Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kutemukan Kembali Gotong Royong Karena Covid-19

23 Maret 2020   23:10 Diperbarui: 24 Maret 2020   02:16 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bapak keren ini lalu menjelaskan cara kerja virus ala Drh. Moh Indro Cahyono – virology. Selayaknya seorang virolog, bapak ini menjelaskan karakter virus, pola hidup dan perkembangannya. 

Dia menjelaskan mulai dari virus menginveksi manusia hingga akhirnya tubuh manusia membentuk antibodinya. "Jadi yang perlu dilakukan menyiapkan badan untuk membentuk antibodi. Banyak makan vitamin C, D dan E. Hidup sehat, diam dirumah, berjarak. Tidak perlu panik, kita hadapi bersama," jelasnya.

Wah makin keren bapak ini dalam pendengaran saya. Dia berupaya untuk mejelaskan secara baik agar masyarakat tidak panik, namun tetap berhati-hati dan bersiap jika terjadi diantara mereka terjangkit virus.

Lalu si Bapak menjelaskan sekaligus mengajak warga tentang perlu membuat panitia atau semacam tim tanggap untuk Jamaah Masjid. “Gila nih, masjid pertama yang ku dengar begini,” dalam pikirku.

"Harus ada kontak grup, kita bikin jalur komunikasi antar warga dan antara tim dengan tim kesehatan wilayah dan rumah sakit. Kita perlu siapkan mobil khusus. Kita latih cara mengidentifikasi. Nanti ada ibu ... (terlewat namanya) akan siapkan bahan disinfektan. Ibu... (juga kelewat namanya) akan menjadi penghubung ke tim medis. Bapak... katanya akan siapkan masker. Kita siapkan semua bersama," katanya.

“Deg!, Tak terasa air mata haru saya menetes. Saya merasa seperti menemukan kembali masjid yang ketika kecil dulu menjadi tempat saya bermain, belajar, dan mendengarkan para tetua kampung berdiskusi dan memecahkan problem-problem sosial bersama.

Terenyuh saya mendengarkannya. Serasa mimpi. Saya, yang memilih untuk meninggalkan ibu kota tempat saya lahir dan dibesarkan karena jenuh dengan pola sosial yang terus digerus oleh kejumudan beragama, kini menemukan kembali suasana yang dahulu pernah saya sangat akrab dengannya. 

“Masjid di tempat lahirku yang makin kering dengan keasyikan orang-orang bercengkerama didalamnya, kini sudah kutemukan kembali walau ditempat yang berbeda,” pikirku.

Sementara berita di media massa sudah sangat sesak aneka perdebatan tentang Covid-19, disini malah kutemukan semangat yang sangat jauh berbeda. 

Pesimisme, putus asa, ambil untung dari situasi yang banyak dipertontonkan di media massa dan media sosial, semua luluh dengan semangat warga ala Masjid Mauziyah Ali ini. Sekelompok kecil pengurus mesjid menyalakan lilin harapan bagi masyarakat. Gotong royong, yang makin hilang digantikan dengan gotong uang akhir-akhir ini, kulihat begitu nyata dihadapanku.

Inilah Indonesia sesungguhnya. Inilah hidupnya Pancasila, yang bukan hapalan pasal atau cuma jadi alat stigma untuk kelompok berbeda. Narasi begini yang harus terus dihidupkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun