Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gramedia Tak Siap Disrupsi?

27 Desember 2017   16:41 Diperbarui: 27 Desember 2017   16:45 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Era e-commerce di Indonesia makin semarak sejak 5 tahun terakhir ditandai dengan jumlah transaksi di toko online yang terus meningkat. Tahun 2016, sedikitnya ada 82.2 Juta orang terlibat dalam aktivitas perdagangan Online menurut data survei APJII tahun 2016. Menurut Nielsen sedikitnya terjadi pembelian online sebesar Rp.1.5 Triliun Rupiah pada tahun 2016 hanya untuk produk groceries. Dari total nilai pasar (Market Valuation) tahun 2017 sebesar Rp 74 Triliun Rupiah, sedikitnya Rp.127 Miliar diantaranya berasal dari pembelian online yang dilakukan rumah tangga. Dari tahun ke tahun, peningkatan transaksi online semakin dirasakan.

Sejak 5 tahun terakhir juga setiap tanggal 12 Desember semarak digelar Hari Belanja Online Nasional. Hampir semua pemilik marketplace dan toko online ikut serta menyemarakkan dengan berbagai aktivitas promosional. Mulai dari potongan harga, hingga hadiah dan fasilitas tertentu dari para pemilik toko/penjual. "Surga para online shoppers," istilah teman yang pegiat belanja online. Teman ini mengasosiasikan potongan harga yang begitu fantastis dari pemilik toko/penjual.

Pengalamannya berbelanja online di hari belanja online nasional diceritakan begitu antusias. Pada intinya dia sangat menyenangi dan menunggu-nunggu saat harbolnastiba. Pelayanan yang semakin membaik, potongan harga dan fasilitas tambahan menjadi incaran orang-orang sepertinya. Apalagi orang yang memang banyak beraktifitas dalam belanja online.

Namun pada harbolnasyang baru berlalu, dia dikecewakan oleh layanan toko buku online yang brand offline-nya sudah sangat besar di Indonesia. Dari total 3 invoice pesanan bernilai lebih kurang Rp.500.000 untuk membeli buku di gramedia.com belum satupun barang yang telah dibayarnya sampai ketangannya. Dijanjikan (oleh sistem) 1-2 hari pengiriman, diundur menjadi paling lambat tanggal 22 Desember (10 hari setelah pembayaran), lalu diundur kembali tanggal 24 Desember (12 hari) hingga saat ini (27 Desember) belum satupun buku yang bisa dibacanya dari hasil belanja online.

Melihat unggahan gramedia.comdi akun instagramnya yang bercentang biru, dituliskan "Karena besarnya volume pesanan, pengiriman akan dilakukan secara bertahap dari 12 Desember hingga paling lambat 22 Desember 2017." Lucunya, komentar dari para pembeli justru menunjukan masalah pengiriman yang juga belum selesai hingga saat ini. Misalnya komentar dari salah seorang pembeli yang mem-posting komentarnya hari ini (27/12) "Mana udah tgl segini ta sampe2!!!!! Faq pertama paling lambat tgl 22 tp sampe sekarang ga ada kabarnya !!!!

Ada lagi komentar yang menggugat customer care gramedia.com yang katanya sudah menjawab "sudah diproses" sejak tanggal 14 Desember, namun kenyataannya si pembeli ini ternyata juga belum menerima buku yang dibelinya. Kritik pun bertubi-tubi dilontarkan diberbagai kanal customer care yang dimiliki gramedia.com.

Melihat tampilan halaman daring www.gramedia.com memang sangat meyakinkan bahwa halaman terbut merupakan halaman resmi PT Gramedia Pustaka Utama, Gramedia Asrimedia. Dari pengecekan whois (Website IP) dengan alamat 202.146.4.93 memang terdaftar atas nama PT Gramedia Pustaka Utama dibawah ISP terdaftar PT Gramedia (Gramediadigital). Dengan demikian sedikit dapat dipastikan bahwa memang halaman daring ini adalah halaman resmi. Walaupun pada halaman tersebut tidak dicantumkan alamat kantor atau kontak fixed line yang dapat dihubungi oleh pelanggannya.   

Perusahaan sebesar Gramedia dengan 112 Toko dan 6000 karyawan (Tahun 2016) memang telah mengakui bahwa bukan hal mudah mempertahankan dan mengembangkan Gramedia apalagi menghadapi digitalisasi. Namun Liliek Oetama, CEO Kompas Gramedia cukup percaya akan kemampuan perusahaannya menghadapi disrupsi era digital. "Padahal beberapa kalangan sudah agak pesimis melihat tren perkembangan toko buku, tapi Gramedia bisa bertahan," lanjut Lilik (Kompas.com 02/02/2016).

Benar, Gramedia memang jauh lebih mampu bertahan ketimbang pesaingnya dahulu seperti Gunung Agung yang lebih dahulu mendisrupsi bisnis toko bukunya. Namun di era e-commerce yang makin berkembang, nampaknya Gramedia belum cukup tangguh untuk menghadapi situasi zaman yang berkembang.

Diantara marketplace yang juga menyelenggarakan harbolnas tahun ini misalnya, hanya Gramedia.com yang memperoleh begitu banyak komplain dari para pelanggannya. Komplainnya pun seragam, barang tidak dikirim pada waktunya. Padahal tahun sebelumnya masih ada marketplace/toko online lainnya yang juga diramaikan dengan protes dari para pelanggan. Komplain tahun lalu ke marketplace/toko online masih terdengar kasus salah kirim barang, potongan harga/cash back yang tidak diterima, dan keterlambatan pengiriman.

Langkah Gramedia untuk membuka toko online memang patut dipuji sebagai upaya untuk mendekatkan buku ke kalangan millennial, apalagi dengan program-program potongan harga yang ditawarkannya. Namun cela akibat ketidaksiapan gramedia.com dalam 2 tahun berturut-turut menyelenggarakan harbolnas patut menjadi evaluasi besar sistem didalam perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun