Mohon tunggu...
Sari Azhari
Sari Azhari Mohon Tunggu... Mahasiswi Institut Agama Islam An-Nadwah Kuala Tungkal

Melakukan semua hal yang membuat hati senang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kehangatan yang Berbalut Tekanan: Dilema dalam Tradisi Berkumpul Keluarga

28 April 2025   20:00 Diperbarui: 28 April 2025   20:00 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kadang, kumpul keluarga bukan hanya membawa tawa, tapi juga beban tak terlihat.

Berkumpul bersama keluarga besar adalah salah satu tradisi yang dijaga erat di banyak budaya, termasuk Indonesia.Momen lebaran, liburan panjang, atau acara keluarga menjadi waktu di mana tawa, cerita lama, dan hidangan favorit bertemu dalam satu meja.

Di permukaan, semua tampak hangat dan membahagiakan.
Namun di balik suasana itu, tak jarang ada rasa lain yang diam-diam tumbuh: tekanan sosial.

Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan keluarga, meski sering dianggap basa-basi, bisa terasa menusuk.
"Kapan lulus?"
"Kapan kerja?"
"Kapan nikah?"
atau
"Kapan punya anak kedua?"

Semua pertanyaan itu seolah mengingatkan pada apa yang belum berhasil dicapai, tanpa memahami perjuangan yang sedang dilalui.
Apa yang dimaksudkan sebagai perhatian kadang justru melahirkan luka kecil yang sulit diungkapkan.

Tradisi berkumpul sejatinya bertujuan mempererat hubungan dan berbagi kebahagiaan.
Namun tanpa disadari, ia bisa berubah menjadi ajang membandingkan hidup, menilai pencapaian, bahkan memunculkan rasa tidak nyaman yang mendalam.

Padahal, setiap orang membawa ceritanya sendiri.
Ada yang masih berjuang menyelesaikan studi, ada yang sedang mencari arah hidup, ada yang berusaha sembuh dari kegagalan.
Tidak semua perjalanan hidup harus diukur dengan standar yang sama.

Mungkin sudah saatnya kita mulai mengubah pola.
Daripada bertanya "kapan", lebih baik bertanya "apa kabar?"
Daripada menghakimi, lebih baik mendengarkan.
Karena sejatinya, keluarga seharusnya menjadi tempat pulang, bukan ruang ujian.

Kehangatan keluarga adalah kekuatan.
Namun ia akan benar-benar bermakna jika disertai dengan penerimaan dan empati, bukan sekadar tuntutan yang tak pernah selesai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun