Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semua Terinspirasi Toyota Avanza

5 Januari 2014   23:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:07 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Toyota memproduksi Avanza untuk pertama kalinya, saya langsung berpikir, “Suksesor Toyota Kijang telah lahir!” Bagi saya dan orang-orang lain yang sempat mengalami masa-masa kejayaannya, Toyota Kijang, yakni yang edisi lama, mempunyai makna dan nilai lebih ketimbang sekadar mobil dan kendaraan. Apa saja? Di bawah ini saya akan memaparkannya. Namun, saya merepresentasikan suksesnya Kijang model lama itu lewat sang suksesor, Toyota Avanza. Sebab, menurut saya, meskipun Toyota Kijang sampai sekarang masih tetap diproduksi dalam versi baru, namun yang menjadi titisan Kijang edisi lama bukanlah Kijang yang sekarang, melainkan justru Avanza! Mengapa bisa begitu? Di bawah ini juga sekalian akan saya terangkan.

Tahun 2009 lalu, kakak perempuan saya mengajak saya ikut mencari mobil, berhubung suaminya hendak membelikan sebuah mobil untuk dia sendiri supaya tidak berebutan mobil dengan sang suami ketika ada keperluan yang berbentrokan. Di perjalanan, Kakak bertanya pada saya, “Menurut kamu, mobil apa yang cocok buat aku?” Karena memang sudah terpikirkan di otak, saya kontan menjawab, “Avanza saja.” Kakak dan suaminya tertawa. Kata kakak ipar saya, “Itu juga yang jadi prioritas utama kami.” Dan benar saja. Sesudah berkeliling sepanjang hari ke beberapa showroom, untung waktu itu hari libur sehingga jalanan Jakarta lengang, pilihan tetaplah jatuh pada Avanza. Kakak memilih warna hitam. Pilihan yang tepat, menurut saya.

Kisah kakak saya memilih mobil ini saya rasa cukup mewakili banyak sekali keluarga di Indonesia. Sebagai bangsa yang masih kental sekali nuansa kekeluargaan dan budaya komunalnya, kita cenderung melibatkan juga jiwa kecintaan kita pada kebersamaan dalam hampir semua keputusan. Termasuk dalam memilih kendaraan. Maka, jelas, kendaraan yang dapat menampung sebanyak mungkin penumpang menjadi prioritas utama dalam opsi. Kebersamaan dalam perjalanan dan keguyuban kumpulan orang-orang tercinta saat piknik atau berlibur tetap merupakan suasana yang disukai masyarakat kita. Untuk itulah, bepergian beramai-ramai selalu menjadi sumber sukacita. Dan cara bagaimana lagi yang lebih aplikatif dan praktis untuk mendapatkan semua itu? Pasti, dengan kendaraan seperti Avanza, yang sanggup mengumpulkan sebanyak mungkin kekasih tapi tanpa memerlukan terlalu banyak kendaraan. Jadi dapat menghemat ongkos karena tidak usah mengeluarkan uang bensin dan perawatan bagi lebih banyak mobil lagi, juga lebih hemat tempat sehingga tidak perlu pusing memikirkan tempat untuk parkir.

Pertanyaannya, mengapa Avanza? Bukankah sekarang banyak kendaraan berkelas MPV (Multi-Purpose Vehicle), tidak cuma Avanza? Sebab, hanya Avanza yang memenuhi semua dari 12 (duabelas) kriteria orang Indonesia, selain akomodatif buat banyak penumpang tadi! Kehebatan inilah yang menjadi kunci sukses Kijang “Lama” dulu, “paman”-nya Avanza! Pada saat yang sama, inilah yang (maaf!) tidak bisa dipenuhi mobil-mobil lain, termasuk yang berkelas sama, MPV. Bahkan, (maaf sekali lagi dan lebih besar lagi!) “sang anak kandung”, Kijang “Baru”, yaitu Innova, pun belum mampu memenuhi semua rekor syarat ini, yang dahulu pernah dipunyai “sang ayah” sampai menjadi amat berjaya di eranya.

Kriteria itu adalah sebagai berikut. Pertama, harganya terjangkau. Kedua, hemat bahan bakar. Ketiga, biaya perawatannya murah. Keempat, nilai jual kembalinya tetap tinggi, tidak anjlok. Kelima, adaptatif (baca: bukan hanya mudah dikendarai, namun penggunanya pun dapat lekas menyesuaikan diri dengannya, mampu menguasai teknik mengendarainya dengan cepat). Keenam, mesinnya bandel dan tidak rewel, tahan banting namun “pengertian”. Ketujuh, nyaman bagi orang-orang di dalamnya, baik pengemudi maupun yang cuma ikut nebeng alias menjadi penumpang. Kedelapan, penampilannya menarik dan bergengsi, tapi, pada saat yang sama, tidak mencolok apalagi norak, sehingga nggak malu-maluin dan bahkan tetap bikin keren pemakainya bilamana dibawa ke pesta, namun juga pantas-pantas saja buat dipakai pergi belanja ke pasar tradisional. Kesembilan, “teramat multi-purpose” (baca: mampu dibawa jalan ke segala medan dan “bersedia” pula dijejali segala macam muatan. Diajak jalan-jalan ke pegunungan, ayo; dibawa ke pantai pun, “siapa takut”? Disuruh menjelajahi aspal kota megapolitan, mau; diminta berjalan di atas jalan tanah yang rusak di kampung-kampung atau di daerah tertinggal, juga tidak keberatan. Ditumpaki manusia-manusia dari berbagai berat badan dan pola kejorokan, tidak masalah; disuruh angkut segala jenis barang mulai dari sayur-mayur dan ayam kampung hidup sampai dengan TV plasma 48 inci dan sepeda pixie, itupun oke). Kesepuluh, kendati kapasitas tampungnya besar namun tetap ramping, tidak makan tempat (terutama garasi dan tempat parkir). Kesebelas, tapi, sekalipun ramping, tetap kokoh, tidak “keentengan” yang sampai-sampai bisa “terbang” di jalan tol. Keduabelas, bengkel servisnya banyak tersebar dan suku cadangnya mudah diperoleh. Kriteria pertama sampai dengan keempat itu ditinjau dari segi dan nilai ekonomi, kriteria kelima hingga kesembilan itu merupakan aspek pemanfaatan, dan kriteria kesepuluh sampai dengan keduabelas itu berkaitan dengan lingkungan, prasarana, dan sumber daya pendukung.

Dengan kata lain, seperti saya katakan di awal, sama halnya dengan "sang paman", Toyota Kijang "Lama", Toyota Avanza lebih daripada sebatas mobil dan kendaraan bagi pemilik dan penggunanya, melainkan dapat dikatakan sudah juga merupakan alat kerja, penunjang bisnis, asisten pribadi, bahkan partner atau sahabat!

Semua itu saya dapati dan saksikan sendiri dari Avanza kakak saya itu, baik mengalami langsung secara pribadi maupun menyaksikan dan mendengar apa yang dialami keluarga Kakak. Setiap kali kita mencoba mengemudikan sebuah mobil yang sebelumnya belum pernah kita bawa, apalagi untuk jenis dan merek yang benar-benar baru untuk kita, pasti ada beberapa menit di mana kita perlu beradaptasi dengan mobil tersebut. Nah, untuk saya pribadi, menyesuaikan diri dengan Avanza kakak saya itu, dan juga dengan Avanza-Avanza lain milik teman atau kerabat saya, adalah adaptasi mengemudi yang butuh waktu paling singkat, terasa sama persis proses penyesuaian dirinya seperti dulu ketika mencoba mobil-mobil Kijang (Lama) milik kakak dan teman-teman saya yang lain. Kemudian, sewaktu mengajari anak kedua kakak saya itu menyetir mobil, Avanza itulah yang diam-diam kami pakai. Dan keponakan lelaki saya itu, yang kala itu masih berumur 11 tahun, mampu cepat sekali jadi bisa menyetir karena terbantu mudahnya Avanza untuk dikemudikan. Setelah itu, tatkala saya pindah dari satu tempat kos ke tempat kos lain, kemudian pindah lagi ke sebuah rumah kontrakan, dan terakhir bahkan pindah ke kota yang berbeda, yaitu dari Bandung ke Tangerang serta beberapa bulan kemudian kembali lagi ke Bandung, mobil Avanza Kakak itulah yang saya pinjam untuk mengangkut barang-barang yang tidak terlalu besar. Kakak saya itu sendiri, karena dia dan keluarga besar saya tinggal di Jakarta, bersama keluarganya dan ibu saya, kerap mengunjungi saya ke Bandung, juga dengan Avanza itu. Dan memang terbukti iritnya bensin Avanza, kekokohannya di jalan tol Cipularang sehingga tidak terguncang oleh angin kencang, bandelnya mesin, onderdil, dan bodi mobil itu walaupun dibawa jauh (malah pernah dibawa sampai ke Jawa Timur dan bahkan sampai Bali juga!) dan dibebani apapun. Ditaruh di garasi pun Avanza itu muat tanpa ada masalah dalam mengunci pagar, padahal mobil MPV lain, apalagi sedan, tidak cukup, karena garasinya kurang panjang, sampai-sampai pagar tidak bisa ditutup hingga benar-benar rapat. Pernah juga anak sulung kakak saya itu secara tidak sengaja menabrakkan Avanza itu ke tembok rumah saat sedang memundurkannya ke dalam garasi, namun untuk memperbaiki tembok justru biayanya lebih mahal dan waktunya lebih lama daripada untuk menyervis Avanza-nya sendiri. Dan, yang baru saja terjadi beberapa bulan lalu, karena ada masalah besar dalam keluarga kakak saya itu, terpaksa mereka harus merelakan Avanza hitam kesayangan mereka (dan juga favorit saya serta keluarga besar kami) itu dijual demi melunaskan utang. Syukurnya, hasil penjualan itu cukup untuk semua, membuktikan bahwa nilai jual Avanza memang tidak merugikan.

Saya yakin, amat sangat banyak sekali orang dan keluarga yang merasakan pengalaman Avanza seperti yang saya alami. Sebagian besar mereka tentu terinspirasi oleh keunggulan mobil besutan Toyota yang spesifikasinya dapat dilihat pada situs http://www.toyota.astra.co.id/product/avanza ini. Mengapa tidak? Produsen otomotif lain saja tampak seperti terinspirasi oleh Avanza, kalau melihat produk mobil mereka yang sudah seperti clonning-nya Avanza. Begitu pula mobil yang pernah ramai dalam pemberitaan karena diklaim sebagai mobil nasional produk lokal, apalagi ketika didukung penuh sang walikota fenomenal dari kota tempat mobil tersebut dimanufaktur: bentuknya juga mirip sekali dengan Avanza. Saya jadi bertanya-tanya, apakah ide program mobil murah dan ramah lingkungan yang diusung pemerintah pusat kita juga terinspirasi dari kriteria Avanza di atas?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun