Ini cerita tentang kawan, tetangga, orang, burung Bangau dan Elang. Mereka, dengan karakter masing-masing menuju hidup mandiri dan berdikari, bangkit berdiri di atas kaki sendiri.Â
Cerita pertama.Â
Ini sungguh terjadi. Seorang ibu muda, umur belum tigapuluh tahun, beranak satu, terpaksa berpisah tempat tinggal dan memulai LDR (Long Distance Realtionship) dengan suaminya. Suaminya diterima kerja di negeri jiran, nun jauh di sana.Â
LDR adalah pilihan pahit bagi siapapun termasuk pasangan muda ini. Tapi mereka memilih itu dan siap menanggung risiko kangen, tidak saling ketemu dalam waktu lama. Itu semata karena keyakinan akan memperoleh penghasilan lebih baik dibanding di tempat kerja yang lama. Keluarga muda ini juga berharap dengan demikian kesejahteraan keluarga akan segera berubah menjadi jauh lebih baik.Â
Dan, ternyata keyakinan mereka benar. Baru hitungan bulan bekerja, si suami sudah mengirim kabar dan cerita gembira. Bukan hanya penghasilannya lebih baik, tetapi di "sana", suasana kerja, hubungan antar rekan kerja dan perlakuan institusi terhadapnya sangat baik dibanding di tempat sebelumnya. Secara spontan si istri bahkan tanpa ragu berencana menyusul.Â
Mereka adalah pasangan muda yang memiliki modal kuat berupa penguasaan bahasa asing aktif. Disamping juga kemampuan mudah bergaul, cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan tentu saja pintar.Â
Seandainya benar nanti si ibu muda pergi menyusul suaminya, berarti mereka meninggalkan lowongan pekerjaan untuk dua orang di tempat kerja lamanya. Mereka telah ikut mengurangi angka pengangguran di dalam negeri.Â
Tetapi di lain sisi, "kita" kehilangan dua orang pintar, berkompeten dan luwes justru untuk menyumbangkan kemampuannya membangun negeri orang.Â
Tidak hanya mereka berdua. Di jaman modern yang tidak lagi mengenal "batas" Negara, hal seperti itu wajar belaka. Banyak orang "kita" yang menyandang sebutan diaspora yaitu warga negara Indonesia yang meninggalkan tanah air untuk bekerja dan menetap di luar negeri.Â
Mereka adalah warga yang dalam hal tertentu punya kelebihan, kemampuan dan keberanian untuk berebut kesempatan kerja di negeri sebrang. Mereka kemudian betah di "sana" dan enggan pulang. Mereka tetap saja orang Indonesia yang mandiri, merdeka, tidak menjadi beban siapapun.Â
Cerita ke-dua.Â