Mohon tunggu...
San Ridwan Maulana
San Ridwan Maulana Mohon Tunggu... Dosen, ASN Kemenag RI

Ketua IPARI (Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia) Kota Tangerang Selatan, Wasekjend DPP PK-Tren Indonesia, Pengurus DPW ISNU Banten, Pengurus DPP Majelis Dai Kebangsaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghidupkan Dakwah Walisongo di Era Digital: Antara Warisan Spiritual dan Kreativitas Zaman

5 Agustus 2025   10:39 Diperbarui: 5 Agustus 2025   10:39 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menghidupkan Dakwah Walisongo di Era Digital: Antara Warisan Spiritual dan Kreativitas Zaman

Dakwah Walisongo bukan sekadar bagian dari sejarah Islam Nusantara---ia adalah model peradaban yang membaurkan spiritualitas, budaya, dan strategi sosial dalam satu harmoni. Di era digital ini, semangat Walisongo perlu dihidupkan kembali dalam format yang relevan: kreatif, terbuka, dan tetap bersandar pada akar hikmah Islam.

Dakwah yang Membumi dan Membuka Hati

Walisongo berdakwah bukan dengan kekuasaan, tapi dengan kelembutan. QS. An-Nahl: 125 menjadi fondasi: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan nasihat yang baik, dan berdialoglah dengan cara yang paling baik."  

Sunan Kalijaga, misalnya, menghadirkan gamelan Sekaten (dari syahadatain) dan tembang-tembang bertema spiritual sebagai media yang meresap ke dalam jiwa masyarakat Jawa.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin (Darul Ma'rifah, Beirut, 2005, Jilid 2, hlm. 342--345) menekankan pentingnya al-hilm---kelembutan hati sebagai senjata utama dakwah. Ibnul Hajj al-Maliki dalam Al-Madkhal (Darul Fikr, Kairo, 1981, hlm. 112--115) bahkan menyarankan para dai untuk memahami adat dan budaya sebelum menyampaikan Islam.

Seni dan Simbol sebagai Bahasa Dakwah

Dakwah Walisongo merayakan estetika: wayang, batik, tembang, dan bahkan baju takwo (taqwa) dijadikan simbol-simbol Islam yang membumi. Risalah Qusyairiyah karya Imam Al-Qusyairi (Darul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 1990, hlm. 221--223) menyebut simbol sebagai "cahaya tersirat" yang membantu manusia memahami nilai-nilai tinggi.

Agus Sunyoto melalui Atlas Walisongo (Iman Publishing, Jakarta, 2012, hlm. 48--59) mengurai strategi sinkretisme kultural yang dijalankan Walisongo---suatu bentuk indigenisasi dakwah yang elegan dan berjangka panjang.

Akhlak Sosial dan Keteladanan Nyata

Sunan Drajat dikenal dengan prinsip mikul dhuwur mendhem jero---memuliakan sesama dan menyembunyikan aib. Beliau mendirikan pesantren di pesisir Lamongan dan aktif membela masyarakat miskin serta korban penjajahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun