Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Acara Tujuh Bulanan yang Semakin Menepi

12 Juli 2013   14:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:39 3365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehamilan membawa kebahagiaan tersendiri bagi pasangan suami istri. Perkembangan janin selalu dipantau tiap bulan. Baik lewat USG dokter maupun kontrol rutin ke bidan. Dari tiap bumil alias ibu hamil, pada awal kehamilan juga mempunyai kebiasan atau ngidam yang berbeda-beda. Ada yang tiba - tiba pengin lotis tengah malam, ada yang tidak suka segala macam wewangian, ada yang tidak suka mandi bahkan ada menjadi benci melihat suami. Tapi...biasanya setelah kehamilan jalan 4 bulan pelan-pelan kondisi dan kebiasan bumil menjadi seperti biasa. Nah, berbicara mengenai kehamilan, di masyarakat Jawa dikenal upacara tingkepan /mitoni yaitu upacara kehamilan yang memasuki bulan ke tujuh. Maka tingkepan atau mitoni disebut juga tujuh bulanan. Ada beberapa tahap atau rangkaian dalam acara mitoni atau tingkepan, yaitu : [caption id="attachment_254340" align="aligncenter" width="461" caption="Siraman mitoni /tingkepan (foto by Kaori)"][/caption] 1. Siraman, berasal dari kata siram yang artinya mandi. Pelaksanannya bisa di dalam kamar mandi atau tempat khusus yang sengaja dibuat untuk acara ini. Bisa di belakang atau samping rumah dengan hiasan sedemikian rupa. Yang pasti, pada saat siraman harus ada tempat air atau bak yang berisi air dari tujuh sumber mata air yang berbeda dan ditaburi berbagai jenis bunga. Seperti mawar,melati, kenanga dan kantil.  Siraman biasa dilakukan pada pagi atau sore hari. Di tempat tersebut sudah duduk para sesepuh (orang yang dituakan)  untuk bergantian memandikannya si calon ibu. Kalau bisa, diusahakan berjumlah tujuh (7) orang. Secara filosofinya tujuh dalam bahasa Jawa artinya pitu, yaitu pitulungan/pertolongan. Maksud dari siraman ini adalah untuk membersihkan lahir batin baik bagi calon ibu maupun janin yang dikandungnya dan semoga mendapat pertolongan dari Allah SWT. 2. Ndandan. Setelah siraman selesai, calon ibu masuk ke ruangan untuk didandani dengan beberapa motif jarik yang berbeda. Yaitu jarik dengan motif  Wahyu tumurun supaya bisa menurunkan kehidupan mulia, jarik motif Sidomukti supaya hidupnya makmur, Godo Suli, Semen Raja, Babon Angrem dan seterusnya sampai berjumlah enam (6). Acara dandan tersebut disaksikan para sesepuh. Satu persatu jarik -jarik tadi dikenakan pada calon ibu tetapi tidak ada yang sesuai. Sampai akhirnya pada yang ke tujuh, yaitu lurik motif lasem. Motif yang sederhana tetapi kuat. Mengandung makna kuatnya ikatan kasih sayang antara calon ibu dengan suami dan dengan si jabang bayi. Kain terakhir yang dikenakan diikat dengan daun kelapa yang masih muda atau disebut janur yang kemudian dipotong oleh calon ayah dengan menggunakan keris. Hal ini mengandung makna supaya tidak kesulitan pada saat melahirkan nanti.

[caption id="attachment_254341" align="aligncenter" width="461" caption="Brojolan dalam salah satu rangkaian upacara mitoni/tingkepan (foto by Kaori)"]

13736149921313632361
13736149921313632361
[/caption] [caption id="attachment_254342" align="aligncenter" width="346" caption="Mecah cengkir gading, salah satu rangkaian upacara tingkepan /mitoni (foto by Kaori)"]
1373615146712527020
1373615146712527020
[/caption] 3. Brojolan, si calon ibu menggendong dua buah kepala yang masih muda atau disebut dengan cengkir gading sejumlah dua buah yang kemudian dijatuhkan. Biasanya dua buah cengkir gading tadi digambari dewa Kamajaya dan dewi Kamaratih. Hal tersebut mengadung makna jika nanti melahirkan, kalau perempuan secantik dewi Kamaratih kalau laki -laki setampan dewa Kamajaya dan diharapkan mempunyai budi pekerti yang baik. Setelah itu calon ayah mengambil satu per satu cengkir gading tersebut dan membelahnya dengan golok. Jika yang sekali tebas langsung pecah cengkir dengan gambar Kamajaya, berarti anaknya laki-laki. Begitu juga sebaliknya. Cengkir gading yang masih utuh digendong calon nenek dan diletakkan di tempat tidur calon orang tua. 4. Angreman, berasal dari kata angrem yang artinya mengerami telur. Kedua calon orang tua duduk diatas tumpukan  ke enam jarik yang tadi dipakai. Seolah - olah mereka mengerami telur. Menunggu dengan sabar sampai jabang bayi lahir dengan selamat. Sembari angrem kedua calon orang tua makan dengan saling menyuapi beberapa  jenis makanan yang disajikan pada sebuah cobek. Makna saling menyuapi adalah kasih sayang dan saling berbagi. Selain itu, upacara tingkepan atau mitoni atau tujuh bulanan tersebut untuk menandakan bahwa janin yang dikandung calon ibu adalah anak pertama bagi si calon ayah. Misalnya sebelumnya si suami sudah menikah dan sudah punya anak, maka tidak diperbolehkan mengadakan upacara mitoni walaupun si perempuan atau calon ibu baru hamil pertama kali.  Dan misalnya cengkir gading yang diletakkan di tempat tidur, diminta oleh wanita hamil lainnya, maka cengkir tersebut sebaiknya diberikan. Ini mengandung makna bahwa orang hidup tidak boleh egois. Demikian banyak hal - hal positif yang bisa diambil dari rangkaian upacara tradisional tujuh bulanan ini. Namun, saat ini semakin jarang calon orang tua yang mengadakan upacara tersebut secara urut dan lengkap. Mungkin karena kesibukan, ribet atau lainnya. Sehingga upacara tersebut dibuat lebih simpel dan semoga tidak mengurangi makna. Salam budaya...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun