Mohon tunggu...
Fransiskus Sardi
Fransiskus Sardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lulus dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Filsafat

Follow ig @sardhyf dan ig @areopagus.2023 “Terhadap apa pun yang tertuliskan, aku hanya menyukai apa-apa yang ditulis dengan darah. Menulislah dengan darah, dan dengan begitu kau akan belajar bahwa darah adalah roh” FN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ratapan Senja

9 Desember 2019   23:02 Diperbarui: 9 Desember 2019   22:58 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

       Pagi itu sebelum sang jago mengepakan sayap untuk menjemput sang surya keluar dari peraduaanya. Orangtua Aryo sudah berada di perjalanan menuju sawah. Jarak yang jauh dan hanya bisa dilalui dengan menempuh perjalanan kaki membuat mereka harus menikmati dinginnya tetesan embun pagi dan angin sepoi-sepoi yang menusuk hingga batas labirin paling dalam, itu semua tak membuat mereka menyerah. 

Demi menghidupi putra kesayangan, Aryo, yang kini berada di bangku SMA. Orangtua Aryo, tak mempedulikan duri-duri yang terus menusuk kaki. Mereka terus mengayunkan langkah, hingga tiba di sawah. Sesampainya di sawah mereka menjalankan aktivitas, membersihkan rumput liar yang tumbuh bersamaan di sela-sela padi. 

Setiap sampai di tempat itu Pa Lois dan Bu Any selalu merasa bahagia. Berada di tengah-tengah sawah yang menguning sama halnya seperti seorang pengelana yang menemukan Oasis di Padang Gurun, rasa dahaganya pasti terobati. Harapan akan menuai hasil yang berlimpah terus melintasi benak dan memenuhi ruang pikiran. Sang surya sudah meninggi, membakar semangat orangtua Aryo untuk tetap bekerja. Rasa cinta pada putra mereka, membuat mereka tak mengenal panasnya mentari siang itu.

 Waktu berlalu, harapan akan kesuksesan, hasrat akan kesejahteraan, dan konasi untuk membangun kehidupan yang bermutu, mengacu semangat orangtua Aryo untuk terus bekerja.

Tiba saatnya untuk menuai hasil kerja selama empat bulan yang telah berlalu, penuh harap empat bulan yang telah lalu menjadi pangkal kehidupan seabad kedepannya.'Mustahil' Bu Any membatin.

Pa Lois dan Bu Any mengajak tetangga mereka untuk membantu menuai padi. Hasil panenanya berlimpah ruah. Sikap dermawan yang dimiliki keluarga Yo; sapaan kesayangan Aryo, membuat mereka selalu bersedekah dengan sesama.

Keluarga Aryo memang tidak hidup dalam kelimpahan harta, tetapi kaya akan belaskasih, walaupun mereka hidup dalam kekuragan,namun selalu berbagi bak Janda Miskin yang dikisahkan Penginjil memberi dari kekurangan namun diselimuti dengan niat yang tulus ikhlas.

****

Putra semata wayang yang dibesarkan dengan penuh perhatiaan dan kasih sayang menjadikan Aryo remaja yang manja, bebas tetapi ia adalah anak yang pintar. Hari-harinya dihabiskan untuk begadang dari kampung yang satu ke kampung yang lain, dari kota wisata yang ramai sampai ke yang sepi.

Orang tua Aryo yang penuh pengertiaan membiarkan putra kesayangan mereka menikmati masa remaja karena masa remaja tak pernah diulang kembali.

"Pa...tiap hari Aryo makin nakal...?" sahut Bu Any.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun