Mohon tunggu...
Sang Nanang
Sang Nanang Mohon Tunggu... -

Manungso tan keno kiniro!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tahta Tuhan di Bawah Selang-selang

27 Oktober 2013   04:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:59 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari pertama turut kungkum ngangsu kawruh di pinggiran Kali Danalube tentu banyak hal baru ditemui. Di tengah kesempatan rehat rolasan alias makan siang, naluri religiusitas saya secara reflek membisikkan diri untuk sholat Dzuhur sebagaimana biasanya dilakukan. Karena tidak tahu kiblat arah utara-selatan maupun timur-barat, ngendi lor ngendi kidul, akhirnya saya bertanya kepada seorang mbak-mbak yang kebetulan waktu itu berada di meja informasi dan registrasi.

Miss, is there some prayer room for muslim in this area?” saya mengajukan pertanyaan.

Si Mbake, demi mendengar pertanyaan tersebut spontan merasa aneh meskipun tanpa mengurangi rasa antusiasme untuk membantu memberikan informasi yang saya butuhkan. Sangat mungkin dan bisa jadi ia belum pernah beruntung mendapatkan pertanyaan serupa dari para tamu-tamunya. Dengan sambil berpikir serius ia berkata, “Hmmmm, good question. But, I’m sory I am not sure about that. I think in F building”.

Yo wislah, mau bertanya kepada siapa lagi. Sudah mencoba bertanya kepada tempat yang benar tetapi malah semakin ragu dan mangu-mangu. Kompleks perkantoran Vienna International Center menempati area yang sangat luas. Beberapa organisasi PBB penting bermarkas di area tersebut. Secara keseluruhan mungkin luasnya melebihi dusun kami di pinggir gunung Merapi sana. Sebagai identifikasi, masing-masing gedung diberikan nama dari huruf A hingga F, termasuk gedung M. Tentu saja tidak mudah menemukan satu titik lokasi di tengah minimnya informasi detail mengenai setiap lantai dan setiap ruang yang semestinya tersaji pada sebuah denah di sisi masuk gedung. Hingga agenda hari itu berakhir, saya terpaksa masih menunda sholat Dzuhur, bahkan juga Asarnya. Begitu lonceng pulang dibunyikan, maka saya bertekad langsung pulang menuju tempat menginap dan sesegera mungkin sholat.

Hari ke dua, saya sengaja sudah sangu sajadah. Bila di hari itu juga mushola atau setidaknya ruang khusus sholat tidak saya ketemukan, saya berniat sholat di pojokan teras yang sepi dan jarang dirambah orang. Namun demikian naluri saya mengatakan harusnya ada sekedar ruang kecil yang difungsikan sebagai mushola, paling tidak diantara sekian ribu staf ataupun tamu di VIC, pasti ada juga orang Islamnya yang perlu difasilitasi untuk sekedar sholat.

Hari tersebut saya sengaja datang agak lebih awal. Niat ingsun ingin mengeksplor Gedung F, sebagaimana dikatakan si Mbak sehari sebelumnya. Dari ruang loby utama saya jelajahi beberapa koridor dan beberapa lantai. Yang saya temukan hanyalah deretan ruang kantor dan ruang pertemuan. Di Gedung F tidak ada satu keterangan atau petunjuk khusus yang mengarah kepada adanya ruang sembahyang. Jam sepagi itupun belum banyak petugas ataupun orang yang datang dan bisa dimintai keterangannya. Ya, sudah. Saya agak pesimistis sebagaimana si Mbak kemarin juga kurang yakin memberikan keterangan.

VIC6
VIC6

Hari ke dua tersebut, ndilalahnya jam istirahat siang sedikit lebih lama. Waktu yang lebih longgar, tentu saja saya ingin menuntaskan pencarian saya. Selepas makan siang di kafetaria yang kebetulan juga berada di Gedung F, saya mencoba bertanya kepada seorang satpam yang kebetulan melintas. Berbeda dengan si Mbak kemarin, satpam ini dengan yakin memberitakan bahwa prayer room ada di lantai -1, alias turun satu lantai dari tempat kami berada.

Sayapun kemudian turun lift. Lantai -1 tentu saja berupa basement. Sepi suasana di sana. Hanya satu dua orang melintas. Ada petugas kebersihan, petugas laundry, atau tidak tahulah saya. Masih tidak menemukan tanda-tanda dan petunjuk arah khusus, saya akhirnya berjalan ngalor-ngidul ngetan bali ngulon, dan nggak ketemu juga.

Saat seorang ibu-ibu petugas kebersihan melintas, saya tanya lagi tentang prayer room. Dengan ramah si ibu tersebut menyatakan tidak tahu. Yo wis, saya jalan lagi meneruskan penjelajahan. Beberapa saat kemudian ada seorang setengah baya, seorang petugas laundry tengah mendorong gerobag berisi tumpukan kain-kain. Saya berhentikan dia, dan bertanya lagi, “Excuse me Sir. Where is prayer room for muslim in this building?”

Dianya justru menggeleng seraya berkata, “No English! Duch please.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun