Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Bongkar Pasang Lajur Sepeda di Jakarta

1 Maret 2021   09:07 Diperbarui: 2 Maret 2021   03:31 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uji coba lajur Sepeda Sudirman-Thamrin (Dok Dishub DKI Jakarta via Kompas.com)

Sebagaimana dikabarkan bahwasanya jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman-Thamrin mulai diuji coba pada hari Jumat (26/2/2021).

Menurut Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta Rudy Saptari, uji coba akan berlangsung selama tahap penyempurnaan jalur sepeda permanen yang ditargetkan rampung akhir Maret 2021.

Jalur sepeda permanen yang direalisasikan di Jalan Sudirman-Thamrin disebut mengacu pada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di mana pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda dan pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.

Jalur sepeda permanen yang membentang sepanjang 11,2 kilometer dari Bundaran HI sampai dengan Bundaran Senayan tersebut mulai dipasangi pembatas beton berjenis pot bunga atau planter box yang menyambung satu sama lain seperti rantai. Selain memulai uji coba, Dishub DKI Jakarta juga mulai mengedukasi pengendara lain agar tidak menyerobot jalur sepeda.

Sebelum membahas mengenai lajur khusus bagi sepeda ini pertama-tama penulis sebagai warga mengapresiasi langkah Pemprov DKI Jakarta dalam upayanya membangun lajur sepeda di ibu kota.

Namun mengapresiasi langkah Pemprov DKI bukan berarti bahwa lajur sepeda seluruhnya baik, masih nampak kekurangan di sana-sini.

Merujuk pada lajur sepeda ada pertanyaan besar di balik tujuan mulianya dalam upaya mengedukasi masyarakat agar menggunakan sepeda sebagai pilihan moda transportasi dan sepeda sebagai alternatif dalam perjalanan first mile and last mile untuk menunjang kebijakan transportasi yang berorientasi transit yaitu apakah dilandasi data maupun fakta di lapangan?

Karena bilamana sekilas dilihat walau perencanaannya nampak matang tetapi seperti dipaksakan terealisasi. Sebagaimana pernah penulis ulas beberapa wilayah yang dilewati lajur sepeda seperti asal-asalan dibuat.

Sebagai contoh lajur sepeda di kawasan Fatmawati, Jl. Pintu 1 Senayan, Jl. Jenderal Ahmad Yani, di mana sebagian lajur sepedanya menyatu dengan trotoar. 

Jangan tanyakan soal kenyamanan bersepeda karena jelas tidak nyaman dan dapat bisa mengakibatkan cedera bagi pesepeda karena kontur trotoar yang tidak beraturan.

Kemudian jika Pemprov DKI Jakarta ditanya berapa banyak sih jumlah pesepeda di ibu kota? Mungkin mereka akan menjawab, banyak.

Akan tetapi apakah Pemprov DKI menganalisis terlebih dahulu apakah para pesepeda tersebut aktif atau menjadikan sepeda sebagai moda transportasi utama? Penulis kira tidak seluruhnya demikian.

Bila diamati mayoritas pesepeda ialah individu yang memanfaatkan sepeda sebagai sarana olahraga. Dengan kata lain, lajur sepeda umum dimanfaatkan bagi masyarakat yang berkegiatan olahraga tetapi bukan atau jarang sekali kepada mereka yang menggunakan sepeda semisal untuk pergi bekerja (Bike to Work). 

Fakta di lapangan menunjukkan bahwasanya transportasi roda dua dan roda empat masih menjadi moda transportasi favorit masyarakat.

Lalu soal jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman-Thamrin yang penulis nilai mubazir. Mubazir bukan arti tanpa manfaat karena adanya lajur sepeda tersebut tetap dapat digunakan oleh masyarakat umum.

Hanya saja yang jadi pertanyaan penulis, apakah Pemprov DKI tidak mengamati dengan cermat para pesepeda yang melewati Sudirman-Thamrin?

Adanya lajur permanen memang sangat membantu masyarakat yang ingin bersepeda melintasi kawasan tersebut, tetapi tidak bagi rekan-rekan pesepeda jenis road bike yang notabene memilih bersepeda di bidang jalan yang lebih luas.

Alasan memilih area bidang jalan yang lebih luas pun bukan tanpa alasan dikarenakan para pengguna road bike umum bersepeda secara berkelompok dan melaju dengan kencang. Lantas apakah lajur sepeda permanen di Sudirman Thamrin ini berlaku pula kepada mereka?

Selain dari sisi penggunaan, lajur permanen sepeda di Sudirman Thamrin ini pun penulis menilai tidak layak karena minimnya rambu-rambu keselamatan. Di beberapa titik lajur sepeda di wilayah tersebut bersinggungan dengan arah belokan kendaraan lain, alhasil bilamana baik pengguna sepeda maupun kendaraan bermotor lalai atau lengah maka memungkinkan terjadinya kecelakaan.

Secara kesimpulan banyak hal yang perlu dikaji ulang perihal lajur sepeda di ibu kota, jangan keberadaan lajur sepeda ini seolah-olah dipaksakan. 

Ada baiknya Pemprov DKI fokus kepada perbaikan kualitas jalan, di mana manfaatnya jelas dapat dirasakan oleh seluruh pengguna transportasi, tak terkecuali Jalan Sudirman-Thamrin yang banyak tambalan.

Demikian artikel penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

___

Sumber : Kompas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun