Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pahlawan-pahlawan Tanpa Hari Besar

17 November 2022   16:46 Diperbarui: 17 November 2022   16:54 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru beberapa hari yang lalu ada peringatan Hari Pahlawan, 10 November. Salah satu hari yang sejak lama telah ditetapkan sebagai Hari Besar Nasional. Namun sepertinya banyak orang yang melewatkan dan melupakan begitu saja hari besar itu. Begitu juga nasib hari-hari besar lainnya, kerap kali berlalu begitu saja. 

Hari-hari besar itu tenggelam oleh hari lain yang dirayakan dengan lebih menghebohkan. Halloween, misalnya, hari peringatan hantu-hantuan yang berasal dari Amerika Serikat dirayakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sering kali lebih meriah dari perayaan di negeri asalnya. Di Korea Selatan bahkan perayaannya membawa korban jiwa yang tidak sedikit. Belum lagi perayaan lainnya seperti hari valentine, hari ulang tahun, dan lain-lainnya. 

Padahal pada hari Pahlawan tahun ini, Presiden menetapkan lagi lima orang sebagai Pahlawan Nasional. Bertambah panjanglah sekarang nama-nama Pahlawan Nasional yang kita miliki. 

Untuk ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional tidaklah semudah menjadi penyanyi. Persyaratannya banyak dan berat. Syarat berat pertama adalah dia harus sudah meninggal. Berat bukan? 

Syarat-syarat berikutnya tidak kalah beratnya. Salah satunya, seorang Pahlawan semasa hidupnya haruslah insan yang memiliki akhlak dan moral yang tidak dipertanyakan lagi kemuliaannya. Begitu mulia akhlak dan moralnya, rasanya tidak ada satupun Pahlawan Nasional yang pengabdian dan perjuangannya diawali dengan pamrih supaya suatu hari nanti diakui sebagai Pahlawan. 

Para Pahlawan adalah orang yang dengan rela dan ikhlas mengabdikan jiwa dan raganya untuk membangun dan  meningkatkan harkat martabat bangsa. Itu dilakukan sepanjang hidupnya dengan dijiwai semangat nasionalisme yang tinggi. Pahlawan Nasional itu warga unggul yang patut diteladani. 

Pahlawan tidak selalu terhubung dengan peperangan dan menumpahkan darah melawan musuh demi mempertahankan tanah air. Banyak hal-hal yang menyebabkan orang bisa ditetapkan menjadi Pahlawan. Pekerjaan yang dilihat sebelah mata pun bisa membuat orang menjadi "Pahlawan". 

TKI dan TKW misalnya, sudah sejak lama mendapat sebutan sebagai pahlawan devisa. Apalagi Guru, yang memiliki andil dan berjasa besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, juga mendapat sematan Pahlawan meskipun tanpa tanda.

 Guru itu profesi yang mulia, makanya konon, yang dilakukan pertama kali oleh Kaisar Jepang saat kalah dalam Perang Dunia II adalah mencari tenaga Guru yang masih ada untuk membangkitkan kembali "manusia baru" Jepang. 

Di sekitar kita era sekarang, era serba "aku", serba buru-buru dan era hoax ini, kehadiran orang yang bermental dan berjiwa pahlawan sangat diperlukan. Siapa mereka? 

Mereka adalah anak sekolah yang anti nyontek karena lebih menghargai kerja keras dan anti jalan pintas. Perilaku nyontek itu menempuh jalan pintas adalah  sikap tidak jujur dan jauh dari sifat kepahlawanan. 

Baca juga: Orang Besar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun