Mohon tunggu...
Zul Fadli Ibnu Fauzi
Zul Fadli Ibnu Fauzi Mohon Tunggu...

Semoga saya bisa menyebabkan anda bahagia, serangan kangen dan gangguan tidur karena memikirkan saya. Twitter: @SayaZulFadli

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nikah Sirri Tidak Sama dengan Nikah di Bawah Tangan

10 Juni 2011   00:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:41 15648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata “Sirri” dari segi etimologi berasal dari bahasa Arab, yang arti harfiyahnya, “rahasia” (secret). Menurut Terminologi Fiqh Maliki, Nikah sirri, ialah:

“Nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk isterinya atau jama’ahnya, sekalipun keluarga setempat”

Madzhab Maliki tidak membolehkan nikah sirri. Nikahnya dapat dibatalkan, dan kedua pelakunya bisa dikenakan hukuman had (dera atau rajam), jika telah terjadi hubungan seksual antara keduanya dan diakuinya atau dengan kesaksian empat orang saksi. Demikian juga Madzhab Syafi’I dan Hanafi tidak membolehkan nikah sirri. Menurut suatu riwayat, Khalifah Umar bin al-Khatthab pernah mengancam pelaku nikah sirri dengan hukuman had.  Namun, menurut madzhab Hambali, nikah yang telah dilangsungkan menurut ketentuan syari’at Islam adalah sah, meskipun dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali dan para saksinya. (Abdul Mujib, Wakil Ketua Pengadilan Agama Tanah Grogot Kaltim, 2010).

Nikah Sirri yang diartikan menurut terminologi fiqh, dilarang menurut hukum Islam, karena ada unsur sirri (dirahasiakan nikahnya dari orang banyak). Nikah semacam ini bertentangan dengan ajaran Islam dan bisa mengundang fitnah, serta dapat mendatangkan madarat/resiko berat bagi pelakunya dan keluarganya. Sedangkan Nikah sirri menurut hukum di Indonesia adalah tidak sah, karena tidak melaksanakan ketentuan hukum munakahat yang baku dan benar sesuai dengan ajaran agama (Lihat Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan 1974).

Istilah "Nikah Di Bawah Tangan" adalah nikah tanpa adanya suatu pencatatan pada instansi yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Nikah dibawah tangan timbul setelah berlakunya UU Perkawinan secara efektif tahun 1975. Hukumnya sah menurut hukum Islam sepanjang tidak ada motif “sirri”, tentunya juga telah memenuhi ketentuan syari’ah yang benar.

Sedangkan Nikah Sah adalah Nikah yang dilakasanakan menurut agama dan kepercayaan masing-masing (lihat Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan). Namun sebagian akademisi dan praktisi hukum berpendapat sah dan tidaknya suatu perkawinan menurut hukum positif Indonesia juga disyaratkan dengan diselengarakan atau tidaknya pencatatan Pada KUA (untuk Muslim) atau Kantor Catatan Sipil (untuk Non Muslim).

Dalam hal ini saya berpendapat perkawinan yang tidak dicatatkan tetap sah. Karena syarat sahnya pernikahan tidak disangkut pautkan dengan pencatatan, tapi disyaratkan dengan pelaksanaan yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing (Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan).

Sedangkan pencatatan yang diatur pada Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan bukanlah syarat sah dari sebuah pernikahan. Menurut saya hal itu hanya sekedar untuk kepentingan administratif bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan mempermudah pembuktian.

Silahkan lihat catatan saya dengan Judul "Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan : Sah Menurut Pakar Hukum dan Yurisprudensi" melalui link dibawah ini:

http://www.facebook.com/notes/fadli-zulfadli-west-sumatra/perkawinan-yang-tidak-dicatatkan-sah-menurut-pakar-hukum-dan-yurisprudensi/435947775782

Jadi nikah di bawah tangan itu = nikah yang tidak dicatatkan pada instansi terkait, tapi dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Sedangkan nikah sirri adalah nikah yang sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh orang di lingkungan sekitar. Nikah semacam ini (sirri) jelas-jelas bertentangan dengan Hadits Nabi yang memerintahkan adanya walimah (perayaan pernikahan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun