Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ujian Nasional vs Tes Kompetensi Akademik: Di Negara Maju dan Di Indonesia

20 Mei 2025   06:56 Diperbarui: 20 Mei 2025   07:05 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DOKUMENTASI DAN EDITING PRIBADI 

Transformasi Ujian Nasional Menuju Tes Kompetensi Akademik: di Negara Maju dan Strategi Kontekstual Indonesia

Transformasi dari Ujian Nasional (UN) menuju Tes Kompetensi Akademik (TKA) menandai perubahan paradigma besar dalam sistem evaluasi pendidikan Indonesia. Inspirasi dari negara-negara maju seperti Finlandia, Kanada, Jepang, dan Singapura menunjukkan bahwa asesmen tidak harus bersifat seragam dan deterministik. Negara-negara ini lebih memilih pendekatan formatif dan penilaian kontekstual untuk mendukung perkembangan keterampilan abad 21. Artikel ini membahas keuntungan dan kerugian dari kedua pendekatan tersebut, serta menawarkan strategi bagi Indonesia dalam memilih dan mengimplementasikan model asesmen yang sesuai dengan kondisi geografis, sosial, dan psikologis siswa Indonesia.

Selama bertahun-tahun, Ujian Nasional menjadi simbol penentu kelulusan siswa di Indonesia. Model ini dinilai efisien dan merata dalam skala nasional, namun dalam praktiknya justru memicu tekanan mental, ketimpangan hasil antar daerah, dan pengajaran yang berfokus pada latihan soal semata. Transformasi menuju Tes Kompetensi Akademik (TKA) merupakan langkah pemerintah dalam merespon tuntutan zaman serta menjawab kelemahan sistem UN yang terlalu sentralistik dan minim konteks lokal.

Negara-negara maju telah lebih dahulu meninggalkan model asesmen tunggal berbasis nilai kelulusan. Mereka mengadopsi model penilaian berbasis kompetensi, portofolio, dan asesmen formatif yang memberi ruang eksplorasi dan evaluasi menyeluruh terhadap kemampuan siswa. Indonesia kini menghadapi tantangan besar: menerjemahkan inspirasi global ke dalam kebijakan yang sesuai dengan struktur pendidikan dan karakteristik sosial budaya dalam negeri.

Keuntungan dan Kerugian Ujian Nasional (UN) dan Tes Kompetensi Akademik (TKA)

  • Ujian Nasional (UN): Efisiensi dan Standarisasi vs Tekanan Psikologis dan Ketimpangan Daerah
    Keuntungan utama UN terletak pada efisiensi dan standarisasi penilaian. Dengan UN, pemerintah memiliki gambaran makro tentang mutu pendidikan antar daerah. Data UN digunakan untuk pemetaan nasional, menyusun kebijakan, dan merancang intervensi. Namun, kelemahannya adalah sifatnya yang seragam dan deterministik: satu kali ujian menentukan nasib siswa. Ini menciptakan tekanan psikologis besar dan memperparah ketimpangan karena siswa di daerah tertinggal kurang memiliki fasilitas belajar yang setara.
  • TKA: Kontekstual dan Berbasis Kompetensi vs Tantangan Implementasi dan Validitas
    TKA lebih menekankan pada evaluasi kompetensi esensial siswa, termasuk berpikir kritis, kolaborasi, dan kreativitas. Keuntungannya adalah pendekatan ini lebih adaptif, tidak terikat pada satu waktu, dan memungkinkan asesmen berlapis. Namun, tantangannya terletak pada pelaksanaan. Diperlukan guru yang terlatih, sistem teknologi yang memadai, dan rubrik penilaian yang valid dan reliabel. Jika tidak, hasil TKA berpotensi bias dan tidak konsisten antar wilayah.
  • UN Memacu Sekolah "Mengajar untuk Ujian" vs TKA Memotivasi Pembelajaran Bermakna
    Sistem UN membuat sekolah dan guru fokus mengejar nilai, bukan pemahaman. Ini menghasilkan pembelajaran yang dangkal dan mengabaikan kreativitas. Sebaliknya, TKA memungkinkan guru merancang pembelajaran yang bermakna, karena tidak dibatasi pada soal pilihan ganda, tapi juga proyek, portofolio, dan asesmen otentik. Hal ini mendorong siswa untuk benar-benar memahami, bukan hanya menghafal.
  • UN Mudah Direplikasi vs TKA Membutuhkan Dukungan Infrastruktur
    UN dapat diselenggarakan secara serentak di seluruh negeri tanpa banyak penyesuaian. Sementara TKA memerlukan pengembangan kapasitas guru, perangkat teknologi asesmen, serta sistem pelatihan yang berkelanjutan. Hal ini menjadi kendala besar di Indonesia yang masih memiliki disparitas besar antar daerah dari sisi SDM dan sarana.

Ujian Nasional (UN) dan  Tes Kompetensi Akademik (TKA) di negara Maju

  • Amerika Serikat Di Amerika Serikat, tidak ada sistem ujian nasional tunggal. Evaluasi dilakukan oleh negara bagian melalui standar asesmen masing-masing seperti SAT, ACT, dan state-based standardized tests. Tujuannya bukan untuk kelulusan, tapi untuk memetakan performa sistem pendidikan dan mengidentifikasi kesenjangan. Pendekatan ini memungkinkan fleksibilitas dan relevansi kurikulum lokal. Transformasi menuju asesmen berbasis kompetensi terlihat dari banyaknya distrik sekolah yang mengadopsi performance-based assessment atau project-based learning. Tes Kompetensi Akademik di AS menekankan pada keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi. UN bergeser ke arah penilaian holistik dan penyesuaian kurikulum berbasis kebutuhan siswa secara personal.
  • Finlandia Finlandia tidak memiliki Ujian Nasional untuk siswa sekolah dasar dan menengah. Satu-satunya ujian nasional adalah Matriculation Examination pada akhir jenjang SMA. Evaluasi belajar dilakukan oleh guru menggunakan asesmen formatif dan observasi berkelanjutan, bukan tes terstandar. Model TKA ala Finlandia menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan guru sebagai fasilitator. Penekanan pada pengembangan kompetensi personal dan kreativitas sangat kuat. Hal ini selaras dengan arah kebijakan Indonesia yang ingin menjadikan TKA sebagai cermin sistem, bukan alat seleksi siswa.
  • Inggris (United Kingdom) Di Inggris, terdapat sistem ujian seperti GCSE dan A-Level, tetapi kini mulai dikritik karena tekanan berlebihan pada siswa. Reformasi pendidikan mengarah pada penguatan kurikulum berbasis kompetensi dan peningkatan peran asesmen formatif di sekolah. Tes Kompetensi Akademik di Inggris kini mulai melibatkan asesmen berbasis tugas (coursework), proyek kolaboratif, dan pemetaan kemampuan abad 21. Keseimbangan antara ujian tertulis dan portofolio memberikan gambaran yang lebih menyeluruh atas capaian belajar siswa.
  • Kanada Kanada tidak memiliki Ujian Nasional; setiap provinsi mengelola sistem asesmennya sendiri. Misalnya, Ontario memiliki EQAO, British Columbia punya Foundation Skills Assessment. Semua ini tidak menentukan kelulusan, tapi menjadi basis pengambilan kebijakan pendidikan. Kanada menekankan pendekatan berbasis keterampilan dan nilai-nilai lintas kurikulum seperti berpikir kritis, inklusivitas, dan multikulturalisme. TKA diadaptasi dalam bentuk rubrik kompetensi, asesmen otentik, dan pembelajaran kontekstual. Guru menjadi pilar utama pelaksanaannya.
  • Jerman Jerman memiliki sistem Abitur sebagai ujian akhir untuk masuk universitas, tetapi proses pembelajaran lebih menekankan pelatihan vokasional, magang industri, dan penilaian berbasis praktik. Evaluasi dilakukan sepanjang waktu, bukan hanya di akhir tahun. Dalam model TKA Jerman, evaluasi menyatu dalam pembelajaran harian dan disesuaikan dengan jalur akademik atau vokasional siswa. Kualitas asesmen menjadi indikator efektivitas sistem pendidikan, bukan tekanan kelulusan semata.
  • Arab Saudi Arab Saudi melakukan transformasi pendidikan besar-besaran dalam Visi 2030. Ujian nasional tetap ada, namun kini lebih fokus pada asesmen digital dan integrasi kemampuan abad 21. Kementerian Pendidikan mulai melatih guru untuk menggunakan evaluasi berbasis proyek dan kompetensi. Tes Kompetensi Akademik di Arab Saudi juga mulai mengadopsi model berbasis kebutuhan lokal. Kurikulum dan asesmen mulai mengintegrasikan konteks sosial-budaya dan keterampilan generik, bukan hanya hafalan agama atau pengetahuan teoritis.
  • Mesir Mesir baru mulai bertransformasi dari sistem ujian nasional yang sangat sentralistik dan kompetitif. Pemerintah mulai mengembangkan asesmen digital, tes adaptif, dan integrasi teknologi dalam pembelajaran. Pendekatan TKA di Mesir masih dalam tahap awal. Namun, pemerintah sadar akan kebutuhan menyesuaikan asesmen dengan kemampuan aktual siswa. Dengan pelatihan guru dan kurikulum baru, asesmen mulai diarahkan untuk menjadi alat diagnosis pendidikan, bukan sekadar alat seleksi.
  • Australia Australia memiliki sistem NAPLAN (National Assessment Program -- Literacy and Numeracy) untuk mengukur kemampuan dasar, namun bukan sebagai penentu kelulusan. Setiap negara bagian memiliki kebijakan pendidikan yang relatif otonom. Australia mendorong asesmen berbasis kompetensi, terutama dalam pendidikan vokasi dan teknologi. TKA berbasis digital dan adaptif telah diimplementasikan secara luas, termasuk dalam pengukuran pemahaman lintas kurikulum, berpikir kritis, dan kemampuan digital.
  • Singapura Singapura sempat dikenal dengan sistem pendidikan berbasis ujian ketat seperti PSLE. Namun belakangan ini, pemerintah mulai menerapkan reformasi menuju sistem berbasis kompetensi dan pembelajaran holistik. Penekanan kini pada Student-Centric, Values-Driven Education. Tes Kompetensi Akademik ala Singapura kini mulai berfokus pada pemecahan masalah, kerja tim, dan inovasi. Model ini menjadi inspirasi bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, yang ingin keluar dari jerat Ujian Nasional tradisional.
  • Perancis Perancis memiliki ujian Baccalaurat untuk kelulusan SMA, tetapi reformasi pendidikan terbaru mulai mengintegrasikan lebih banyak asesmen berkelanjutan dan continuous assessment. Pemerintah Perancis menyadari pentingnya asesmen sebagai alat pemetaan sistem. Dalam model TKA, Perancis menerapkan penilaian lintas disiplin dan proyek akhir. Hal ini menciptakan suasana belajar yang lebih reflektif dan kreatif, sekaligus memperbaiki persepsi negatif terhadap ujian sebagai beban psikologis.
  • Jepang Jepang masih memiliki sistem ujian masuk yang kompetitif, tetapi reformasi kurikulum dan asesmen kini diarahkan untuk membentuk karakter dan keterampilan abad 21. Beberapa daerah mulai mengurangi beban ujian dan menambah asesmen berbasis proyek. TKA di Jepang mengembangkan asesmen holistik, termasuk penilaian kemampuan sosial-emosional, partisipasi siswa dalam komunitas sekolah, serta pemecahan masalah nyata. Reformasi ini masih bertahap, namun sangat serius dilakukan.
  • Korea Selatan Korea Selatan dikenal dengan ujian Suneung yang sangat kompetitif. Namun pemerintah mulai mendorong sistem evaluasi alternatif untuk mengurangi tekanan akademik. Penilaian berbasis kompetensi, literasi digital, dan portofolio mulai diperkenalkan di sekolah. TKA versi Korea diarahkan untuk mengidentifikasi bakat dan potensi siswa, bukan sekadar hasil tes satu hari. Pemerintah juga mengembangkan kebijakan afirmatif bagi daerah tertinggal dan kelompok rentan dalam sistem asesmen nasional.
  • Belanda Belanda memiliki sistem asesmen berbasis sekolah yang kuat. Ujian nasional hanya berlaku di akhir jenjang, dan bersifat pelengkap. Asesmen berkelanjutan, laporan perkembangan siswa, dan student-led conferences menjadi pilar utama evaluasi. Model TKA di Belanda menekankan refleksi diri, kerja kelompok, dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Siswa dinilai dari perkembangan individual, bukan dibandingkan satu sama lain, sesuai prinsip pendidikan yang inklusif dan humanistik.

Strategi Pemerintah Indonesia Menentukan Sistem Asesmen yang Relevan

  • Menggabungkan Pendekatan Nasional dan Kontekstual
    Pemerintah dapat memilih model hybrid antara UN dan TKA: tetap memiliki asesmen nasional sebagai pemetaan sistem, namun tidak menjadi penentu kelulusan individu. Ini seperti yang dilakukan di negara-negara seperti Kanada dan Inggris, di mana asesmen nasional berfungsi untuk evaluasi sistemik, sementara kelulusan ditentukan sekolah berdasarkan asesmen harian. Hal ini akan meminimalisasi stres siswa namun tetap memberi data makro bagi pemerintah.
  • Meningkatkan Kompetensi Guru sebagai Evaluator
    Transformasi ke TKA hanya akan berhasil jika guru memiliki kompetensi menyusun instrumen asesmen yang valid. Pemerintah harus menyiapkan pelatihan berjenjang dan pendampingan guru dalam penyusunan rubrik, penilaian proyek, dan asesmen formatif. Seperti di Finlandia, guru adalah penilai utama karena dipercaya sebagai profesional, bukan sekadar pelaksana kurikulum.
  • Investasi Teknologi dan Infrastruktur Digital
    Penerapan TKA membutuhkan dukungan teknologi, terutama untuk asesmen daring dan analitik data. Pemerintah harus memperluas jaringan internet, menyediakan perangkat, serta membangun sistem asesmen digital yang adil dan inklusif. Tanpa investasi ini, TKA justru bisa memperbesar kesenjangan antar siswa.
  • Menyusun Sistem Monitoring dan Supervisi yang Kolaboratif
    Kunci keberhasilan TKA adalah akuntabilitas. Pemerintah harus menyusun sistem monitoring dan supervisi kolaboratif antara pusat, daerah, dan sekolah. Model supervisi harus mendorong perbaikan mutu, bukan menghukum. Keterlibatan lembaga independen dan akademisi juga penting dalam menjaga kualitas asesmen.
  • Menanamkan Filosofi Pendidikan Baru: Siswa sebagai Subjek
    Pemerintah harus mensosialisasikan secara masif bahwa TKA bukan pengganti UN semata, tetapi bagian dari perubahan filosofi pendidikan. Siswa bukan objek penilaian, tapi subjek pembelajaran yang unik. Dengan pemahaman ini, semua pihak (guru, orang tua, sekolah, dan pemda) dapat menyusun strategi pembelajaran yang holistik dan kontekstual sesuai potensi anak Indonesia.

Kesimpulan

Transformasi dari Ujian Nasional (UN) menuju Tes Kompetensi Akademik (TKA) mencerminkan pergeseran paradigma dari penilaian seragam menuju asesmen yang lebih kontekstual dan berorientasi pada kompetensi. Negara-negara maju telah membuktikan bahwa sistem asesmen yang holistik mampu mendorong kualitas pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan berorientasi pada pembelajaran bermakna. Indonesia, dengan keragaman geografis, sosial, dan sumber daya manusia, perlu merancang sistem penilaian yang adaptif namun tetap menjaga keadilan dan akuntabilitas. Perubahan ini bukan sekadar pergantian format ujian, tetapi bagian dari reformasi pendidikan nasional yang harus dibarengi dengan penguatan guru, teknologi, dan perubahan mindset seluruh pemangku kepentingan.

Saran

  • Pemerintah harus mengedepankan pendekatan bertahap dalam implementasi TKA, dimulai dari pilot project di daerah yang siap secara infrastruktur dan SDM.
    Pendekatan ini memungkinkan identifikasi tantangan riil, sekaligus memberi ruang untuk perbaikan sebelum skala nasional. Wilayah yang telah berhasil dapat menjadi model bagi daerah lain. Pemerintah juga sebaiknya bekerja sama dengan lembaga pendidikan tinggi dan organisasi profesi guru untuk menyusun instrumen evaluasi yang sesuai konteks lokal namun tetap berstandar nasional.
  • Perlu dilakukan penguatan kompetensi guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan asesmen yang bersifat formatif dan sumatif berbasis kompetensi.
    Guru adalah kunci keberhasilan TKA. Tanpa pemahaman dan keterampilan dalam menyusun rubrik, menilai proyek, dan memberikan umpan balik, tujuan TKA tidak akan tercapai. Oleh karena itu, pelatihan berkelanjutan dan program sertifikasi asesmen bagi guru harus menjadi prioritas nasional. Pemerintah juga perlu mengembangkan komunitas belajar dan platform daring untuk berbagi praktik baik antarguru.
  • Diperlukan dukungan regulasi yang konsisten, pendanaan yang memadai, serta keterlibatan masyarakat dan orang tua dalam mendukung pergeseran paradigma asesmen ini.
    Kebijakan pendidikan tidak boleh berubah-ubah mengikuti pergantian pejabat. Konsistensi dan keberlanjutan regulasi sangat penting agar TKA bisa diimplementasikan dengan mantap. Selain itu, dukungan anggaran harus diarahkan untuk memperkuat sekolah dan madrasah, terutama di wilayah 3T. Masyarakat juga harus dilibatkan dalam pemahaman bahwa asesmen bukanlah "hukuman akhir", melainkan bagian dari proses belajar anak untuk tumbuh menjadi manusia yang utuh dan kompeten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun