Seharusnya selebritis bahkan merupakan tokoh hukum danpara pakar hukum tersebut harus menyadari bahwa perilaku mereka yang ingin meraih kepopuleran tersebut melanggar hak anak dengan melegalkan kekerasan terhadap. Sangat tragis justru kekerasan pada anak dilakukan oleh pengacara dan tokoh yang mengerti hukum.
Bentuk kekerasan sering dialami oleh seorang anak baik secara fisik maupun non fisik. Pasca pemberlakuan UU No. 23 tahun 2002 terntang perlindungan anak, pemerintah senantiasa dituntut untuk memberikan perlindungan terhadap anak dari bahaya kekerasan. Bentuk perlindungan anak selain diwujudkan dalam bentuk pencegahan melalui pemberlakuan sanksi, juga diwujudkan dalam bentuk pembinaan yang perlu melibatkan berbagai pihak. Meskipun demikian, ternyata bentuk kekerasan terhadap anak masih sering terjadi, sehingga anak yang seharusnya mendapatkan hak-haknya secara patut masih sering terabaikan. Apapun yang menjadi penyebab, tentu tidak lepas dari implementasi undang- undang yang belum terjalan secara baik.
Bila dicermati respon dan dukungan berbagai tokoh dan selebritis tersebut ada yang spontan tetapi sebagian lainnya ingin menumpang ketenaran terhadap topik yang sedang heboh dalam masyarakat dan selalu diliput media. Saat sebuah media meliputnya maka berbagai tokoh dan profesional berlomba memburunya demi ketenaran dan perhatian masyarakat. Saat para tokoh menginginkan sebuah ketenaran tidak disadari menjadikan anak sebagai komoditasnya dan korbannya. Anak tanpa disadari diseret dan digiring para tokoh yang haus sensasi dan kepopuleran tersebut. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka perlindungan anak telah memiliki landasan hukumnya secara yuridis. Termasuk didalamnya diatur mengenai anak terlantar yaitu anak-anak yang karena suatu sebab tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik rohani, fisik, maupun sosial. Maka siapapun yang melakukan berbagai upaya yang mendukung kekerasan kepada anak harus segera diseret ke meja hijau. SAVE OUR CHILDREN