Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sinetron, Dibenci tapi Sayang

26 Agustus 2019   13:45 Diperbarui: 26 Agustus 2019   14:45 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nonton sinetron (Sumber: www.freepik.com)

Apabila ada pertanyaan program televisi apa yang paling tidak disukai? Mungkin saja segelintir orang akan menjawab, sinetron. 

Ya entah ada apa dengan sinetron di tanah air sekarang ini (pasca era millenial), sinetron seolah menjelma menjadi sosok yang begitu dibenci oleh sebagian pemirsa televisi. 

Bukan bermaksud mengeneralisir, sinetron-sinetron saat ini dinilai sudah tidak memenuhi unsur hiburan lagi dikarenakan beberapa alasan seperti, walau sinetron dikategorikan sebagai karya fiksi, akan tetapi ceritanya terkadang melebihi batas nalar, mempertontonkan prilaku yang buruk serta gaya hidup hedoisme, tidak baik bagi perkembangan kepribadian anak, dan lain sebagainya.

Bisa dibilang ada seribu satu alasan orang untuk membenci sinetron, namun pertanyaannya kenapa masih saja tayang di televisi?

Percaya enggak percaya pada kenyataannya sinetron pernah menemui masa keemasannya sekitar tahun 90' hingga awal tahun 2000-an. 

Beberapa sinetron begitu ikonik bahkan hingga sekarang, seperti "Si Doel Anak Sekolahan" dengan para tokoh populernya Babe Sabeni, Mak Nyak, Si Doel, Mandra, Atun, dan kemudian "Keluarga Cemara" karya alm. Arswendo Atmowiloto. 

Beberapa begitu fenomenal seperti "Siti Nurbaya" (pemeran Novia Kolopaking, Gusti Randa, HIM Damsyik), "Si Manis Jembatan Ancol" (pemeran Diah Permatasari dan Ozy Saputra), "Tersanjung" (pemeran Lulu Tobing, Jihan Fahira), dan lain sebagainya. 

Penulis pun pernah menjadi penggemar program sinetron-sinetron lainnya, seperti "Fatimah" (pemeran Chiata Hendrayani dan Yurike Prastika), "Noktah Merah Perkawinan" (pemeran Cok Simbara dan Ayu Azhari), dan "Jangan Ucapkan Cinta (pemeran Ari Wibowo, Maudy Koesnaedi, Dian Nitami), dan masih banyak lainnya. 

Sinetron-sinetron tersebut bukan sekadar sarana hiburan, tetapi dahulu sinetron berfungsi pula sebagai sarana untuk mempererat hubungan bersama keluarga di waktu senggang.

Kembali lagi pada pertanyaan, mengapa sinetron saat ini seolah begitu dibenci tetapi masih bertahan?

Mungkin beberapa jawaban sudah pernah penulis jawab dalam Kompasiana ini pada artikel dengan judul "Sulitnya Membinasakan Sinetron". Ya karena kita tidak bisa sangkal bahwa sinetron merupakan wadah dari lapangan pekerjaan. 

Televisi sebagai sarana mempererat keluarga (hellosehat)
Televisi sebagai sarana mempererat keluarga (hellosehat)

Jika kita telusuri, berapa Sumber Daya Manusia yang terjun di dalamnya? Wah banyak sekali, dari bintang utama sampai figuran, crew hingga make up artist, dan sebagainya-sebagainya. 

Kenapa penulis sampai tahu? Karena penulis menyaksikannya sendiri di mana kebetulan di wilayah tempat penulis tinggal menjadi tempat produksi sebuah sinetron.

Kemudian kita tidak bisa sangkal bahwa memang benar ada kalangan masyarakat yang tidak suka dengan kualitas sinetron sekarang ini, akan tetapi kita juga tidak bisa menyangkal bahwa tak sedikit masyarakat yang masih gemar menonton sinetron walau dengan kemungkinan resiko dampak buruk yang disebabkan.

Loh kok bisa penulis berkata demikian? Mungkin bagi Anda-Anda yang hidup di daerah perkotaan dipenuhi rutinitas kesibukan tiada henti menganggap bahwa sinetron merupakan barang usang layak dibuang. Tetapi untuk sebagian orang nyatanya mereka yang hidup di pedesaan atau pelosok di mana televisi masih menjadi primadona sebagai media utama untuk mereka mendapatkan informasi dan hiburan, boleh dikata sinetron menjadi program yang dinantikan setiap hari.

Apa mereka yang menggemari sinetron tidak punya kesibukan? Tidak, mereka punya kesibukan rutinas pekerjaan. Apakah mereka tidak khawatir dampak buruk dari sinetron? Ya mereka sama-sama khawatir, akan tetapi yang menjadi perbedaan mendasar ialah mereka lebih dahulu membentengi diri mereka dengan akhlak dan iman. 

Sebagian masyarakat yang menggemari sinetron, penulis melihat mereka lebih dewasa dalam menanggapi bahwa sinetron ialah produk hiburan dan fiksi dalam apa yang terkandung di dalamnya hanya sebuah rekaan dan oleh karena itu tak terlalu dianggap serius. 

Bahkan layaknya seperti fungsi sinetron dahulu yang mampu mempererat hubungan antar keluarga. Sedangkan penulis yang antipati terhadap sinetron malah dijauhi karena mereka justru khawatir akan dapat nasihat perihal dampak negatif sinetron. Hehehe.

Dan alasan yang terakhir ialah sebagaimana penulis pernah sampaikan pada saat menghadari acara temu antara publik dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bahwasanya tidak disanggah benar adanya peningkatan pada kekhawatiran masyarakat terhadap kualitas program sinetron yang tayang di televisi. Namun permasalahannya ialah mengganti sebuah program dengan program yang lain bukanlah proses yang mudah bagi stasiun televisi.

Kita sebagai penonton boleh saja merajuk meminta KPI memberhentikan program sinetron dan KPI menindaklanjuti agar stasiun televisi mengganti dengan program yang lain. 

Pertanyaannya apakah ada jaminan bahwa kualitas program yang menggantikannya (sinetron) punya kualitas baik atau membawa dampak positif bagi pemirsa? Karena penulis bukan cenayang, nampaknya hal tersebut sulit untuk diterawang.

Secara kesimpulan wujud sinetron sekarang ini memang menjadi polemik di masyarakat bahwa benar ada yang tidak suka tetapi ada pula yang menggemarinya. 

Sisi teknis dari pengawasan KPI dan seleksi program oleh stasiun televisi kita tidak bisa pungkiri memiliki faktor penting mengenai kualitas sinetron yang tayang di televisi.

Lantas di mana permasalahannya? Boleh jadi mungkin saja ini jadi bahan interopeksi bagi mereka yang menjalani proses produksi sinetron agar buatlah sinetron yang materi di dalamnya masyarakat gemari. 

Oke bolehlah mereka beralasan materi-materi dalam sinetron disesuaikan dengan zaman atau kondisi saat ini, akan tetapi kalau materi yang ada saat ini dinilai buruk oleh sebagian masyarakat maka pertanyaannya apakah materi yang baik (positif) yang bisa ditunjukkan ke masyarakat sudah tidak ada lagi ataukah memang anda-anda krisis kreativitas? 

Demikian artikel penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun