Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik "Tukar Guling" Afghanistan

17 Agustus 2021   07:58 Diperbarui: 20 Agustus 2021   23:55 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Taliban berkibar di wilayah Afghanistan (Detik)

Pemberitaan mengenai direbutnya ibukota Afghanistan, Kabul oleh Taliban sontak menjadi perhatian dunia. Bagaimana tidak setelah 20 tahun menetap Amerika Serikat dan sekutunya memutuskan menarik mundur seluruhan pasukannya dari Afghanistan, Taliban merangsek masuk dan merebut satu-persatu wilayah hingga akhirnya mereka berhasil menguasainya.

Banyak pihak yang menyayangkan situasi yang terjadi di Afghanistan sekarang ini. Jatuhnya Afghanistan ke genggaman Taliban dipandang sebagai kemunduran karena tidak sedikit resources yang dikeluarkan oleh AS dan sekutu demi negara kaya sumber minyak tersebut.

Dalam benak Penulis apakah ini salah strategi, blunder, ataukah kebodohan hingga Afghanistan jatuh ke genggaman Taliban? Bagaimana mungkin AS dan sekutu mundur dan menyerahkan Afghanistan ke kelompok yang mereka nyatakan sebagai "teroris" jika tidak ada udang di balik bakwan?

Namun kesepakatan AS dengan Taliban di Doha pada tahun 2020 saat dibawah kepemimpinan Trump mungkin bisa menjadi penerawang mengapa Afghanistan dapat dikuasai oleh Taliban. Dalam kesepakatan itu berisikan bahwa AS akan menarik semua pasukannya pada Mei 2021 dengan imbalan berbagai jaminan keamanan dari para militan.

Kemudian saat Biden menjadi Presiden, ia mendorong mundur batas waktu penarikan pasukan hingga Agustus 2021 dan tidak menetapkan persyaratan khusus bagi Taliban.

Berdasarkan informasi beredar, penarikan mundur pasukan AS merupakan politik tukar guling dimana dalam kesepakatan itu Taliban diminta untuk tidak menggunakan resources yang mereka miliki untuk menyerang AS dan sekutunya.

Dengan kata lain, apa yang terjadi di Afghanistan ini merupakan sebuah skenario panjang dan beresiko. Tetapi hal itu semua bukan tanpa sebab karena AS dan sekutu kini dihadapkan oleh masalah lain yaitu kondisi pandemi Covid-19 dimana berdampak pada roda perekonomian dunia serta agresi Cina di sisi timur Asia.

Diantara alasan diatas, satu isu hangat prihal jatuhnya Afghanistan ke genggaman Taliban ialah bocornya dokumen rahasia pejabat tinggi Afghanistan yang menyatakan bahwa konflik internal yang terjadi di Afghanistan mustahil bisa dimenangi oleh AS.

Bukti 20 tahun yang memperlihatkan Afghanistan tidak mengalami kemajuan walau dipimpin oleh pemerintahan yang disokong AS dan sekutu mungkin bisa menjadi gambaran bahwa agresi yang dilakukan AS dan sekutu amatlah sia-sia.

Penguasaan Taliban terhadap Afghanistan dimana mereka berjanji bahwa segala aspek akan dipenuhi seperti tidak akan menyerang wilayah yang lebih luas, menghormati hak-hak etnis minoritas, pemenuhan hak atas pendidikan yang layak dalam kerangka hukum Islam dan tradisi Afganistan boleh jadi akan memberikan warna baru pada masa depan negara tersebut. 

Hal yang menarik lain dari jatuhnya Afghanistan ke genggaman Taliban ialah bagaimana nasib tepi Barat Pakistan?

Sebagaimana informasi beredar, Hamas memberikan selamat sesaat Afghanistan jatuh ke genggaman Taliban. Hubungan Taliban dan Hamas bisa dikatakan harmonis, tetapi apakah hubungan ini menandakan akan terjadi perkembangan lebih lanjut konflik di tepi Barat Pakistan?

Bagaimanapun perkembangan kondisi di Timur Tengah sudah pasti akan terus dipantau oleh kekuatan dunia untuk memastikan hal yang tidak dikhawatirkan terjadi.

Tak sedikit yang menyimpulkan dengan apa yang terjadi di Afghanistan sekarang ini sebagai sebuah kemunduran. Tetapi kiranya kita harus melihat dari kaca mata lain, bagaimana bila kondisi ini secara mayoritas disetujui oleh masyarakat Afghanistan dan mereka yang menentang ialah pihak yang memang telah dipengaruhi oleh paham liberalisme. 

Bagaimana jika masyarakat Afghanistan menghendaki sebuah era kepemimpinan yang baru, sedangkan dikala saat genting pemimpin mereka justru kabur melarikan diri? Bagaimana jika masyarakat Afghanistan menghendaki hukum Islam berlaku disana, disaat negara lain seperti Arab Saudi dengan hukum Islam-nya tidak menemui kendala.

Dalam pengertian Afghanistan saat ini sedang mencoretkan sejarah baru dan sebagai warga dunia kita hanya berdoa dan berharap yang terbaik untuk mereka. Revolusi bukan hal yang tabu dalam proses terbentuknya negara yang solid, perubahan besar tidak selalu melahirkan hal buruk tetapi juga bisa mewujudkan apa yang ingin dicita-citakan dan mungkin untuk kebaikan bersama pula.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun