Mohon tunggu...
Money

Emas sebagai Lindung Nilai dari Inflasi

15 Desember 2016   18:26 Diperbarui: 15 Desember 2016   18:45 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Disadari atau tidak, nilai uang terus jatuh dari waktu ke waktu. Dimasa lalu harga sebungkus mie instan hanya seribu rupiah, dimasa kini harganya telah naik hampir Rp 2.500. Dimasa lalu uang selembar sepuluh ribu rupiah dapat membeli satu kilogram telur, namun kini selembar uang sepuluh ribu hanya dapat membeli hampir setengah kilogram telur. Contoh kecil ini dapat disebut inflasi.

Secara definitif inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Jadi suatu keadaan tidak dapat digolongkan sebagai inflasi apabila tingkat harga yang naik hanya berlaku terhadap beberapa  atau sebagian jenis komoditas saja. 

Inflasi dari tahun ke tahun nilainya terus naik di Indonesia. Artinya nilai uang dari waktu ke waktu menurun. Sehingga daya beli nominal uang yang sama di masa depan dapat dipastikan  turun nilainya. Uang yang disimpan saat ini untuk keperluan konsumsi dimasa depan atau saving (sebagai motif berjaga-jaga) juga terkena dampak inflasi ini. Nominal bunga dan bagi hasil yang ditawarkan oleh Bank seringkali tidak dapat menutup kerugian yang ditimbulkan. Hal yang sama juga terjadi pada nilai deposito berjangka yang tidak mampu mengejar laju inflasi. Lalu bagaimana cara menabung atau menyimpan harta yang baik sehingga nilai uang yang dimiliki tidak tergerus nilainya oleh inflasi? Bagaimana pandangan Islam terhadap hal ini, adakah alternatif?

Pada dasarnya Islam tidak memperbolehkan penimbunan uang. Uang harus berputar sebagai alat kelancaran transaksi dan Islam mendorong umatnya untuk berinvestasi di sector produktif. Sektor produktif ini selalu memiliki risiko didalamnya sehingga memacu pelakunya untuk selalu produktif dan berkembang. Penerimaan pendapatan pasif tanpa adanya kegiatan produksi baik barang maupun jasa (sewa dan keahlian) tidak dianjurkan dalam Islam.

Kembali dalam kasus menabung, beberapa orang memilih menabungkan uangnya dalam bentuk komoditas tertentu yang memiliki nilai yang cenderung dapat mengikuti laju inflasi. Emas dianggap komoditas yang memiliki sifat tersebut. Secara historis nilai emas berkorelasi positif terhadap peningkatan nilai inflasi. Beberapa orang menggolongkan menabung dengan emas sebagai investasi namun agaknya lindung nilai terhadap inflasi merupakan terminologi yang lebih tepat untuk hal ini.

Sejak lama pemikir-pemikir Islam sudah menuangkan gagasan-gagasan mereka tentang emas sebagai komoditas yang istimewa. Emas dianggap sebagai benda yang ideal digunakan sebagai alat tukar transaksi diikuti dengan perak. Hal ini tentu saja dapat terjadi karena sifat emas yang nilainya cenderung stabil dan diterima secara umum.

Menurut Al-Maqrizi (1364-1365M) dari berbagai fakta sejarah yang pernah beliau amati, mata uang yang dapat diterima sebagai standar nilai baik menurut hukum, logika, maupun tradisi hanya emas dan perak. Walaupun tidak selalu inflasi dapat dibendung oleh penggunaan emas dan perak sebagai mata uang karena terkadang inflasi dapat tetap terjadi akibat hal-hal lain. Al-Maqrizi menganalisa penggunaan mata uang dengan berbagai komoditas dan implikasinya terhadap perekeonomian sejak masa arab Jahiliyah sampai paska pemerintahan Sultan Al-Kamil (1177 –1238M). Pencetakan mata uang yang buruk (pada saat itu fulus bersanding dengan dirham) membuat volume dan rasio uang tidak seimbang, berakibat pada penurunan nilai mata uang dan kelangkaan barang-barang.

Hal yang sejalan diungkapkan Ibnu Khaldun (1332-1406M) dalam kitab Muqaddimahnya pada bagian teori uang. Menurut beliau emas dan perak merupakan komoditas yang tidak terkena fluktuasi pasar dan telah menjadi suatu anggapan yang lumrah oleh masyarakat untuk dipakai sebagai penyimpan harta dan kekayaan.

Penggunaan emas sebagai alat lindung nilai tabungan untuk motif berjaga-jaga merupakan langkah yang tepat. Selain nilainya yang relatif mengikuti nilai Inflasi, emas cenderung bersifat likuid karena keberadaannya diinginkan dan diakui nilainya secara bersama. Menabung dengan emas batangan lebih memberi keuntungan dibandingkan menabung dengan perhiasan emas karena ongkos model dan biaya pembuatan yang tidak setinggi perhiasan. Adanya sertifikat yang dimiliki oleh emas juga memberi keuntungan untuk melakukan jual kembali dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan emas yang tidak bersertifikat.

Menabung emas secara berlebihan tidak diperkenankan dalam Islam. Adanya zakat kepmilikan Emas membuktikan itu. Al Ghazali pernah menyebutkan dalam kitab Ihya Ulumuddin karangannya, bahwa emas yang pada saat itu merupakan alat tukar seharusnya tidak ditimbun. Hal ini dikarenakan dapat membuat macet aktivitas perekonomian, akibat jumlah uang yang beredar sedikit. Saat ini penggunaan emas sebagai uang sudah tidak digunakan lagi. Tetapi inti dari masalah ini adalah tidak boleh membuat macet transaksi, karena jumlah uang sebagai nilai tukar yang sedikit. Maka hal yang sama juga berlaku untuk uang atau komoditas apapun yang diperlakukan secara berlebihan penyimpanannya.

Dalam ekonomi konvensional ketika jumlah uang beredar dalam masyarakat terlalu rendah, suku bunga akan segera diturunkan agar uang uang yang terdapat di bank kembali beredar di masyarakat. Dalam ekonomi Islam para individu dapat sadar dengan sendirinya untuk tidak melakukan penimbunan itu lewat haul dan nisab zakat emas. Haul selama satu tahun dan nishab zakat emas ini apabila diungkan ternyata relatif tidak terlalu tinggi, hanya sebesar 85 gram atau Rp 46.750.000,00 bila dikalikan dengan harga emas Rp 550.000,00 per gram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun