Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sebelum Puasa, Dulu dan Kini

11 April 2021   01:53 Diperbarui: 11 April 2021   01:54 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak di tengah orang dewasa sedang shalat. Foto: Pixabay

Pemerintah belum mengumumkan kapan bulan puasa 2021 dimulai. Namun jauh-jauh hari, PP Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Ramadhan 1442 H jatuh pada hari Selasa, 13 April 2021.

Sebelum puasa dalam hitungan hari, biasanya ada suasana yang berbeda kita rasakan. Apalagi ketika saya khususnya, masih kecil. Suasana itu begitu terasa kuatnya. 

Di rumah, biasanya seminggu atau beberapa hari sebelum puasa, ibu serta saudara perempuan saya sudah sibuk menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan.

Peralatan shalat seperti sarung, sajadah, mukena, sudah disiapkan. Saya juga ikut membersihkan peralatan shalat seperti kopiah kecil saya.

Itu semua disiapkan biasanya 2 atau 3 hari menjelang puasa.

Sehari menjelang puasa, ibu biasanya mulai memasak untuk makan sahur kami. Pada malam sahur pertama, ibu biasa memasak masakan khas kampungnya, rendang daging. Itu bisa bertahan untuk beberapa hari ke depan olahan rendang daging tersebut.

Sebelum puasa satu atau dua hari, saya kecil menemukan suasana yang dipenuhi kegembiraan. Karena biasanya, sebelum puasa tiba saya suka berangan-angan bisa puasa sebulan penuh. Kalau itu bisa saya lakukan, ibu biasanya memberikan bonus pas hari lebaran. Makanya sebelum puasa, saya suka tak sabar untuk segera berpuasa.

Sebelum puasa tiba, saya juga selalu membayangkan kebiasaan apa saja yang akan saya lakukan ketika masih kecil bersama teman-teman. Setelah buka puasa misalnya, saya pasti segera ke mushala atau masjid terdekat untuk shalat Maghrib berjamaah. Lalu kembali ke rumah menyantap kolak buatan ibu.

Setelah kenyang, saya kembali ke masjid untuk melaksanakan shalat Isya dan dilanjut shalat Taraweh berjamaah. Di sela shalat taraweh, karena masih kecil saya dan teman sebaya kerap bercanda, berlarian di area masjid. Kalau ada uang diberikan ibu, saya juga suka jajan. Biasanya pas shalat taraweh, pedagang makanan banyak mangkal di masjid dekat rumah.

Sesekali saya kecil dan teman-teman menggoda teman perempuan sebaya. Atau jika malu-malu suka curi-curi pandang ke teman perempuan yang berada di shaft belakang.

Aksi nakal saya kecil dan teman sebaya kerap membuat kesal orang dewasa dan orangtua. Alhasil kami sering diomelin. Bahkan kami tak luput jadi kejaran marbot masjid yang merasa terganggu

Membayangkan suasana seperti itu sebelum puasa kerap saya rasakan beberapa puluh tahun lalu ketika masa kanak-kanak. Kehadiran bulan puasa semasa kecil memang menyenangkan untuk dibayangkan.

Saya kerap membayangkan bagaimana di bulan puasa itu serunya menghabiskan waktu bermain selepas waktu imsak. Atau di saat menunggu berbuka saya dan teman sebaya berkumpul di salah satu rumah bermain permainan masa kecil seperti bermain petak umpet, bentengan, ular tangga, yoyo, gangsing, dan banyak lagi lainnya.

Dan jika waktu sudah mendekati bedug Maghrib, saya dan teman sebaya kembali ke rumah masing-masing untuk berbuka puasa. Saat waktu menunggu berbuka juga suasananya sangat menyenangkan sekali. Saya kerap melihat ibu dan kakak perempuan menyiapkan makanan dan minuman berbuka.

Terkadang ibu suka menyuruh saya membeli sirup, es batu atau makanan lain untuk berbuka. Suasana jelang buka puasa di luar juga selalu teringat sangat indahnya. Orang-orang berkumpul mencari makanan dan minuman berbuka sambil jalan-jalan menunggu adzan Maghrib berkumandang.

Jika tiba waktu berbuka, saya dengsb antusias pasti mengambil minuman segar terlebih dahulu yang sudah disiapkan. Baru setelah itu menyantap makanan kecil seperti kurma atau gorengan. Setelah itu melanjutkan shalat Maghrib.

Berapa puluh tahun kemudian setelah saya melewati masa kecil, sebelum puasa, suasana yang saya rasakan tak seperti dulu lagi. Karena saat ini saya sudah berkeluarga dan tak tinggal lagi bersama ibu dan saudara-saudara, suasana puasa yang saya rasakan dulu, kini yang merasakan justru anak-anak saya.

Namun saya melihat, sebelum puasa, anak-anak saya tidak segegap saya dulu dalam menyambutnya. Anak-anak saya justru seperti biasa-biasa saja dalam menyongsong bulan suci Ramadhan ini.

Mereka anak-anak masa kini lebih fokus ke gawai mereka, dimana benda itu telah menghilangkan momentum masa kecil saya puluhan tahun silam yang begitu indahnya setiap menyongsong bulan puasa.

Ingin rasanya saya membangkitkan lagi masa kecil saya ke anak-anak saya. Bahwa tanpa gawai, seperti pada masa kecil saya, menyambut bulan puasa itu sangatlah indah dengan melakukan ibadah, bermain permainan tradisional atau bercengkrama dengan teman-teman sebaya.

Jaman telah mengubah kebiasaan. Termasuk dalam menyambut bulan puasa ini. Anak-anak masa kini jauh lebih senang jika mereka bisa bermain gim online, TikTokan, nonton konten di Youtube atau membuka media sosial dan menyaksikan status teman-temannya yang sedang bersama orangtua mereka di lokasi wisata, pusat perbelanjaan atau dimana pun yang dulu belum pernah ada.

Sebelum puasa beberapa hari, semoga juga pandemi Covid-19 ini yang sudah memasuki bulan puasa kedua sejak awal muncul, semoga lekas berakhir. Tapi, tak ada Covid-19 sekalipun, tetap saja, anak-anak masa kini berbeda dengan anak-anak masa kecil saya. Mereka tampak tak terlalu antusias menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

Ciledug, 11 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun