Indonesia dikenal sebagai negara maritim yang kaya akan sumber daya alam, termasuk ekosistem pesisir seperti hutan mangrove.Â
Salah satu wilayah yang menonjol dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan potensi mangrove adalah Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Kawasan ini mengembangkan wisata mangrove yang tidak hanya memberikan daya tarik wisata, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar.Â
Dalam perspektif ekonomi syariah, pengembangan ekowisata mangrove ini dapat menjadi contoh penerapan prinsip keadilan, keseimbangan, dan tanggung jawab sosial dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Wisata Mangrove Pangkal Babu dan Hutan Mangrove Pantai Kelapa merupakan dua kawasan yang menjadi ikon ekowisata di Kuala Tungkal. Kawasan Pangkal Babu telah dikembangkan menjadi destinasi wisata edukatif dengan jembatan kayu panjang yang melintasi hutan mangrove, menara pandang, dan spot foto bernuansa alami.Â
Sementara itu, Pantai Kelapa menampilkan kawasan mangrove yang masih asri dan menjadi lokasi strategis untuk edukasi lingkungan.
Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan wisata berbasis lingkungan ini.Â
Dalam berbagai kesempatan, termasuk kunjungan Menparekraf RI, kawasan ini mendapatkan perhatian serius sebagai bagian dari penguatan desa wisata dan destinasi hijau.
Ekowisata merupakan bentuk pariwisata yang bertanggung jawab terhadap alam dan memberdayakan masyarakat setempat secara berkelanjutan.Â
Konsep ini sangat sejalan dengan nilai-nilai dalam ekonomi syariah yang menekankan pada prinsip keadilan (al-'adl), kebermanfaatan (maslahah), dan keseimbangan (tawazun).Â
Dalam praktiknya, wisata mangrove di Kuala Tungkal tidak hanya menjadi sumber pendapatan daerah, tetapi juga membuka peluang usaha syariah bagi masyarakat, seperti warung halal, pemandu wisata edukatif, serta kerajinan tangan dari limbah mangrove yang diolah secara kreatif.