Mohon tunggu...
Dharma Sandy
Dharma Sandy Mohon Tunggu... Novelis - Dharma

Menulis untuk berbagi kisah dalam dari hati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Syukuri Kekuranganmu

18 Maret 2019   12:58 Diperbarui: 18 Maret 2019   13:16 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari masih sangat pagi, mungkin belum banyak orang yang telah membuka matanya untuk menyambut sinar mentari. Namun tidak dengan Rupiah, seorang ibu yang membesarkan anaknya seorang diri karena sang suami harus pergi merantau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Rupiah adalah sosok istemewa dimana Ia memiliki seorang anak yang berbeda dengan anak-anak yang lainnya. Anaknya yang bernama Arman adalah seorang anak yang tidak bisa berbicara secara jelas seperti halnya anak pada umumnya. Hal ini menjadikan Ia selalu menjadi bahan cemoohan dan tertawaan para tetangganya. Namun rupiah tetap mencintai dan menyanyangi anaknya sepenuh hati.

"Kreeek..." suara pintu bambu terbuka, karena memang Rupiah dan anaknya tinggal disebuah gubuk bambu sederhana.

"Nak bangun... sudah subuh..." ucapnya dengan lembut ketika membangunkan putra semata wayangnya itu.

Terdengar adzan subuh mulai menggema.

Arman mulai membuka matanya, sembari mengucek-ngucek mata ia menatap sosok yang telah melahirkan Dia itu dengan penuh cinta.

Walau masih mengantuk, mau tidak mau Arman harus bangun, sebab selain menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk sholat subuh, Amran juga tahu kalau waktu subuhlah waktu paling berharga baginya bersama sang Ibu, sebab sehabis subuh, ibunya harus berangkat ke tempat majikannya untuk menjadi buruh cuci.

Sehabis subuh, seperti biasanya, Rupiah selalu menyiapkan sarapan untuk anaknya, beserta bekal untuk dibawa kesekolah, sebagai keluarga yang hidup dalam kondisi penuh kesederhanaan sudah pasti mereka harus hidup irit, oleh karenya Rupiah selalu memberi bekal pada sang putra, dan uang jajan sebesar lima ratus perak.

"Nak.. nanti sebelum berangkat sekolah, jangan lupa sarapan dulu, dan bekalnya jangan lupa dibawa, " Ujar Rupiah ketika Ia telah siap untuk berangkat ke tempat kerjanya.

"Ibu bolehkah kalau Amran berhenti sekolah." Ujar Amran membuat Ibunya terhenyak, bagaimana tidak perjuang hebat yang telah dilakukan oleh Ibunya sampai harus terpisah dengan Suaminya, malah dibayar dengan Arman yang hanya mau jadi lulusan SD saja.

"Kenapa Nak,, Kenapa?" jawab Rupiah mendekati anaknya.

Lalu Arman menangis, Ia teringat hari kemarin, dimana saat Ia sedang membeli jus disebuah warung, tiba-tiba sang penjual menggodanya, Ia mengajak Arman berbicara panjang lebar, namun, saat Ia tahu bahwa ucapan yang keluar dari mulut Arman tidaklah jelas, Ia malah menggodanya, ia menertawakan anak kecil itu didepan pelangangnya, yang pasti membuat seluruh pelangang menatap Arman dan menertawakan dia. "Pak jangan begitu, kasihan Dia, bagaimanapun Dia adalah pembeli Kita yang harus kita hormati." Ujar salah seorang pegawai kepada sang pemilik toko karena merasa iba saat melihat Arman ditertawakan. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, si pemilik toko bukannya iba kepada Arman ia malah makin menertawakan Dia. "Orang seperti Dia pantas Kita tertawakan, dengarkan saja omongannya seperti kaset rusak tak jelas, untung Dia datang waktu kita sedang lelah, jadi ada bahan untuk kita tertawakan dan kita jadikan hiburan." Ujar si pemilik toko dengan sombong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun