Mohon tunggu...
Hidayat Doe
Hidayat Doe Mohon Tunggu... -

Lahir di Kamaru, Buton. Alumnus Ilmu Hubungan Internasional Unhas....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ruhut Kerjanya Ngomong Doang!

27 November 2013   12:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:37 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


"Siapa yang paling tinggi ayo kita ketemukan di lapangan. Kalian angkat Jokowi, nyatanya enggak pernah debat. Jangan tong kosong nyaring bunyinya,"

Itulah salah satu komentar langsung Ruhut Sitompul yang dimuat di kompas.com (http://lipsus.kompas.com/indonesiasatu/read/2013/11/26/1814001/Ruhut.Tantang.Jokowi.Debat.Terbukauntuk menantang Pak Jokowi berdebat. Untuk lebih lengkapnya silakan dibaca beritanya.Membaca berita itu saya seolah GR menanggapinya dengan membuat tulisan singkat ini. Tapi apa pentingnya menanggapinya?

Pernyataan Pak Ruhut dalam berita itu perlu diluruskan. Pertama Ruhut mengatakan kalau masyarakat selama ini sudah terkecoh dengan popularitas Jokowi. Menurut penulis dan kebanyakan rakyat tentunya, popularitas dan elektabilitas Jokowi bukan tanpa alasan. Jokowi adalah sosok dan pemimpin yang terbukti melakukan perubahan nyata pada masyarakat.

Semasa menjabat walikota Solo dan kini gubernur Jakarta, Jokowi telah membukikan diri menjadi yang terdepan diantara para walikota dan gubernur yang ada di seantero nusantara. Coba tanya ke publik, ada tidak bekas walikota Indonesia era reformasi ini yang sebaik performa dan pemihakannya pada rakyat dengan Pak Jokowi?

Dari pengamatan dan penelusuran kita, kepemimpinan walikota seperti Jokowi amat langka dan nyaris tidak ada. Umumnya para walikota di tanah air sukanya menggusur PKL dan orang kecil demi mempoles wajah kota di tanah air. Maka wajar kalau Jokowi menjadi populer dan tinggi elektabilitasnya. Meskipun fenomena itu adalah berkat bantuan media.Akan tetapi, media tentu saja tidak akan menjadikan Jokowi sebagai “media darling’ kalau Jokowi tidak berbuat apa-apa pada rakyat. Artinya kecenderungan media mempopulerkan Jokowi itu tidak lepas dari usaha dan kerja kerasnya sebagai pemimpin.

Pak Ruhut mestinya melawan popularitas Jokowi dengan kinerja dan usaha yang nyata di DPR, atau paling tidak menyandingkan Jokowi dengan kader Partai Demokrat yang telah sungguh-sungguh bekerja dan berjuang untuk rakyat dan negara ini. Mungkin karena Ruhut sendiri tidak banyak berbuat apa-apa untuk kepentingan rakyat dan negara di lembaga DPR, atau karena Partai Demokrat sendiri tidak punya stok kader yang sungguh berjuang dan mengabdi pada rakyat atau negara, Ruhut ingin menjatuhkan Jokowi dengan debat atau wacana.

Pak Ruhut mestinya mengakui, popularitas Jokowi amat berbeda dengan popularitas Pak SBY yang menjadi bos besarnya di Partai Demokrat. Banyak kalangan mengatakan, dan saya juga setuju, Pak SBY itu terpilih jadi presiden lebih karena popularitas belaka dan kemenangan citra, tentunya dengan seabrek strategi politik. Sebelumnya, kita tidak menemukan catatan riil soal keberhasilan nyata Pak SBY dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

Jokowi menurut saya dan publik juga tentunya, adalah contoh pemimpin yang sudah berkontribusi besar pada warga yang dipimpinnya. Sehingga sangat layak dimajukan sebagai calon presiden. Menyandingkan Ruhut dan Jokowi dalam hal kontribusi istilahnya bagai langit dan bumi. Kecakapan Ruhut hanya pandai bersilat lidah, tetapi kurang berbuat. Ruhut mestinya intropeksi diri, tidak seenaknya melontarkan ucapan ke media, apalagi sampai keliru menafsirkan sesuatu. Sebagai anggota DPR, Ruhut seharusnya bisa lebih hati-hati berbicara di hadapan publik, karena rakyat banyak akan menilai ucapan dan sikapnya di media.

Kedua, mengapa ucapan dan tindakan Ruhut ini perlu saya tanggapi, dalam kancah perpolitikan nasioanal, kita tidak terlalu butuh orang yang pintar berbicara saja, ngomong doang, pandai berdebat, tetapi ketika diserahi jabatan tidak banyak berbuat untuk kepentingan rakyat dan bangsa. Kecenderungan sekarang elite politik dan pemimpin kita hanya pandai berbicara, beretorika, berorasi dan berwacana tetapi performa kepemimpinannya minim. Seolah menjadi pemimpin hanya cukup dengan ucapan, ngomong, atau punya kemampuan berbicara saja. Kesan seperti ini amat jelas sekali.

Padahal seorang pemimpin atau elite politik tidak perlu terlalu banyak berdebat dan berwacana di media. Bagi seorang pemimpin, berdebatdan berwacana di mediahanya akan menghabiskan waktu dan energy saja. Kemampuan kepemimpinan harus dibuktikan dengan tindakan kepemimpinan. Percuma pintar berbicara dan berkata-kata kalau kepemimpinannya tidak jelas dan nyata bentuk dan arahnya . Seorang pemimpin cukup berbicara dan berkomentar di media sesuai kepentingan rakyat dan negara saja. Pemimpin bekerja bukan untuk berdebat, adu debat, siapa yang lebih benar dan pandai memenangkan perdebatan di media.

Pemimpin adalah orang yang berbuat, bekerja dan mengurus langsung kepentingan orang atau warga yang dipimpinnya. Kalau semua itu dilakukan, yakin saja publik akan terpesona dan kagum padanya. Fenomena inilah yang barangkali terjadi pada Jokowi.Meski sebenarnya Jokowi belum seberapa bekerja dan berjuang untuk kepentingan rakyat. Tetapi karena fenomena kepemimpinan nasional selama ini yang tidak merakyat maka ketika Jokowi tampil merakyat, Jokowi langsung melejit dan meroket setanah air.

Karena itu kita butuh “Jokowi-Jokowi” baru yang bisa menandingi popularitas dan elektabilitas gubernur Jakarta tersebut, agar pilihan calon-calon pemimpin kita makin berkualitas dan beragam, sehingga proses pencapresan 2014 nanti bisa menjadi momentum perubahan bangsa di masa yang akan datang. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun