Mohon tunggu...
Sarah Jauhari
Sarah Jauhari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

-

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Hak Pejalan Kaki Belum Jadi Prioritas Pemerintah Tangerang Selatan

25 Desember 2022   11:24 Diperbarui: 25 Desember 2022   11:27 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ruas trotoar yang digunakan untuk berjualan oleh pedagang  di daerah Tangerang Selatan | Foto: dokumentasi pribadi)


Lumrah rasanya bagi seseorang untuk mengendarai sepeda motornya demi pergi ke supermarket terdekat yang jaraknya hanya 500 meter. Opsi berjalan kaki sering kali diabaikan sebab dianggap merepotkan dan tidak memberikan kenyamanan. Salah satu faktor yang membuat berjalan kaki makin ditinggalkan masyarakat adalah tidak tersedianya fasilitas memadai yang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki.

Imbauan pemerintah kepada masyarakat untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum tampaknya hanya akan menjadi wacana belaka. Beberapa daerah memang tampak sudah mengusahakan adanya pedestrian. Akan tetapi, trotoar yang dibangun sering kali terkesan "sekadar ada" tanpa dibarengi pemeliharaan dan pengawasan. Salah satunya adalah pedestrian di sepanjang Jalan Raya Ceger, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Proyek pedestrian Jalan Raya Ceger dibangun dari APBD Kota Tangerang Selatan 2021 senilai 15 milyar. Pada awalnya, pembangunan pedestrian memberi harapan bagi pejalan kaki, sebab sekian lama jalan raya tersebut tidak dilengkapi trotoar. Akan tetapi, kehadiran trotoar tidak hanya membawa angin segar bagi pejalan kaki, tetapi juga para pedagang kaki lima (PKL).  Ruas pedestrian selebar kurang lebih 2 meter itu banyak digunakan oleh para PKL untuk berjualan dan tempat parkir kendaraan pribadi. Bahkan, tak jarang ruas trotoar terhalang oleh tiang-tiang listrik yang berdempetan Hal ini tentu mengganggu pejalan kaki, sebab lahan untuk berjalan makin sempit. Kios-kios PKL juga kerap seenaknya menghalangi guiding block, sehingga akan mempersulit masyarakat tuna netra yang melintas.

Masalah alih fungsi lahan trotoar menjadi tempat PKL berjualan telah menjadi masalah menahun yang terjadi di berbagai daerah dan hingga kini tak tampak titik terangnya. Bahkan, 2019 lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat mengeluarkan izin bagi PKL untuk berjualan di trotoar di beberapa daerah di Jakarta dengan menambah lebar ruas trotoar. Akan tetapi, kebijakan ini dikhawatirkan memicu normalisasi alih fungsi trotoar sebagai tempat berjualan di daerah-daerah lain yang lebar ruas trotoarnya hanya berkisar 2 meter. Mobilitas masyarakat kota yang masih didominasi kendaraan pribadi membuat alih fungsi trotoar tak bisa disamakan dengan kondisi di luar negeri yang mayoritas masyarakatnya berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik. Oleh karena itu, fungsi prioritas trotoar di Indonesia adalah menyediakan ruang mobilitas yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki.

Alih fungsi lahan trotoar menjadi tempat PKL berjualan tidak bisa sepenuhnya ditimpakan sebagai kesalahan para pedagang. Terdapat permasalahan sistematis mengenai ketersediaan ruang terbuka bagi pedagang untuk berjualan. Mahalnya harga sewa kios atau ruko menyisakan pilihan bagi PKL untuk berjualan di tempat yang tak dipungut biaya tetapi tetap strategis. Dalam hal ini, trotoar menjadi ruang yang menjanjikan bagi mereka. Pemerintah seharusnya dapat mempertegas peraturan terkait pemanfaatan ruang trotoar dan memberi lokasi alternatif bagi para PKL.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun