Mohon tunggu...
Hb. Sapto Nugroho
Hb. Sapto Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup ini adalah Pikink ( Selalu senang dan bersyukur ), sementara tinggal di Tokyo

senang berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Keizoku"

11 Mei 2011   05:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:51 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini tanggal 11 Mei, genap dua bulan setelah gempa dan tsunami besar menimpa jepang (11 Maret 2011 ).  Masih jauh untuk dikatakan pulih kembali di daerah yang yang terkena langsung tsunami, akan tetapi usaha2 terus dilakukan dengan tidak henti-hentinya atau terus menerus ( "keizoku" dalam bahasa jepang berarti terus menerus atau kontinu ).  Masalah PLTN di Fukushima juga belum selesai, akan tetapi operator sudah bisa masuk ke ruang reaktor meski hanya beberapa jam karena radiasi masih terlalu tinggi.  Sementara penduduk di radius 20km dari reaktor juga belum bisa kembali ke rumahnya, namun demikian setelah dua bulan ini diberi kesempatan untuk menengok rumahnya mereka selama 2 jam ( tentu saja dengan menggunakan pakaian khusus dan masker khusus ). Mereka diperkenankan membawa barang yang diperlukan dari rumahnya. Pertimbangan terhadap PLTN juga terus menerus dipikirkan,  namun sementara ini jepang tidak bisa langsung berhenti dari penggunaan PLTN. Ada sejumlah 54 PLTN di jepang. Ada satu lokasi PLTN yang diputuskan untuk dihentikan yaitu PLTN Hamaoka di profinsi Shizuoka. PLTN ini terletak di pinggir laut dan dinilai sangat riskan juga bila terjadi bencana gempa dan tsunami karena belum ada pengamanan yang cukup ( seperti yang terjadi di Fukushima ) Tidak kalah penting dengan PLTN juga apa yang terjadi di daerah lain yang hancur atau rata dengan tanah. Di dearah yang hancur ini juga terus menerus ( keizoku ) dilakukan pemulihan,  pertama kali jalan2 dibersihakan dari reruntuhan atau puing2 bangunan atau barang2 lain, kemudian mulai dibangun kembali tiang listrik.  Jalan dan saluran listrik ke tempat penampungan pengungsi menjadi prioritas utama.  Pada tanggal 29 April 2011, di salah satu tempat pengungsian yaitu di SMA Shizugawa listrik sudah menyala.  Melihat keadaan yang sangat parah, dan butuh waktu yang sangat lama untuk membangun rumah masing2 keluarga, maka pemerintah mulai membangun rumah sementara di halaman sekolah ini. [caption id="attachment_108654" align="alignleft" width="600" caption="Puing/Reruntuhan yang disingkirkan sehingga jalan bisa dilewati untuk keperluan logistik dan perbaikan di tempat lain. Tiang listrik baru juga sudah mulai didirikan, meski di sekitarnya masih berserakan bekas rumah dan bangunan"][/caption] Kebetulan saya pernah ikut beberapa kali dengan group relawan dari Indonesia.  Relawan Indonesia ini berkumpul dari berbagai tempat di Jepang diantaranya :  Mito, Tsukuba, Tokyo, Yokohama, Shizuoka, Hamamatsu, Chiba.  Daerah yang dituju untuk dibantu yaitu di daerah pengunsian yang bernama Minami-SanrikuCho, profinsi Miyagi ( sebelah utara Fukushima ).  Karena sebagian besar anggota relawan ini tinggal di jepang selatan, maka tempat berkumpul dilakukan di kota yang bernama Tomobe  ( 150 km  di sebelah utara Tokyo).  Bantuan ke tempat pengungsian difokuskan degnan menyediakan makanan jadi dan bahan makanan lainnya termasuk sayuran dan buah2an.  Dalam pelaksanaan untuk persiapan makanan jadi ini, dibantu juga oleh kenalan beberapa orang jepang. Group relawan ini sudah 6 kali pergi ke lokasi dan menyediakan makanan dan memberikan bahan2 lainnya. Pertama kali group relawan datang ke pengungsian, maka semua masih tampak canggung, artinya belum terjadi komunikasi dengan pengurus di pengungsian apa lagi dengan penghuni di pengungsian itu.  Kedatangan yang kedua pun masih tidak jauh dari yang pertama, akan tetapi beberapa orang yang tinggal di pengungsian mulai mengajak omong dan beberapa orang sempat berfoto bersama ( kebanyakan ibu2 ). Saya sendiri baru ikut pada kunjungan ketiga.  Pada saat kunjungan ketiga ini, secara khusus kami diajak masuk ke salah satu ruangan staff atau pengurus di tempat pengungsian.   Dengan datang sampai ketigakali ini bagi mereka sungguh sangat mengherankan. Kami diajak duduk bareng, bahkan di beri minum kopi dan kue ( di tempat pengungsian banyak makanan bantuan akan tetapi mereka tidak bisa masak sendiri untuk membuat makanan hangat ).  Mereka bercerita bahwa banyak group yang datang memberi bantuan akan tetapi kebanyakan cuma satu kali datang.  Oleh karena itu mereka heran kenapa group ini kok datang terus menerus ( keizoku ).  Kepada kami mereka menanyakan nama masing2 kami dan menanyakan nama makanan Indonesia yang pernah dihidangkan yaitu "bubur ayam" dan "soto".  Ternyata mereka merasakan enak terhadap makanan Indonesia yang dihidangkan. Dalam pembicaraan di ruangan itu, lalu kami memberitahukan kedatangan kami selanjutnya sekaligus mereka "bahkan"  bertanya nanti mau "membawa makanan apa?".  Kami cukup heran juga dengan pertanyaan yang diajukan ini karena kami merasa sudah ada komunikasi yang lebih.  Karena lokasi tempat berkumpul (Tomobe) dan tujuan di pengungsian cukup jauh ( yaitu sekitar 6 jam naik kendaraan lewat jalan toll, atau sekitar 500-600 km), maka direncanakan kunjungan berikutnya kami akan menginap di dekat daerah pengungsian dengan mendirikan beberapa tenda.  ( Dalam situasi khusus ini, maka kami mendapat ijin mendirikan tenda meski bukan di area untuk kamping ).  Dengan sempat bermalam di dekat pengungsian ini maka cukup waktu untuk menyediakan makan siang dan cukup waktu untuk bisa membagikan makan malam ( selama ini makan malam hanya diserahkan ke pengurus dan kami terus pulang karena banyak anggota yang harus pulang karena kegiatan hari berikutnya ). Menyiapkan makanan untuk sekitar 300 s/d 500 orang cukup memakan waktu dan ini yang paling berat dalam kegiatan ini, makanya tidak hanya yang berangkat ke tempat pengungsian tetapi orang2 (termasuk orang jepang juga) yang menyiapkan sebelumnya sangatlah membantu.  Pengurus di tempat pengugnsian juga paham benar akan hal ini ( karena kebetulan dua pengurus di pengungsian pernah 20 tahun bekerja sebagai juru masak di restoran).  Setelah kami dua kali ikut menyediakan dan membagikan makan malam, kami baru tahu bahwa di tempat pengungsian itu selain pengungsi ada juga volunteer atau relawan lain yang tinggal menginap disitu dan juga ada "jietai" atau pasukan bela diri jepang yang diperbantukan di situ.  Makanan yang kami sediakan juga dibagikan ke volunteer disitu dan juga khusus untuk makan malam dibagikan juga ke "jietai".  Waktu kami bertemu dengan beberapa pasukan "jietai" itu, mereka juga menyapa tersenyum dan bilang "trimakasih dan enak". Sadar bahwa kami juga merasa lelah dan capek maka waktu kunjungan tanggal 5 Mei 2011 ( setelah menginap dari tgl 4 Mei ), kami memberitahukan ke pengurus bahwa untuk berikutnya kami belum tahu kapan. Pengurus sangat memahami ini. Dan yang sangat mengharukan, di luar dugaan kami, waktu kami pulang pengurus mengundang semua penghuni di pengungsian untuk keluar dan mengantar dengan lambaian tangan waktu kami pulang. Beberapa orang dari pengugnsi sempat berfoto bersama.  Pada saat kami naik kendaraan pulang dang melihat lambaian tangan dari mereka semua sungguh sangat mengharukan.  Mereka semua menyempatkan diri keluar dan melambaikan karena kegiatan kami yang "keizoku" atau terus menerus ( sampai 6 kali ) waktu itu. Perasaan "diterima" akan membuat suatu pengalaman batin yang mendalam dan  membuat terharu, dalam keadaan tidak bisa mengungkapkan kata2, maka kedua lambaian tangan akan mengucapkan "trimakasih atas semua penerimaannya", meski semua dalam keterbatasan masing2 tapi rasa bahagia itu ada di semua pihak. Akhirnya kendaraan kami meninggalkan mereka dengan rasa yang tak tergambarkan dengan kata2. Dalam perjalanan pulang kami sempat melewati beberapa daerah yang rumahnya tidak hancur karena posisinya di daearah yang agak tinggi. Kami sempat menemui 5 keluarga terdiri dari sekitar 25 orang. Mereka berani mulai kembali menempati rumah mereka meskipun aliran listrik belum menyala di rumah mereka ( listrik baru menyala di tempat pengungsian, tapi belum sampai ke rumah2 ).  Ada beberapa bahan sayuran dan beras sempat kami tinggalkan ke 5 keluarga tadi dan juga makanan hangat yang masih ada. Salam untuk teman2 semua dan terus menerus (keizoku) saling mendoakan. Usaha atau bantuan sedikit tapi terus menerus akan sangat berarti. [caption id="attachment_108660" align="alignnone" width="600" caption="Beberapa ibu2 di pengungsian yang mau befoto bersama. Di kanan tampak bahan makanan jadi dan sayuran yang disiapkan"][/caption] [caption id="attachment_108665" align="alignnone" width="600" caption="Foto kiri adalah rumah2 sementara yang sudah dibangun di halaman sekolah di tempat pengungsian. Gambar kanan adlah seorang ibu tua yang sudah berani kembali ke rumahnya meski listrik tidak ada dan air juga tidak ada ( air dikirim oleh pasukan beladiri ke rumahnya )"][/caption] [caption id="attachment_108687" align="alignnone" width="612" caption="Anak2 bermain bersama di lapangan, dan tampak dibelakang adalah bangunan rumah sementara yang sedang dibangun di area sekolah"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun