakan bahwa agama Suku dan Bataknologi yang mempunyai kebiasaan memakan anjing ini mempunyai maksud tertentu, yakni agar mereka lebih berani dan gesit, mereka mempercayai bahwa di dalam tubuh anjing ada zat yang merangsang keberanian manusia.

Namun bila melihat mayoritas masyarakat, memakan daging anjing merupakan hal yang menjijikan. Para komunitas penyayang binatang pun selalu berupaya dan berkampanye agar masyakarat tidak mengonsumsi daging Anjing. Di sini penjual Bakpau tidak memerdulikan bagaimana nasib para konsumen setelah makan daging Anjing tersebut. Bagi pencinta Bakpau yang tidak terlalu mempermasalahkan daging halal-haram mungkin akan biasa saja, mau daging itu Babi ataupun Anjing. Namun bagi pengonsumsi daging-daging halal seperti daging Ayam, Sapi, dan Kambing, bila tahu ia telah memakan daging anjing mereka akan panik dan marah pastinya, apalagi penduduk kita yang mayoritas beragama muslim di mana binatang anjing diharamkan akan air liurnya.

Menurut beberapa sumber juga dikatakan bahwa ketika ingin mengolah dan memakan daging anjing yang empuk dan enak, anjing ini harus dipukul terlebih dulu hingga mati, hal ini pun mengundang beberapa komentar dari masyarakat, karena yang kita tahu, kalimat 'di pukul hingga mati' merupakan salah satu bentuk kejahatan penganiayaan yang tidak wajar dan tidak berprikemanusiaan.

Selain kasus penganiayaan atau kejahatan terhadap anjing, daging anjing juga pada dasarnya tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi untuk masyarakat umum, sebab binatang tersebut dapat menjadi perantara rabies yang berbahaya bagi manusia. Ketika seseorang mengonsumsi bakpau dari daging anjing, hal ini dapat meningkatkan potensi terinfeksi bakteri sampai dua puluh kali. Dari sinilah mengapa daging anjing tidak layak dikonsumsi oleh manusia.

Latar belakang penggunaan daging anjing untuk bahan bakpau tersebut ialah karena penggunaan daging anjing sangat mengurangi biaya produksi yang dimana daging anjing memiliki harga lebih murah dibanding daging ayam maupun daging sapi. Daging anjing bisa didapatkan dengan harga yang sangat miring karena tempat jagal tersebut memperoleh anjing tersebut dari hasil curian peliharaan orang lain. Jika pengeluaran untuk modal bakpau lebih rendah dan dijual dengan harga biasa, jelas itu dapat memberikan keuntungan yang lebih besar, terlebih terdorong juga dengan tingginya biaya hidup di kota yang semakin hari semakin tinggi. Jadi pelanggaran-pelanggaran tersebut akan sangat banyak dimasa yang akan datang.

Penjualan bakpau berbahan dasar daging anjing adalah suatu bentuk kriminalitas serta mengganggu ketertiban umum. Kriminalitas yang mencakup itu adalah penipuan dan juga ada membahayakan kesehatan orang lain karena dampak dari mengkonsumsi daging anjing, dan penipuan yang di maksud diatas adalah penipuan terhadap label penggunaan kata bakpau daging yang dimana masyarakat hanya tahu itu menggunakan daging sapi, terlebih tidak adanya kalimat non-halal yang pastinya menyebabkan masyarakat berpikir bahwa daging yang digunakan adalah daging sapi atau ayam. Kriminalitas yang dilakukan oleh mereka tergolong karena faktor kesengajaan yang dialami, dan mereka pada akhirnya melakukan tindakan tersebut.

Perilaku menyimpang atau kejahatan yang dijelaskan tadi ternyata sudah dibahas dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada pasal 302, di mana dalam pasal tersebut pemerintah telah mengatur mengenai penganiayaan hewan dan kejahatan yang merugikan terhadap hewan-hewan tersebut. Selain itu ada pula perlindungan untuk konsumen, hal ini diatur pada pasal 109 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan seseorang. Dalam pasal 109 dinyatakan bahwa setiap orang atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, dan mendistribusikan makanan atau minuman untuk masyarakat umum, harus terjamin keamanannya bagi manusia yang memakannya, olahan hewan yang nantinya dimakan manusia, dan juga lingkungan. Selain melanggar undang-undang yang telah disebutkan di atas, tempat jagal anjing tersebut juga melanggar undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang kesejahteraan hewan.

Selanjutnya juga sudah diatur dalam Pasal 94 ayat 1 di mana orang yang melanggar ketentuan mengenai pemenuhan standar mutu pangan
serta pangan tercemar sebagaimana disebutkan sebelumnya akan dikenai sanksi administratif, berupa:
a. denda;
b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d. ganti rugi;
e. pencabutan izin.

Selain itu, dapat juga pelaku dihukum pidana. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang dan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 8 ayat (1) huruf a UU Perlindungan Konsumen) yang mana untuk makanan dan minuman sudah ada standar keamanan pangan dan mutu pangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Jadi, jika penjual menjual makanan yang tidak memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan, maka ia melanggar juga ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Perlindungan Konsumen tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar. Hal ini diatur pada Pasal 62 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen. 

Sudah semestinya pemerintah pada saat ini melakukan tindakan agar tidak terjadi lagi peredaran bahan makanan yang berbahaya untuk di konsumi masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM ini mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang di antaranya meliputi pengawasan atas produk-produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, pangan dan bahan berbahaya lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun