Mohon tunggu...
Sari Azhari
Sari Azhari Mohon Tunggu... Mahasiswi Institut Agama Islam An-Nadwah Kuala Tungkal

Melakukan semua hal yang membuat hati senang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membongkar Mitos: Ketika Banyak Anak, Banyak Rezeki Justru Menjadi Beban

19 Juni 2025   08:49 Diperbarui: 19 Juni 2025   08:49 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulisan sederhana ini mengingatkan bahwa anak adalah amanah, bukan alat untuk mengejar untung.

Tulisan ini ditujukan untuk anak-anak yang kehilangan masa kecilnya demi membantu roda ekonomi keluarga, untuk mereka yang memupuk mimpi di jalanan, serta untuk generasi yang lahir bukan karena kesiapan, tetapi akibat keyakinan yang belum tentu benar: "Banyak anak, banyak rezeki."

Di berbagai sudut kota, masih banyak dijumpai anak-anak kecil yang mengamen, menjajakan barang di lampu merah, bahkan bekerja di usia yang belum semestinya. Mereka tidak malas, apalagi bodoh. Mereka hanyalah korban dari ketidaksiapan orang tua yang tetap bersikeras mempercayai mitos bahwa setiap anak akan membawa rezekinya sendiri.

Narasi ini terdengar religius, bahkan menenteramkan hati. Namun, dampaknya nyata: anak dianggap sebagai "aset masa depan", bukan sebagai pribadi yang utuh. Narasi semacam ini berpotensi melegitimasi kelahiran tanpa tanggung jawab, serta mengalihkan peran orang tua dari pelindung menjadi pencari keuntungan.

Anak bukan investasi. Mereka bukan jaminan masa depan atau instrumen ekonomi keluarga. Anak adalah manusia yang lahir dengan hak untuk dicintai, disiapkan, dan diberi kesempatan berkembang secara utuh secara fisik, emosional, dan intelektual. Menyandarkan harapan hidup pada bahu anak justru mengaburkan esensi dari menjadi orang tua: pengorbanan, bukan perhitungan.

Sudah waktunya masyarakat menggugat narasi lama yang tak lagi relevan. Kelahiran anak seharusnya disertai perencanaan matang dan kesiapan penuh. Menunda punya anak karena belum siap bukanlah aib, melainkan bentuk tanggung jawab moral. Rezeki memang datang dari Tuhan, tetapi kesiapan adalah tugas manusia.

Ke depan, narasi "banyak anak, banyak rezeki" perlu diganti dengan kesadaran yang lebih rasional dan manusiawi: anak adalah amanah, bukan alat. Kehadiran seorang anak seharusnya menjadi alasan untuk menjadi lebih siap, bukan sekadar lebih berharap.

Untuk membangun generasi yang kuat, tangguh, dan bahagia, dibutuhkan keluarga yang mampu memberikan cinta, bukan sekadar jumlah. Satu anak yang dirawat dengan sepenuh hati lebih bermakna dibanding lima anak yang tumbuh dalam kekurangan dan pengabaian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun