Mantan Menteri Agama Fachrul Razi meninggalkan sejumlah kontroversi selama masa jabatannya yang pada akhirnya berujung pada pemecatan dari kabinet. Salah satu kontroversi paling menonjol adalah pernyataannya yang mengusulkan pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintah. Pernyataan ini langsung memicu reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat, terutama organisasi masyarakat Islam. Mereka menilai usulan tersebut sebagai bentuk diskriminasi yang tidak menghormati kebebasan beragama dan keberagaman praktik keagamaan yang sudah lama melekat dalam tradisi umat Islam di Indonesia. Dalam konteks negara yang menjunjung tinggi pluralisme, kebijakan semacam ini dinilai bertentangan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan dapat memicu ketegangan sosial.
Selain itu, Fachrul juga membuat pernyataan kontroversial yang dianggap tidak sensitif terkait fenomena radikalisasi. Dalam sebuah rapat dengan Komisi VIII DPR, ia menyebut bahwa radikalisasi bisa disebarkan oleh orang-orang yang "cantik" dan fasih membaca Al-Qur'an. Pernyataan tersebut mendapat kecaman luas dari masyarakat dan kalangan ulama karena terkesan merendahkan serta menimbulkan stigma negatif terhadap perempuan Muslim yang menjalankan ibadah dengan sungguh-sungguh. Pernyataan tanpa dasar ilmiah ini dianggap memperburuk citra umat Islam di mata publik dan menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.
Keputusan Fachrul untuk membatalkan pemberangkatan jamaah haji Indonesia pada tahun 2020 juga menuai kritik. Pembatalan dilakukan tanpa adanya koordinasi dan konsultasi yang matang dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), khususnya Komisi VIII yang membidangi urusan agama dan sosial. Langkah sepihak ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap mekanisme kerja sama antar lembaga negara yang harus berjalan secara transparan dan bertanggung jawab. Keputusan mendadak ini membuat banyak pihak kecewa dan merasa dirugikan, terutama calon jamaah haji yang sudah mempersiapkan segalanya. Fachrul pun akhirnya mengakui kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf atas keputusan tersebut.
Di sisi lain, di bawah kepemimpinan Fachrul Razi, Kementerian Agama juga melakukan pemotongan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi madrasah swasta sebesar Rp100.000 per siswa. Pemotongan dana ini secara langsung berdampak pada kelangsungan operasional madrasah yang selama ini sangat bergantung pada dana BOS untuk pembiayaan pendidikan dan kegiatan belajar mengajar. Meski Fachrul mengakui kesalahan tersebut dan berjanji akan mengembalikan dana setelah menemukan solusi penghematan anggaran, tindakan ini memunculkan ketidakpuasan dan kekhawatiran di kalangan pengelola madrasah serta orang tua siswa. Banyak yang mempertanyakan transparansi dan tata kelola anggaran di Kementerian Agama selama masa kepemimpinannya.
Berbagai kontroversi yang menyertai masa jabatan Fachrul Razi secara nyata mencoreng citra Kementerian Agama dan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga yang memiliki tugas penting menjaga kerukunan dan keharmonisan umat beragama di Indonesia. Pencopotan Fachrul dari jabatan Menteri Agama merupakan langkah yang dianggap perlu oleh pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat serta menjaga stabilitas sosial dan politik. Langkah ini juga menjadi peringatan agar pejabat publik selalu menjalankan tugasnya dengan penuh kehati-hatian, sensitif terhadap keberagaman, dan bertanggung jawab demi kepentingan bangsa dan negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI