Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kebiasaan Mengatur Hidup Orang Lain, Tepatkah?

16 November 2019   22:56 Diperbarui: 19 November 2019   19:03 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi memarahi dan mengatur orang lain. (sumber: 123rf.com)

Di dalam kehidupan, kerap kali terjadi suatu kondisi yang terkadang tidak menyenangkan, pasalnya ada kejadian-kejadian tertentu yang mengakibatkan kita tidak mau berurusan dengan orang tertentu karena dia selalu mempermasalahkan apa yang kita lakukan. 

Tidak sedikit orang yang merasa dirinya paling benar, dan merasa memiliki hak untuk mengatur kehidupan orang lain. Demikian yang pernah saya alami.

Kejadian pertama, saya memiliki seorang teman bernama Maya (bukan nama sebenarnya). Maya seorang yang sangat religius, bapaknya seorang ustadz dan ibunya seorang ustadzah. 

Sejak Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi dia bersekolah di sekolah Islam. Dalam hal pergaulan dia sangat tertutup sekali dengan lawan jenis. Bahkan sekedar menyapa pun dia tidak mau. 

Satu tahun yang lalu saya dan Maya menginap di rumah Dina (bukan nama sebenarnya). Rumah Dina terletak di daerah pedesaan, dengan sebuah masjid di sebelah rumahnya. Setelah shalat Magrib kami bertiga duduk di depan teras rumah Dina. 

Saat itu Dina tidak mengenakan jilbab, dan hanya mengenakan baju santai biasa (tidak telalu tertutup seperti misal kita akan menghadiri pengajian). Maya kemudian menegur Dina untuk mengganti pakaiannya, menggunakan baju tertutup karena di luar ada beberapa bapak-bapak yang pulang dari masjid. 

Tetapi Dina tidak beralih dari duduknya, dia malah bingung kenapa harus berganti pakaian, sedangkan dia memang biasa mengenakan baju santai di rumahnya sendiri. 

Maya memaksa dengan mengatakan bahwa auratnya kelihatan oleh yang bukan mahram. Dengan sedikit tidak nyaman karena dipaksa berganti pakaian tertutup Dina pun akhirnya masuk ke rumahnya dan berganti pakaian.

Saat itu, saya hanya diam saja, saya tahu maksud Maya adalah sebagaimana yang diajarkan dalam QS An Nur: 31 "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan jangan menampakkan perhiasannya (auratnya)". 

Serta QS Al Ahzab: 59 "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu." 

Tetapi untuk menjaga perasaan Dina agar tidak merasa dipersalahkan, saya tidak ingin ikut berkomentar, karena bagi saya tidak masalah, toh bapak-bapak yang lewat juga tidak berbuat yang macam-macam kepada kita, malah menurut saya bapak-bapak itu tidak peduli dengan kita, jadi kenapa kita harus mempermasalahkan hal yang sebenarnya bukan masalah.

Ilustrasi menilai orang lain. (sumber: pinterest.com/bridgetuc)
Ilustrasi menilai orang lain. (sumber: pinterest.com/bridgetuc)
Dan entah kenapa saya malah merasa tidak nyaman dengan Maya karena dia mengatur cara berpakaian Dina yang sebenarnya menurut saya cara berpakaian seseorang itu merupakan hal yang brsifat privasi dan senyaman mungkin dari diri kita, asalkan tetap sopan.

Kejadian kedua, ini terjadi pada saya sendiri dan Maya. Suatu ketika maya mengajak saya makan di luar. Saya hanya mengenakan sandal, tanpa kaos kaki. Karena saya terbiasa jika keluar rumah dalam kondisi santai hanya mengenakan sandal. 

Bagi saya kaos kaki digunakan untuk kegiatan formal seperti kuliah, sekolah, pengajian, dan lainnya. Tetapi Maya mempermasalahkan saya yang tidak mengenakan kaos kaki itu dan menyuruh saya masuk kembali ke dalam kost untuk mengenakan kaos kaki. 

Demi menjaga hubungan harmonis dan tidak mau ribut-ribut hanya gara-gara kaos kaki, saya pun kembali masuk kost dan mengenakan kaos kaki. Lalu Maya menceramahi saya, katanya kalau saya tidak pakai kaos kaki nanti kalau ada laki-laki yang melihat kaki saya bagaimana. 

Saya pun hanya diam saja, lagi-lagi, saya paham maksud Maya tetapi saya memang lebih nyaman untuk tidak mengenakan kaos kaki jika memang hanya dalam kegiatan santai. Dan jujur saja saya tidak nyaman diatur-atur oleh Maya.

Kejadian ketiga, meninggalkan kisah Maya. Kegiatan mengatur orang lain selanjutnya dilakukan oleh Budhe saya yang bekerja di Jakarta. Waktu itu saya baru lulus kuliah, kemudian budhe saya terus-terusan menghubungi saya untuk diajak ke Jakarta bekerja, katanya di depan kontrakannya ada open recruitment cleaning service di sebuah rumah sakit. 

Saya tidak begitu perduli dengan ajakan budhe saya itu, karena sebenarnya saya sudah terikat dengan pekerjaan lain hanya saja memang saya tidak pernah membicarakan kepada siapapun, bagi saya ini hal privasi. 

Dan saya juga tidak tertarik mencari pekerjaan di Jakarta, kalaupun tertarik, tentu saya akan mencari pekerjaan yang membuat saya bisa berkembang menjadi lebih baik dan tentu saja saya lebih memilih jauh dari budhe saya daripada numpang hidup dengan beliau lalu di atur-atur. 

Meski saya sudah menunjukkan tanda cuek, tidak peduli, masa bodoh, dan bodo amat kepada budhe saya, beliau tetap memaksa saya untuk datang ke Jakarta, bahkan bilang kalau saya tidak ke Jakarta saya akan menyesal. Saya pun tidak begitu peduli dengan ancaman budhe saya, toh sampai sekarang hidup saya baik-baik saja meski saya tidak menggantungkan hidup pada orang lain dan pada Jakarta.

Kejadian keempat, kegiatan mengatur hidup orang lain ini dilakukan oleh ibu saya. Ibu saya mempermasalahkan pakde saya yang bekerja di Semarang, padahal di desa sedang ada kerja bakti. 

Ibu saya terus menghubungi pakde saya supaya pulang karena tidak enak dengan tetangga jika dia tidak ikut kerja bakti. Bagi saya, sikap ibu saya yang mengatur hidup pakde saya ini juga tidak tepat. Setiap manusia memiliki kesibukan masing-masing. Ada keluarga yang harus dinafkahi juga. 

Bukannya kerja bakti tidak penting, kerja bakti itu penting tapi ada yang harus lebih diprioritaskan dalam hal ini, yaitu bekerja, terikat dengan kepercayaan pada orang yang mempekerjakan kita. Jadi menurut saya, tidak perlu ibu saya ini mempermasalahkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan.

Kejadian kelima, kegiatan mengatur hidup orang lain yang terakhir dilakukan oleh nenek saya. Nenek saya menyuruh saya pulang karena di rumah akan ada arisan keluarga. Padahal posisi saya di Solo, dan saya juga memiliki deadline pekerjaan. 

Nenek saya bilang kepada keluarga besar saya katanya saya tidak mau bersosialisasi, tidak mau kumpul-kumpul, makanya tidak pulang. Demi menjaga hubungan baik antara saya dan nenek saya, saya tidak terlalu mempermasalahkan tuduhan-tuduhan nenek saya itu. 

Biarlah beliau bersikap semacam itu, toh kalaupun saya jelaskan pekerjaan-pekerjaan saya di sini yang harus saya selesaikan, beliau juga tidak akan paham.

Mengatur hidup orang lain sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita. Bagi saya, mengatur hidup orang lain ini merupakan kebiasaan negatif. 

Mereka tidak bisa memahami privasi orang lain, dan sibuk dengan pendapat mereka sendiri bahwa yang dilakukan orang lain itu salah sedangkan yang benar itu dia seorang. 

Hal-hal yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan, atau tidak perlu dipermasalahkan, kadang malah berujung pada ketidaknyamanan bahkan pertengkaran hanya karena merasa paling benar.

Kebiasaan mengatur hidup orang lain pada akhirnya hanya akan menyebabkan kita tidak pernah bisa maju karena terlalu sibuk mengurusi urusan orang lain dan menyebabkan kita tidak mau belajar menghargai hal-hal privasi orang lain. 

Mungkin ini juga merupakan jawaban dari sebuah pertanyaan,

Mengapa orang sulit sekali di ajak maju?

 Karena mereka terlalu sibuk mengatur hidup orang lain, membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, menyalahkan orang lain, hingga melupakan dirinya sendiri untuk berfikir lebih maju dari orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun