Mohon tunggu...
Sandi Erlan
Sandi Erlan Mohon Tunggu... -

100% orang rumahan, pecinta pulang, pulang ke kampung halaman, ketemu orang tua, rumah kontrakan bertemu tetangga, saudara, atau nonggkrong di pos ronda. S1 dan S2 pada Program Studi Teknologi Pendidikan, pernah bekerja sebagai wartawan di HU REPUBLIKA, Aneka Yess, Pikiran Rakyat. Menghabiskan waktu dengan mengajar, menulis, main game, dsb.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jodoh

29 Juli 2016   13:05 Diperbarui: 29 Juli 2016   13:14 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau jodoh takkan kemana, dikejar sampai ke puncak gunung Gede dan sembah sujud sama Eyang Sinto Gendeng untuk dimandikan pada tujuh mata air sekalipun kalau bukan jodohnya, yakinlah gak bakalan ke pelaminan juga. Ya…. itu mah taglinenya para pengikut aliran Mario Teguh Golden Ways, tetap saja bagi sebagian orang yang belum mendapatkan jodohnya, bawaannya stres, pusing tujuh keliling, depresi tingkat tinggi, kaki di kepala kepala di kaki, gak enak makan gak enak tidur, seminggu berasa setahun, ujung-ujungnya sumpah serapah nyalahin Tuhan, Orang Tua, Tetangga, Pacar, Mantan, Selingkuhan dan lain sebagainya. Tidak sedikit yang mendadak ganti nama, pindah agama, atau pergi ke fengsui untuk ditunjukan arah mata angin, kemana harus memulai langkah untuk misi pencarian jodoh.

Perumpamaan mencari jodoh itu seperti mencari peniti dalam tumpukan jerami, perlu kesabaran, ketelatenan, perjuangan, dan tentunya semangat kemerdekaan 1945. Karena ada yang dimudahkan, ada yang ditunda, ada yang diakhirkan, dan ada juga yang penuh lelikuan, sudah menempuh 1001 macam cara tetapi gak berhasil juga. Alasannya beragam, bisa karena beda strata, beda samudera, beda agama, atau mungkin juga karena beda planet, Perempuannya di planet Bumi, Laki-lakinya di planet Mars, jadi nunggu ada angkutan bis kota trayek Bumi-Mars. Terkadang jodoh juga seperti mahluk halus yang gentayangan, ada yang jodohnya datang tanpa diundang, seketika bersanding ke pelaminan atau sudah merasa yakin jodohnya, eh malah pergi tanpa permisi.

Dalam masyarakat Indonesia, Jodoh itu satu-satunya alat ukur untuk menentukan keberhasilan dan kesuksesan seseorang, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, tidak peduli dengan pendidikan yang tinggi, wajah rupawan, karier yang mapan atau harta yang berlimpah tujuh turunan gak habis-habis, kalau sudah memenuhi syarat secara usia dan belum mendapatkan jodoh, bersiaplah untuk mendapatkan teguran sosial berupa pertanyaan, cemoohan, gunjingan, atau bahkan cercaan. Kapan nikah, mana calonnya, orang mana, kerja dimana, dsb.

Keputusasaan biasanya mengharu biru orang yang belum mendapatkan jodoh, mulai dari minta pertolongan orang sakti, mengiba sama teman, maksa orang tua, atau hilir mudik ikut kontak jodoh yang ada di radio, koran hingga internet, padahal janji Allah sudah sangat tegas dan jelas, yang mengatakan “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.”(QS Adz-Zaariyat:51).

Kepanikan tersebut tidaklah seberapa, dahulu seorang Ninik Anteh pun sampai ingin mengasingkan diri ke bulan karena berjodoh dengan orang yang tidak dicintainya. Dewi Pohaci sampai rela bertapa naik gunung turun lembah karena cintanya terbentur restu orang tua, atau Siti Nurbaya yang harus meregang nyawa, karena terpaksa menikah dengan lelaki tua renta (Datuk Maringgih) demi bakti orang tua dan kehormatan keluarga.

Jodoh itu cerminan diri, potret kehidupan yang sebenarnya. Mereka yang datang atas nama jodoh tidak akan jauh dari apa yang pernah dan sedang dilakukan. Jangan berharap mendapatkan jodoh yang pintar mengolah makanan kalau tidak pernah melangkahkan kaki ke dapur, untuk melihat pekerjaan di dapur, membantu membersikan peralatan memasak atau sekedar numpang lewat untuk cuci tangan sekalipun. Dia yang ‘tertakdirkan’ sebagai jodoh tidak akan jauh dari ikhtiar seseorang untuk mengubah diri menjadi sosok yang perhatian, pengertian dan dikagumi.(Wallohualam Bisowab)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun