Selamat siang Kompasianers... lama tidak menyapa. Kangen rasanya. Apa kabar ?
Sabtu kemarin, saya ke UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta). Ada perlu. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 wib. Dasar pagi belum sarapan, perut langsung memberi kode saja. Akhirnya saya mampir makan di salah satu rumah makan di daerah Purwosari. Nasi gudeg telur, kerupuk + jeruk hanga. Â Suami : nasi sayur tumpang + es teh manis, sedang anak saya nasi ayam goreng, bakmi goreng, kerupuk + es teh manis. Anak saya memilih tempat dibelakang, dekat kolam. Lebih asik katanya. Makan sambil mendengarkan gemericik air.
Makan belum selesai, suara adzan Dhuhur sudah terdengar. "Setelah ini langsung sholat saja," kata suami. Begitu selesai makan, kamipun segera mengambil air wudhu dan sholat di mushola rumah makan tersebut. Saya pun mengambil mukena yang berada paling atas di rak mushola tersebut. Sedang sajadah sudah diambilkan anak saya. Mukena yang saya ambil model atas bawah. Setelah saya memakai yang bawah, giliran mau memakai yang atas, gak sampai hati saya. Mukena itu sangat kotor (berwarna hitam) dan berbau. Akhirnya tidak saya pakai, kebetulan hijab yang saya pakai saat itu besar, semoga tidak menjadi masalah. Nah...giliran sujud, ternyata sajadahnya pun  aromanya sangat tidak enak. Tidak berhenti di situ saja. Lantainya juga tidak bersih. Tampak terlihat sarang laba-laba. Selain itu mushola tersebut juga untuk menyimpan tape recorder rusak dan sangat berdebu.
Rumah makan yang sudah terkenal kelezatan menu-menunya, pelayan yang ramah, banyak tamu yang datang dan tempat makan yang bersih dan nyaman. Saya percaya omsetnya juga tidak sedikit. Apa sih susahnya kalau me-laundry mukena dan sajadah 2 minggu sekali ? Atau membersihkan lantai dan memberinya pengharum ruangan ? Supaya tamu-tamu yang makan disitu tidak hanya dimanjakan oleh kelezatan menunya, tapi dari sisi religi (ibadah vetikalnya) juga. Sehingga "penyajian " rumah makan tersebut benar-benar lengkap.
Salam....
#hanyacurahanhatiseoranghamba#