Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sinusitis dan Polip Bukan Karena Dingin, Debu, atau Polusi Tapi Alergi Makanan

17 April 2025   12:01 Diperbarui: 17 April 2025   12:13 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi editing pribadi

Penelitian lebih lanjut yang dipublikasikan oleh Veloso-Teles et al. di Ear, Nose & Throat Journal (2021) mengevaluasi peran antibodi spesifik makanan IgE dan IgG pada pasien dengan chronic rhinosinusitis with nasal polyps (CRSwNP). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam kadar antibodi IgE spesifik makanan antara pasien dan kontrol. Namun, kelompok pasien CRSwNP menunjukkan kadar antibodi IgG yang lebih rendah terhadap berbagai makanan, dengan perubahan pola antibodi IgG1 yang lebih tinggi dan IgG2 serta IgG3 yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun alergi makanan tidak memiliki peran besar dalam patogenesis CRSwNP, respons imun terhadap makanan mungkin berperan dalam memodifikasi sistem kekebalan tubuh, yang memengaruhi respons terhadap alergen non-makanan seperti partikel udara.

Selain itu, sebuah studi histopatologi oleh Iordache et al. (2022) dalam Romanian Journal of Morphology and Embryology menyoroti hubungan antara rinitis alergi (AR), polip hidung (NP), dan rinosinusitis dengan infiltrasi eosinofil dan sel mast yang terdeteksi pada mukosa hidung pasien. Temuan ini menunjukkan bahwa AR berperan penting dalam perkembangan penyakit sinonasal kronis, memperburuk inflamasi dan mempengaruhi potensi perkembangan kanker. Oleh karena itu, meskipun alergi makanan tidak ditemukan berperan besar dalam patogenesis CPS dan CRSwNP, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti respons imun terhadap alergen non-makanan yang mungkin turut berkontribusi dalam kondisi inflamasi kronis ini.

Infeksi Virus Berulang pada Saluran Pernapasan

Dalam artikel ulasan yang diterbitkan di Annual Review of Pathology, Schleimer menjelaskan bahwa rhinosinusitis kronis (CRS) dan polip hidung merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan gangguan sistem imun pada mukosa hidung dan sinus. CRS tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas hidup yang signifikan, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistem imun lokal dalam mempertahankan integritas epitel dan respon antimikroba. Penelitian terkini menunjukkan bahwa CRS dengan polip sering kali dipicu oleh respons imun tipe 2, yang dimediasi oleh sitokin seperti IL-5 dan IL-13 yang berasal dari sel Th2, sel limfoid tipe 2, dan kemungkinan sel mast. Aktivasi sel imun seperti eosinofil, basofil, dan sel mast menjadi ciri khas dari patogenesis CRS tipe ini. Temuan ini membuka jalan bagi pendekatan terapi yang lebih spesifik melalui penggunaan biologik yang menargetkan jalur sitokin tipe 2 sebagai bentuk manajemen penyakit yang lebih efektif.

Infeksi virus berulang seperti common cold dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) sering muncul dengan tanda-tanda gejala yang serupa pada setiap episode. Penderita dapat mengalami hidung tersumbat, batuk, dan sakit tenggorokan. Selain itu, tubuh dapat terasa hangat, meskipun suhu tubuh yang diukur berada dalam kisaran normal. Ketika diraba, tubuh penderita seringkali terasa lebih panas daripada biasanya, tanpa demam yang signifikan. Keadaan ini sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang sering terpapar infeksi virus dari lingkungan yang padat.

Jika infeksi virus berulang tidak segera diobati atau dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, gejala tersebut bisa terus berlanjut dan semakin mengganggu. Batuk yang terus-menerus, kesulitan bernapas, dan rasa lelah yang berlarut-larut bisa menjadi tanda bahwa infeksi telah berkembang lebih lanjut. Tanpa penanganan yang tepat, gejala dapat bertahan lebih lama dan kualitas hidup pasien menurun, membuat tubuh semakin rentan terhadap infeksi lain atau komplikasi lebih lanjut. Infeksi virus berulang yang tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius pada saluran pernapasan dan organ tubuh lainnya seperti polip, pembesaran tonsil atau amandel, sinusitis, infkesi telinga, adenoid, pembesaran kelenjar di leher

Peran Gangguan Pencernaan dalam Penurunan Kekebalan Tubuh dan Alergi Makanan 

Penelitian oleh Woicka-Kolejwa et al. (2016) yang dipublikasikan dalam Postepy Dermatol Alergol mengungkapkan adanya hubungan signifikan antara alergi makanan dan infeksi saluran pernapasan berulang. Studi ini menyatakan bahwa penderita  alergi makanan lebih rentan mengalami infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia dan bronkitis, yang dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka secara keseluruhan. Penurunan kekebalan tubuh yang terkait dengan alergi makanan menyebabkan sistem imun menjadi lebih lemah, sehingga anak-anak tersebut lebih mudah terinfeksi oleh patogen pernapasan. Temuan ini menunjukkan pentingnya diagnosis yang tepat dan penanganan yang efektif terhadap alergi makanan sebagai langkah pencegahan terhadap infeksi saluran pernapasan yang sering terjadi pada anak-anak dengan kondisi alergi.

Penurunan kekebalan tubuh  sering kali dikaitkan dengan gangguan pencernaan yang mempengaruhi keseimbangan mikrobiota usus. Sekitar 70-80% dari sistem kekebalan tubuh manusia terbentuk di saluran pencernaan, menjadikannya titik krusial dalam mempertahankan kesehatan tubuh. Alergi makanan, khususnya yang melibatkan pencernaan, dapat merusak keseimbangan ini, mempengaruhi respons imun tubuh terhadap infeksi, dan meningkatkan kerentanannya terhadap penyakit berulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara alergi makanan, gangguan pencernaan, dan penurunan kekebalan tubuh pada anak-anak, serta dampaknya terhadap kecenderungan infeksi berulang.

Gangguan pencernaan sering kali menjadi penyebab utama menurunnya fungsi kekebalan tubuh. Sistem pencernaan memainkan peran vital dalam mengatur respons imun tubuh, dengan sebagian besar sel imun tubuh berada di saluran pencernaan. Ketika pencernaan terganggu, seperti pada alergi makanan, reaksi imun yang tidak terkendali dapat merusak integritas lapisan usus dan mengganggu fungsi mikrobiota usus, yang berperan dalam memelihara kekebalan tubuh. Alergi makanan, yang seringkali mempengaruhi pencernaan, menyebabkan peradangan dan reaksi imun berlebih yang dapat melemahkan kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko infeksi berulang, seperti infeksi saluran pernapasan dan gastrointestinal.

Pendekatan observasional untuk menilai orang yang mengalami alergi makanan dan gangguan pencernaan. Gejala alergi pencernaan yang sering muncul termasuk nyeri perut, diare, muntah, dan kembung. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa reaksi alergi terhadap makanan tertentu, seperti protein susu sapi atau telur, menyebabkan gangguan pada integritas lapisan usus dan mempengaruhi mikrobiota usus. Sebagai akibatnya, sistem kekebalan tubuh menjadi lebih rentan terhadap infeksi, terutama pada saluran pernapasan, yang memicu terjadinya infeksi berulang. Evaluasi menggunakan pendekatan eliminasi-provokasi untuk mengidentifikasi alergen makanan dan memperbaiki gangguan pencernaan menunjukkan adanya perbaikan kekebalan tubuh dan penurunan insiden infeksi berulang setelah penanganan yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun