Mohon tunggu...
Sang Nanang
Sang Nanang Mohon Tunggu... -

Manungso tan keno kiniro!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Muntilan Dalam Layar Lebar

5 November 2012   07:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:57 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muntilan sebuah kota kecamatan di tengah jalur Jogja – Borobudur. Meskipun hanya berstatus sebagai ibukota sebuah kecamatan, Muntilan adalah kota terbesar dan teramai di Magelang. Muntilan menjadi pusat perkembangan pembangunan yang sangat pesat di wilayah Kabupaten Magelang. Dari sektor ekonomi, pendidikan, wisata, hingga hiburan, Muntilan menyediakan fasilitas yang cukup lengkap. Muntilan menempati posisi yang sangat strategis di jalur utama pulau Jawa yang menghubungkan Semarang dan Jogjakarta.

Muntilan masuk televise? Akh, tentu sudah sering dan tidak luar biasa. Lihat saja pada saat terjadi erupsi gunung Merapi yang terbesar di sepanjang sejarah republik ini pada 2010 lalu, hampir setiap hari muncul pemberitaan yang berkaitan dengan Muntilan dan sekitarnya. Nah, kalau wilayah di sekitar Muntilan diangkat ke layar lebar, menjadi sebuah film yang ditayangkan di bioskop-bioskop seluruh penjuru negeri, pernah mendengar atau melihatnya?

Beberapa kali, beberapa film layar lebar memang pernah mengangkat setting lokasi di sekitar wilayah Muntilan. Akan tetapi dari segi jumlah produk sinema yang ada bisa dibilang masih sangat sedikit kalau mau mencari yang berkaitan dengan kota Muntilan. Film terakhir yang mengkaitkan kota Muntilan diantaranya film “Soegiyopranoto” yang mengisahkan awal mula masa pendidikan sosok yang kemudian didaulat oleh Vatikan untuk menjadi Uskup Agung yang ternama di tanah air. Bagaimana dengan film yang berkisah dan mengangkat cerita seputar dunia bocah? Film yang dibintangi Joshua kecil sekitar sepuluh tahun yang lalu sepertinya menjadi film yang bisa dikenang berkaitan dengan Muntilan.

Namun beberapa waktu telah diluncurkan film yang banyak mengekspose keindahan alam di sekitar Muntilan yang masih asri, ijo royo-royo dengan tanaman padi yang sedang sumilir itu. Film tersebut berjudul “Cita-cita Setinggi Tanah”, disutradarai oleh Eugene Panji yang sebelumnya lebih dikenal sebagai penggarap video musik. Dilihat dari judul filmnya, seperti ada yang aneh, janggal, alias tidak umum. Bukankah ungkapan yang umum kita kenal selama ini adalah “menggantungkan cita-cita setinggi langit”, lha kok ini cita-citanya hanya setinggi tanah! Penasaran? Justru rasa penasaran itulah yang sengaja ingin digunakan oleh penulis cerita film ini untuk memancing minat penonton.

Dengan mengambil judul ungkapan yang melawan arus, film ini bertujuan untuk membuka kesadaran semua penontonya bahwa sebuah cita-cita sebenarnya menjadi bermakna dan berharga bukan dari ketinggiannya, tetapi justru bagaimana cita-cita itu bisa memotivasi, menginspirasi, menjadi daya dan energy bagi seseorang untuk mewujudkannya menjadi sebuah kenyataan. Bukan sekedar kata-kata indah, muluk, mengawang-awang, namun berujung hanya kepada sebuah khayalan. Inti dari sebuah cita-cita adalah daya juang pemiliknya untuk mewujudkannya. Sebuah cita-cita yang menjadi panduan dan penunjuk jalan hidup. Cita-cita yang membumi!

Dikisahkan beberapa bocah sekawan-sekarib yang masih duduk di bangku sebuah sekolah pinggiran. Mereka adalah Agus (M Syihab Imam Mutaqqin), Sri (Dewi Wulandari Cahyaningrum), Jono (Rizqullah Maulana Daffa), dan Puji (Iqbal Zuhda Irsyad). Suatu hari sang ibu guru menugaskan mereka untuk menuliskan sebuah esai tentang cita-citanya masing-masing.

Maka meluncurlah angan dan imajinasi anak-anak kampung tersebut tentang gambaran cita-cita yang ingin diraihnya. Si Sri kelak setelah besar ingin menjadi seorang artis ternama, bahkan dalam pergaulan sehari-hari ia merasa minder menggunakan nama Sri dan selalu ingin dipanggil dengan panggilan Mey oleh teman-temanya. Jono lain lagi. Ia bercita-cita ingin menjadi tentara. Semenjak di kelas satu, ia selalu menjadi ketua kelas, ingin menjadi menjadi pemimpin bagi teman-temannya yang lain. Sedangkan Puji yang hobi ngupil bercita-cita bisa membahagiakan orang lain, sebuah cita-cita yang masih sangat abtrak dan luas.

Adapun Agus adalah anak sederhana dari sebuah keluarga yang hidupnya pas-pasan. Ayahnya seorang pengrajin pembuat tahu. Ibu Agus seorang ibu rumah tangga biasa yang setiap hari selalu memasakkan anaknya tahu bacem istimewa se-kabupaten. Saking istimewa tahu bacem ibunya, setiap sarapan pagi, makan siang, hingga makan malam, menu makan keluarganya selalu disertai dengan tahu bacem. Kondisi ini membuat Agus bosen, sehingga terlintas di pikirannya sebuah cita-cita ingin makan di restoran padang. Nggak salahkah cita-cita Agus kecil ini? Ini cita-cita atau sekedar keinginan yang sangat ngebet layaknya ibu hamil muda yang sedang ngidam?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun