Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Koperasi Terdigitalisasi Non-Tunai, Solusi Atasi Masalah Harga dan Stok Bahan Pokok

24 Maret 2018   16:49 Diperbarui: 24 Maret 2018   17:35 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harga bawang merah, cabai rawit merah, dan bawang putih di sebuah pasar swalayan di kawasan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, per 20 Maret 2018 (Ilustrasi: koleksi pribadi)

Kalau jujur, pasti kita mengakui, kita sudah jengah dengan rutinnya kelangkaan dan pelonjakan harga beras, gula pasir, minyak goreng, gas elpiji, bumbu-bumbu masak (seperti bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, dan bahkan garam), daging sapi, daging ayam, ikan, sayur-mayur, dan berbagai komoditas kebutuhan pokok lainnya, pada momen-momen hari raya keagamaan. 

Pula di saat cuaca sedang ekstrem, manakala curah hujan tinggi, atau sebaliknya: musim kemarau keras dan panjang melanda. Belum lagi akibat faktor-faktor lain yang tak kalah kerapnya terjadi, seperti serangan hama serta wabah penyakit tumbuhan dan hewan.

Problematika ketersediaan dan fluktuasi harga kebutuhan pokok di Indonesia disebabkan ketidaksetiaan kita terhadap konstitusi kita sendiri. Kita telah terlalu dalam tenggelam di dalam paradigma liberalisme ekonomi. Padahal, semua orang Indonesia wajib berpikiran selaras dengan konstitusi kita, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), termasuk tentang ekonomi.

Pembukaan UUD 1945, alinea ke-4, memerintahkan Pemerintah dan Negara untuk "...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum....". Kemudian, Bab XIV (Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial), Pasal 33, menyatakan dalam ayat (1): "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan",  ayat (2): "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara", ayat (3): "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat", ayat (4): "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga ke-seimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional", dan ayat (5): "Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang".

Sistem ekonomi liberal melahirkan kapitalisme. Makin besar kapital atau modal, makin besar pengaruh atas ekonomi. Sebaliknya, semakin sedikit modal, semakin pudarlah pula peran dalam perekonomian, dan kemudian tersingkir. Segelintir orang yang menguasai sebagian besar uang yang ada di Indonesia ini bisa menguasai semua item kebutuhan pokok pada tahap pendistribusiannya mulai dari hulu hingga ke hilir, sehingga memiliki kekuasaan yang teramat besar atas harganya.

"Kejahatan" semacam ini bisa dihilangkan hanya bilamana Pemerintah menjalankan sistem ekonomi yang diperintahkan Konstitusi, yakni dengan mengembalikan penerapan kekuasaan kendali dan tanggung-jawab Negara atas produksi dan distribusi semua komoditas bahan pokok. Karena, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak itu bukan melulu pertambangan, mineral, dan sumber energi.

Sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan justru merupakan cabang-cabang produksi yang lebih penting lagi, juga lebih menguasai hajat hidup orang banyak karena langsung berurusan dengan kebutuhan inti kehidupan, yaitu pangan, sandang, dan papan.

Pengendalian oleh Negara tidak harus berarti pendiktean atau kediktatoran, di mana kebebasan pasar dan demokrasi ekonomi dikekang. Sebaliknya, liberalisme pun tidak selalu membuahkan kebebasan sejati. Praktek ekonomi bebas kebablasan dari kaum modal raksasa di seluruh dunia, termasuk di Tanah-Air, justru kian mengimpit perekonomian kaum buruh, proletar, dan lainnya yang minim sampai minus modal.

Namun, sebaliknya, praktek dominasi besar Negara oleh tetangga-tetangga dekat Indonesia, seperti Singapura, Vietnam, dan Tiongkok, yang bukan hanya di bidang ekonomi melainkan di seluruh segi kehidupan, justru membuat rakyatnya semakin merdeka secara sosio-ekonomi dan finansial. Itu bisa terjadi lantaran memang penerapan pengendalian Negara-lah yang cocok dengan kultur mereka. Dan itu juga yang cocok dengan budaya kita.

Tujuan pelaksanaan sistem ekonomi yang sesuai perintah Konstitusi ialah "untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Dan implementasinya adalah dengan koperasi yang dioptimalkan semaksimal mungkin dan kekinian. Karena, koperasilah ejawantah dari "perekonomian(yang) disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan" yang dikatakan UUD 1945! Koperasilah satu-satunya bentuk badan usaha yang di Indonesia ini memungkinkan pertemuan dan kerjasama harmonis antara kontrol Negara, demokrasi ekonomi, dan kebebasan pasar!

Yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun