Lansia mengalami penurunan fungsi imun yang disebut dengan immunosenescence, di mana tubuh tidak lagi responsif secara efisien terhadap patogen baru maupun infeksi berulang. Hal ini membuat infeksi saluran napas seperti pneumonia menjadi ancaman serius, terutama jika terdapat kondisi komorbid. Paus Fransiskus, misalnya, diketahui menderita pneumonia bilateral multimikroba yang menyebabkan gangguan napas akut.
Dalam banyak kasus, infeksi saluran napas atas berkembang menjadi infeksi sistemik pada lansia, menyebabkan kegagalan organ ganda. Ketika lansia juga mengalami penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes tipe II, seperti yang dialami Paus, maka sistem tubuh kesulitan untuk mempertahankan homeostasis. Setiap penyakit yang berdiri sendiri mungkin masih dapat dikendalikan, namun ketika penyakit-penyakit itu hadir bersama, tantangan medis meningkat secara eksponensial.
Gangguan pembuluh darah, hipertensi  dan jantung seperti kolaps kardiosirkulatori merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada lansia. Dalam keadaan kritis, tekanan darah turun drastis dan aliran darah ke otak serta organ vital menurun. Ini dapat menyebabkan hilangnya kesadaran mendadak, koma, bahkan kematian. Stroke yang dialami Paus adalah salah satu manifestasi dari gangguan sirkulasi otak akibat tekanan darah tidak stabil dan pembuluh darah yang telah menua.
Diabetes tipe II memperparah kondisi karena mempercepat kerusakan pembuluh darah mikro dan makro. Dalam jangka panjang, ini dapat mempengaruhi jantung, ginjal, mata, dan sistem saraf. Kombinasi antara infeksi berat dan gangguan metabolik menciptakan badai sitokin yang bisa melumpuhkan sistem tubuh secara sistemik. Paus Fransiskus menunjukkan gejala-gejala khas ini, yang akhirnya berujung pada keadaan koma sebelum wafat.
Proses penuaan juga disertai perubahan dalam struktur paru-paru dan penurunan refleks batuk, membuat lansia lebih mudah mengalami penumpukan lendir dan bakteri. Bronkiektasis multipel yang diderita Paus menjadi kondisi kronis yang memperparah pneumonia, menunjukkan betapa pentingnya deteksi dan terapi suportif sejak awal. Sistem kesehatan di negara maju sekalipun tidak bisa sepenuhnya membalikkan kerusakan sistemik yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Bagaimana Kita Menyikapinya
Kematian seorang tokoh dunia seperti Paus Fransiskus seharusnya menjadi momentum refleksi bagi semua pihak, terutama dalam hal perawatan lansia. Kita perlu mendorong pendekatan kesehatan yang menyeluruh, bukan hanya kuratif, tetapi juga promotif dan preventif. Memastikan lansia memiliki akses ke pemeriksaan rutin, imunisasi, edukasi gizi, dan lingkungan hidup yang sehat adalah langkah awal yang krusial.
Masyarakat perlu dilibatkan lebih dalam dalam perawatan lansia, terutama dalam keluarga. Pemahaman mengenai kondisi kronis dan penuaan perlu diberikan sejak dini agar keluarga tidak hanya menjadi pengasuh, tetapi juga mitra aktif dalam mendeteksi dini perubahan kesehatan. Empati dan kesabaran menjadi jembatan untuk memahami keunikan kondisi tubuh lansia yang tak lagi sekuat dahulu.
Pemerintah dan sistem kesehatan nasional harus memastikan adanya integrasi antara layanan primer dan spesialis, dengan penekanan pada pelayanan geriatri. Tanpa sistem pendukung yang kuat, lansia rentan mengalami komplikasi seperti yang dialami oleh Paus Fransiskus. Kematian akibat pneumonia atau stroke seharusnya dapat dicegah bila terdapat sistem pemantauan dan perawatan yang konsisten.
Akhirnya, kesehatan lansia bukan hanya urusan medis, tetapi juga soal budaya, perhatian, dan komitmen sosial. Kita harus kembali merangkul nilai-nilai luhur dalam merawat orang tua---seperti menghargai pengalaman, memberikan ruang untuk kenyamanan, dan menemani mereka di akhir perjalanan dengan penuh kasih sayang dan hormat.
Kisah  Paus Fransiskus Meninggal Dunia  membuka mata kita akan fakta bahwa usia tua adalah masa yang penuh tantangan, namun juga penuh makna. Di balik tubuh yang melemah, terdapat jiwa yang pernah menanggung dunia dan memimpin dalam kebijaksanaan. Ia menunjukkan bahwa bahkan pemimpin besar pun tidak luput dari ujian fisik, dan dari situlah kita belajar tentang kepasrahan yang agung. Semoga kematian beliau menjadi pengingat bahwa kesehatan adalah anugerah yang tak ternilai, dan bahwa cinta serta perhatian di usia senja adalah obat yang tak bisa dibeli. Mari kita perkuat sistem, hati, dan kesadaran kita untuk memberikan yang terbaik bagi mereka yang telah membesarkan dan membimbing kita. Dalam bayang senja dan sunyi ruang perawatan, doa-doa mengalir, dan keikhlasan menjadi cahaya. Mereka yang menua bukan beban, tetapi pelita yang perlu dijaga nyalanya, sampai waktu mengizinkan mereka pulang dalam damai.