Mohon tunggu...
Saputro Wibisono Widodo
Saputro Wibisono Widodo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masih menjadi mahasiswa yang ingin membawa perubahan

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbedaan Karakter Diplomasi Luar Negeri Era Soekarno dan Soeharto

14 Oktober 2021   23:29 Diperbarui: 14 Oktober 2021   23:38 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diplomasi merupakan sebuah interaksi antar negara atau perwakilan resmi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Setiap era atau zaman bisa terjadi perubahan bentuk diplomasi. Indonesia dari awal merdeka sampai sekarang juga mengalami berbagai macam bentuk diplomasi mengikuti pemimpinnya. Di sini, saya ingin sedikit menjelaskan tentang diplomasi era Soekarno dan perbedaannya dengan era Soeharto.

Diplomasi era Presiden Soekarno, Pasca kemerdekaaan, Indonesia, sebagai negara baru masih mencari jati dirinya dan mencari pengakuan dari pihak luar untuk mengakui kemerdekaannya. Ada dua cara yang ditempuh oleh Presiden Soekarno dalam mendapat pengakuan internasional. 

Pertama adalah Indonesia melakukan interaksi-interaksi bilateral secara intens dan yang kedua adalah untuk mempertahankan kemerdekaan yang ingin direbut kembali oleh belanda dengan melalui perundingan-perundingan. Tujuan perundingan dengan belanda berlangsung dari tahun 1947-1949 itu adalah untuk mempertahankan kedaulatan wilayah Indonesia. 

Bilateral yang dilakukan Indonesia antara lain, dengan negara sekutu saat terjadi kekosongan pemerintahan Indonesia, Indonesia-India, Indonesia-Australia, Indonesia-Amerika, dan Indonesia-Uni Soviet.

Interaksi bilateral tersebut selain untuk mendapatkan pengakuan internasional juga bertujuan mendesak Belanda untuk mengakui dan meninggalkan wilayah kedaulatan Indonesia. 

Seperti yang dikatakan sebelumnya, jalan kedua yang ditempuh adalah dengan menyelenggarakan perundingan-perundingan dengan pihak belanda antara lain, Perundingan Hoge Veluwe. 

Perundingan ini berjalan dengan sengit tetapi pada akhirnya tidak mencapai kata sepakat karena adanya berbagai halangan dan perbedaan-perbedaan yang tidak bisa ditemukan titik tengahnya. 

Perundingan yang kedua adalah Perundingan Linggarjati yang juga berlangsung sengit dengan hasil akhir yang kemudian membuka pengakuan internasional untuk Indonesia. Pada tanggal 31 Maret 1947 Inggris mengakui secara de facto, disusul Amerika pada tanggal 23 April 1947. 

Pengakuan dari negara timur tengah juga banyak berdatangan, Mesir memberi pengakuan de jure pada 10 Juni 1947. Pengakuan de jure lainnya diberikan oleh Afghanistan pada 23 September 1947. 

Lebanon (pada 29 Juni 1947), Suriah (2 Juli 1947), Irak (16 Juli 1947), Arab Saudi (24 September 1947), dan Yaman (4 Mei 1948) memberi pengakuan secara de facto. Satu hari setelah Yaman, yaitu 5 Mei 1948, giliran Uni Soviet memberi pengakuan secara de facto. 

Pengakuan tersebut ternyata sudah menimbulkan efeknya setelah India dan Australia mengirim permintaan resmi terhadap DK PBB untuk membahas persoalan Indonesia. Pada tanggal 1 Agustus 1947, DK PBB memerintahkan untuk gencatan senjata yang berlaku pada tanggal 4 Agustus 1947. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun