Mohon tunggu...
dadi kristian
dadi kristian Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan dan Petani, menyukai ekonomi

hanya seorang penanam tomat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Apakah Anti Jokowi = Melanggar Hukum?

17 Oktober 2018   08:50 Diperbarui: 17 Oktober 2018   09:19 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ageofshitlords.com

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang (pasal 28, UUD 1945).

Apakah anti Jokowi otomatis melanggar hukum?, apakah siapapun yang menyatakan pendapatnya bahwa dia tidak setuju jika Jokowi jadi Presiden (lagi) otomatis dianggap melanggar hukum dan dapat diperiksa polisi. Bagaimana seandainya SBY, Prabowo, Surya Paloh, Megawati atau siapapun yang (suatu saat) jadi presiden. Apakah mengungkapkan pandangan politik anti Presiden SBY, anti Presiden Prabowo, anti Presiden Surya Paloh berhak dibuly, dipanggil Bawaslu, dihancurkan kariernya hanya karena dia menganggap presiden yang sedang berkuasa saat itu tidak layak memerintah dan harus diganti?. Apakah dapat dibenarkan penghadangan  terhadap seorang akademisi untuk berbicara di kampus hanya karena pandangan politiknya tidak sejalan dengan presiden yang sedang berkuasa?

Ini bukan hanya tentang Jokowi, Prabowo, Megawati atau siapapun, tapi ini tentang prinsip demokrasi kita. Sebagai negara demokrasi setiap warga negara mempunyai kebebasan untuk berpendapat tanpa sensor dan pembatasan, termasuk  berhak setuju atau tidak setuju dengan tokoh politik tertentu. Hanya di era pemerintahan ini persekusi terhadap pihak oposisi dan individu penentang pemerintah banyak terjadi.

Kekuasaan cenderung korup, kekuasaan absolut pasti korup. Oleh karena itu, oposisi wajib hadir di sebuah negara untuk menjadi penyeimbang pihak  berkuasa. Oposisi bisa berbentuk partai di parlemen, LSM, atau individu biasa yang hanya tidak puas dengan kondisi saat ini.

Negara yang mengaku demokratis tidak boleh menghukum pelaku kritik terhadap lembaga negara, pihak pemegang kekuasaan dan korporasi besar, bahkan jika kritik tersebut berupa fitnah dan hoax. Karena lembaga negara, tokoh pemegang kekuasaan dan korporasi besar mempunyai sumber daya untuk menangkis semua tuduhan tadi. Lagi pula, Masyarakat sudah cukup cerdas untuk memilah mana fakta mana fitnah. Fitnah dan hoax akan hilang sendiri dengan penjelasan dan kinerja yang baik. Tuduhan, serangan, fitnah hanya bisa dituntut jika yang difitnah adalah individu biasa, itupun harus dibuktikan jika tuduhan tersebut benar-benar merugikan secara materi atau fisik.  

Hukuman terhadap pelaku kritik hanya akan membuat warga negara takut untuk mengungkapkan pandangannya. Jika warga suatu negara sudah takut mengungkapkan suaranya maka tinggal tunggu waktunya negara menjadi negara dengan penguasa diktator. Pemerintah Soekarno dan Soeharto secara pelan tapi pasti menjadi pemerintahan diktator dengan membungkam semua kritik dan oposisi. Jika negara ini sudah menjadi negara diktator hanya tinggal menunggu waktu untuk jatuh.

"if the freedom of speech is taken away then dumb and silent we may be led, like sheep to the slaughter" (George Washington) 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun