Mohon tunggu...
PK SANHAN LAN RI
PK SANHAN LAN RI Mohon Tunggu... -

Pusat Kajian Sistem Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara / Deputi Kajian Kebijakan / Lembaga Administrasi Negara RI

Selanjutnya

Tutup

Politik

MoU Aduan Korupsi di Daerah: Penguatan APIP Vs Potensi Pembebasan Koruptor

14 Maret 2018   14:56 Diperbarui: 14 Maret 2018   15:01 1815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Calon Peneliti & Analisis Kebijakan LAN RI (tangkapan layar dari YouTube)

Kementerian Dalam Negeri, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tentang penanganan pengaduan masyarakat terkait indikasi korupsi pada 28 Februari 2018. Tujuan ditandatanganinya MoU aduan korupsi di daerah salah satunya adalah untuk menguatkan komitmen pencegahan korupsi, dengan terbentuknya sinergi antara APIP dengan APH. 

Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam MoU tersebut adalah adanya wewenang APIP untuk menindak dugaan tindak pidana korupsi secara internal kelembagaan sebelum dilimpahkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Polri dan Kejaksaan. Poin ini kemudian menimbulkan polemik, karena di satu sisi aturan ini merupakan bentuk peningkatan kewenangan APIP, dan merupakan implementasi amanat UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Di sisi lain, aturan ini dinilai dapat melemahkan peran APH dalam menindak dugaan tindak pidana korupsi, sekaligus 'membebaskan' koruptor, karena APIP dinilai belum netral dan masih mendapat intervensi yang kuat dari pejabat daerah.

Dengan demikian MoU tersebut menjadi polemik di kalangan masyarakat dikarenakan kurang kuatnya posisi APIP yang berpotensi dapat meloloskan aparatur atau pejabat daerah yang terindikasi melakukan korupsi dengan dalih perbuatannya tersebut hanya melanggar perbuatan administratif. Selain itu, adanya kelonggaran dalam melakukan pengawasan dan penegakkan hukum terhadap pelaku korupsi. Hal ini melihat salah satu poin dari MoU dimana berkaitan dengan pemerintah yang terindikasi melakukan tindakan korupsi dapat dipertimbangkan hukuman yang diterimanya apabila yang bersangkutan dapat mengembalikan besaran jumlah uang yang dikorupsi dan dianggap merugikan negara.

Isu Kebijakan

Terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi, sebenarnya APH, yaitu Kejaksaan maupun Kepolisian telah memiliki mekanisme masing-masing. Namun, melihat urgensi pemberantasan korupsi, maka Kemendagri memandang perlu untuk  membentuk sinergi antara Kemendagri, dalam hal ini APIP, dengan APH. Terkait MoU aduan korupsi ini sendiri, menurut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, prinsipnya tetap saling menghormati dan tidak dapat mengintervensi kewenangan masing-masing lembaga.

Tugas APIP sendiri mengalami perubahan sejak diberlakukannya UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (AP), dan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan APIP telah diperluas, dari hanya dalam ranah administratif, kemudian juga berwenang untuk melakukan audit perhitungan keuangan negara, serta mengkaji ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tindakan dan/atau kebijakan Pejabat Pemerintahan. UU AP juga mengamanatkan agar APIP mampu menghasilkan kesimpulan apakah kesalahan yang dilakukan oleh ASN atau Pejabat Pemerintahan masuk ranah pidana atau hanya permasalahan administratif saja. Adapun kesalahan administratif yang dimaksud , dikutip dari pasal 7 MoU Aduan Korupsi mempunyai kriteria sbb :

  1. Tidak terdapat kerugian keuangan negara/ daerah
  2. Terdapat kerugian negara/daerah dan telah diproses melalui tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan paling lambat 60hari sejak laporan hasil pemeriksaan APIP atau BPK diterima oleh pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK
  3. Merupakan bagian dari diskresi, sepanjang terpenuhi tujuan dan syarat-syarat digunakannya diskresi atau
  4. Merupakan penyelenggaraan administrasi pemerintahan sepanjang sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik

Dengan disepakatinya MoU ini diharapkan APIP dapat membangun sistem pencegahan korupsi yang baik, terutama di daerah. Selama ini, secara struktural APIP berada di bawah Bupati atau Gubernur. Hal ini yang kemudian menimbulkan hambatan ketika terjadi dugaan pelanggaran oleh kepala daerah.

Adapun untuk mekanisme koordinasi, ketika muncul aduan masyarakat tentang dugaan korupsi, Bareskrim Polri akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan APIP, untuk kemudian APIP meneliti ke dalam. Jika setelah diselidiki ternyata dugaan tersebut adalah pelanggaran administrasi, maka akan ditindak lanjuti secara internal kelembagaan. Namun, bila dugaan tersebut merupakan tindak pidana maka APIP akan menyerahkan kepada KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian. Dengan demikian, peran APIP sebagai pencegah dapat berjalan dengan baik. Ketika dugaan pelanggaran administratif telah terdeteksi, APIP dapat segera mengingatkan kepala daerah yang bersangkutan. Mekanisme ini diharapkan dapat mengurangi anggaran penyidikan yang harus dikeluarkan oleh APH, serta mempercepat proses penyidikan. Di sisi lain, penguatan APIP melalui MoU ini juga dapat memberi jaminan keamanan kepada para ASN maupun kepala daerah, untuk tidak takut dipidana ketika membuat kebijakan atau inovasi baru.

Dengan berbagai tujuan positif tersebut, nyatanya mekanisme penindakan aduan korupsi yang disepakati dalam MoU ini masih diragukan efektifitas implementasinya. Salah satunya adalah pasal dalam MoU yang disinyalir dapat menjadi celah lebar untuk lolosnya para koruptor daerah adalah pasal 7 point b (MoU) yang berbunyi "Terdapat kerugian negara/daerah dan telah diproses melalui tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan paling lambat 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan APIP atau BPK diterima oleh pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK".  Pasal ini mengatur apabila aparatur atau pejabat pemda terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan ia kemudian membayar ganti rugi sejumlah uang hasil korupsi tersebut maka hal tersebut dinyatakan selesai dengan kata lain terbebas dari tuntutan pidana. Hal ini  justru bertentangan dengan UU Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999 pasal 4 yang berbunyi "Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak  menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Belum optimalnya peran APIP, karena ketiadaan regulasi yang lebih tinggi (PP atau UU), juga membuka potensi penyalahgunaan wewenang oleh APIP untuk 'membebaskan' pejabat atau ASN daerah yang benar-benar melakukan tindak pidana korupsi. Peran APIP dalam mekanisme tersebut sebagai gerbang pertama untuk melakukan screening terhadap aduan dugaan korupsi oleh pejabat daerah dari masyarakat akan terbentur dengan posisinya sebagai bawahan Kepala Daerah. Potensi 'kongkalikong' antara SDM APIP dengan ASN atau pejabat daerah untuk menghentikan penyelidikan terhadap aduan dugaan korupsi akan terbuka lebar.

Selain itu, banyaknya pihak yang terlibat dalam mengurus suatu aduan tindak pidana korupsi juga patut dipertimbangkan, dengan terlibatnya APIP tentu saja menjadikan APH tidak bisa langsung bertindak dalam menyelidiki aduan tersebut yang dikhawatirkan akan memperlama proses penyidikan dan tumpang tindih aturan dalam mengurusi perkara tersebut, bisa jadi hal ini dijadikan "selimut" bagi para pelaku untuk berdalih bahwa korupsi yang dilakukan hanyalah tindakan pelanggaran administratif semata. Terkait hal ini, Inspektorat Jenderal Kemendagri telah memberi penjelasan bahwa apabila seseorang sudah ditetapkan tersangka atau tertangkap tangan melakukan korupsi, maka proses pidana tetap dilanjutkan dan tidak dapat diklasifikasikan administrasi meskipun yang bersangkutan telah melakukan pengembalian keuangan negara.

Rekomendasi Kebijakan  

Melihat adanya kontradiksi antara potensi penguatan APIP dengan potensi 'pembebasan' koruptor dalam MoU aduan korupsi ini, berikut terdapat beberapa rekomendasi kebijakan terkait isu ini:

Regulasi untuk menjamin kemandirian dan akuntabilitas APIP perlu segera disahkan.

Regulasi terkait penguatan peran APIP, termasuk perubahan struktur APIP agar berada di atas Kepala Daerah memang tengah dirumuskan. Ke depan diharapkan regulasi dapat dibuatkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau Undang-undang (UU). Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyampaikan bahwa draf regulasi penguatan APIP telah diserahkan  kepada Presiden, dan menunggu rapat terbatas kabinet untuk diputuskan. Sejauh ini regulasi terkait peningkatan kapasitas dan wewenang APIP hanya diatur dalam peraturan menteri (Permen), diantaranya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 71 tahun 2015 tentang Kebijakan Pengawasan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahun 2016, dan Permendagri No. 110 tahun 2017 tentang Kebijakan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahun 2018.

Adapun revisi Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2016 yang tengah berlangsung, perlu juga untuk segera di finalisasi. Revisi PP ini menjadi penting karena salah satunya mengatur soal tugas dan wewenang APIP. Jika nanti disahkan, posisi APIP bakal setara dengan Sekretaris Daerah, dalam artian laporan investigasi APIP di tingkat kabupaten akan diserahkan kepada Gubernur, bukan lagi kepada bupati, dan laporan di tingkat provinsi akan diserahkan kepada Mendagri, bukan kepada Gubernur.

Perlu ada Keterlibatan KPK dalam penyusunan regulasi maupun kesepakatan terkait pencegahan korupsi.

Sebaiknya baik APIP maupun APH tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak korupsi dalam membuat kesepakatan, maupun tindakan penjatuhan hukuman terkait tindak pidana korupsi agar terciptanya suatu kesatuan hukum yang kuat. Kerjasama antara berbagai pihak Kementerian/Lembaga dalam upaya mendorong terciptanya suatu ketertiban hukum tentunya merupakan tindakan yang patut dilakukan namun hal yang disepakati dalam kerjasama tersebut  tidak boleh bertentangan dengan undang-undang tertinggi yang telah berlaku. Oleh karena itu, perlu peninjauan kembali MoU aduan korupsi ini dengan mempertimbangkan keiikutsertaan KPK dalam membuat kesepakatan terkait tindak pidana korupsi.

Referensi

Strategi Pengembangan Kompetensi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah

(APIP) Dalam Rangka Implementasi UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara (PKSHAN), Lembaga Administrasi Negara.

MoU APIP dengan Penegak Hukum Bukan untuk Melindungi Koruptor;

Kemendagri -- Polri - Kejaksaan Teken MoU Soal Aduan Korupsi;

Kuatkan Pencegahan Korupsi Itjen Kemendagri Teken MoU dengan Polri dan Kejagung;

Draf Regulasi untuk Penguatan APIP Sudah Diserahkan ke Presiden;

transparency.org

Kabareskrim: Soal Pengembalian Uang Korupsi Opini Pribadi Saja;

KPK Kerjasama dengan Kemendagri Bangun Tata Kelola Pemda;

Menteri Tjahjo Siapkan Aturan Inspektorat Bisa Bantu KPK;

Oleh : TISA LESTARI, ALFINA FEDORA KOTTA, SASTIA YUNANTA PUTRI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun