Sekelompok Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) Melakukan Penelitian di Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing. Anggota Kelompok 2 mata kuliah Geografi Manusia terdiri dari 5 Mahasiswa S1 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS), Faukultas Ilmu Sosial. Nama anggota YULI DWI SASMITA, MEIRISA INDRIANI, SULAICHAH BACHTIWAHYUNI, HALIMAH, MUHAMMAD TEGAR. Malang Jawa Tmur ini di tengah ancaman perubahan iklim dan degradasi ekosistem pesisir, Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, tampil sebagai model pelestarian hutan bakau berbasis komunitas yang inovatif dan berkelanjutan. Dengan luas kawasan mencapai 117 hektar, termasuk 71 hektar hutan mangrove, CMC Tiga Warna berhasil mengintegrasikan konservasi lingkungan dengan apemberdayaan masyarakat melalui ekowisata edukatif.
Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna merupakan sebuah kawasan ekowisata yang terletak di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, tampil sebagai model keberhasilan pelestarian hutan bakau berbasis masyarakat. Dengan luas lebih dari 117 hektare, termasuk 71 hektare hutan mangrove, kawasan ini bukan hanya destinasi wisata alam, tetapi juga pusat edukasi lingkungan hidup. Di balik pepohonan bakau yang menghijau dan jalur setapak yang membelah lumpur dan air payau, ada semangat kolektif warga lokal dalam merawat warisan ekosistem ini. Masyarakat setempat aktif dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan mangrove, serta pengembangan usaha ekonomi produktif seperti pengolahan hasil mangrove. Langkah ini tidak hanya memperkuat ketahanan ekosistem pesisir, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga sekitar. Â Â
"Kalau ada yang mati, langsung kita tanam lagi," ujarnya sambil menunjukkan bedeng pembibitan kecil di pinggir jalur air.
Jenis mangrove yang ditanam juga beragam, seperti Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata, yang tidak hanya berfungsi ekologis tetapi juga ekonomis. Buahnya dapat dijadikan bahan dasar kopi, teh, bahkan tepung. Daun dari jenis tertentu seperti Mentigi pun dapat digunakan sebagai bahan batik alami. Menurut Herman selaku pemandu wisata, hutan bakau di sekitar Pantai 3 Warna memiliki fungsi vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Akar-akar mangrove tidak hanya mencegah abrasi pantai dan menyaring polutan, tetapi juga menjadi habitat bagi beragam biota laut seperti ikan dan kepiting. Oleh karena itu, pelestarian hutan bakau sangat penting sebagai benteng alami untuk melindungi garis pantai dari erosi dan gelombang besar, sekaligus mendukung keanekaragaman hayati dan sektor ekonomi masyarakat, terutama pariwisata dan perikanan.
Walaupun pencemaran di kawasan hutan bakau Pantai 3 Warna masih tergolong minim, Herman mengingatkan potensi ancaman berupa sampah plastik dari wisatawan. "Kawasan ini masih relatif terjaga karena pengelolaan yang baik dan pembatasan jumlah pengunjung, namun kesadaran dan kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan," jelasnya. CMC juga menerapkan sistem sanksi bagi wisatawan yang membuang sampah sembarangan untuk menjaga kebersihan kawasan. Dalam hal kegiatan pelestarian, Herman menyampaikan bahwa meskipun belum ada jadwal rutin seperti gotong royong, pengunjung bisa ikut berpartisipasi dalam program penanaman mangrove yang diselenggarakan secara berkala oleh pengelola. Upaya lain yang dilakukan termasuk menjaga kebersihan area dan penanaman kembali pohon mangrove yang mati atau rusak guna memastikan kelangsungan fungsi ekosistem.
Untuk mendukung edukasi dan pelestarian, CMC menyediakan fasilitas pusat informasi dan pemandu wisata edukatif yang memberikan penjelasan langsung kepada pengunjung. Selain itu, pemeriksaan barang bawaan dilakukan untuk menghindari masuknya sampah plastik yang berpotensi mencemari kawasan. Herman juga menyarankan agar kesadaran pengunjung dan masyarakat lokal terus ditingkatkan, serta pengawasan lingkungan diperketat agar aturan pelestarian dapat dijalankan secara optimal. "Dengan demikian, kawasan hutan bakau Pantai 3 Warna dapat tetap bersih, lestari, dan berfungsi dengan baik bagi masa depan," ujarnya.
Keberhasilan CMC Tiga Warna mendapat pengakuan internasional melalui penghargaan ASEAN Tourism Award 2025, menegaskan bahwa sinergi antara konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat tidak hanya menjaga ekosistem, tetapi juga menciptakan destinasi wisata berkelanjutan yang berdaya saing. CMC Tiga Warna membuktikan bahwa pelestarian alam dan pariwisata bisa berjalan beriringan. Tapi keberhasilan ini tak lepas dari dukungan pengunjung yang sadar, peduli, dan bersedia terlibat menjaga lingkungan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI