Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tantangan Pembangunan Zona Integritas pada Instansi Pemerintah

22 Juli 2022   15:00 Diperbarui: 22 Juli 2022   15:03 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebagaimana yang kita pahami bersama bahwa pemerintah yang bersih, bebas KKN, dan dapat memberi layanan prima kepada masyarakat adalah isu-isu krusial yang selalu membayangi biokrasi. Untuk mengatasi kondisi yang sudah mengakar tersebut dibutuhkan pendekatan yang multidimensi.

Secara umum, persoalan utamanya terletak pada lemahnya penataan sistem pengendalian manajemen, yang mana aspek-aspek mencakup antara lain: sasaran strategis organisasi, proses penyusunan kebijakan, penataan sumber daya manusia, sistem dan prosedur pelaksanaan kegiatan, metode dan sarana kerja, sistem evaluasi dan pelaporan, serta pengawasan internal (BPKP, 2010).

Oleh karena itu untuk merevitalisasi fungsi dan peran negara sebagai pelayan masyarakat diperlukan reformasi birokrasi. Pemerintah telah menyusun skema reformasi birokrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang kemudian diturunkan dalam kebijakan teknis Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi berupa Road Map 5 (lima) tahunan serta kebijakan teknis evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi dan pembangunan zona integritas pada instansi pemerintah.

Zona integritas secara konsep adalah instansi pemerintah yang mana pimpinan dan jajarannya telah berkomitmen untuk melaksanakan reformasi birokrasi untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan akuntabel serta pelayanan publik yang prima.

Zona integritas sering juga disebut sebagai miniatur reformasi birokrasi itu sendiri yang berupa pengimplementasian pelaksanaan reformasi birokrasi sampai kepada unit kerja yang terdekat atau bersentuhan langsung dengan masyarakat dan stakeholders lainnya. Jika mengacu kepada konsep island of integrity, maka unit kerja yang mendapat predikat WBK/WBBM itu akan menjadi percontohan dan diharapkan dapat menularkan integritasnya kepada unit kerja lainnya pada instansi pemerintah tersebut.

Implementasi zona integritas ini dilakukan melalui tahapan yakni pencanangan, pembangunan, penilaian, pengusulan, dan penetapan. Sederhananya, unit kerja yang merupakan core layanan instansi pemerintah melakukan pembenahan internal, kemudian dinilai dan diusulkan intansi tersebut kepada pemerintah (KemenPAN-RB), yang mana jika telah memenuhi sejumlah kriteria dan parameter tertentu,  maka unit kerja tersebut dianggap layak untuk menyandang predikat WBK/WBBM.

Dari beberapa tahapan zona integritas sebagaimana disebutkan di atas, tahapan yang paling penting adalah pembangunan zona integritas itu sendiri. Seperti yang telah disinggung di awal, perubahan pada manajemen pemerintah memerlukan pendekatan multidimensional. Dalam konsep zona integritas tersebut, terdapat 6 (enam) area penting yang membutuhkan perubahan.

Secara singkat 6 (enam) area perubahan tersebut mencakup sebagai berikut: Pertama, area manajemen perubahan berbicara mengenai komitmen, program kerja, dan perubahan budaya kerja. Kedua, area tata kelola berbicara mengenai penyederhanaan proses bisnis, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, serta keterbukaan informasi publik. Ketiga, area sumber daya manusia berbicara mengenai penerapan sistem merit (right person on the right place), penegakan disiplin, dan peningkatan kompetensi. Keempat, area akuntabilitas berbicara mengenai pembenahan manajemen kinerja, yang mana penggunaan anggaran negara dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk kinerja yang jelas dan terukur. Kelima, area penguatan pengawasan berbicara pembangunan sistem anti korupsi seperti penanganan gratifikasi, whistle blowing system, benturan kepentingan, serta penguatan aparatur pengawasan internal pemerinah (APIP). Dan terakhir, area pelayanan publik berbicara mengenai pembenahan standar layanan, budaya pelayanan prima, dan pengelolaan feed back atas layanan yang diberikan.    

Upaya-upaya yang telah dilakukan pada area-area perubahan di atas harus bermuara pada perubahan kualitas birokrasi yang dapat dirasakan secara langung oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu instansi pemerintah perlu melakukan survei kepuasan layanan dari para pemangku kepentingannya secara berkala. Hasil survei itu sendiri merupakan bagian tidak terpisahkan sebagai hasil (outcome) dari pembangunan zona integritas itu sendiri.

Berdasarkan pengamatan penulis, dalam praktiknya masih terdapat kendala dalam pembangunan zona integritas pada instansi pemerintah. Pertama, belum seluruh pejabat dan jajarannya memiliki pemahaman yang utuh terhadap konsep zona integritas. Masih ada pandangan yang menganggap bahwa zona integritas merupakan tugas tambahan yang diamanatkan kepadanya, alih-alih sebagai kerangka kerja yang melekat (embedded) pada aktifitas rutin organisasi yang bermanfaat untuk melakukan perubahan pada unit kerjanya. Kedua, belum terbangunnya kerangka kerja yang terpadu yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan secara lintas fungsi pada instansi pemerintah. Lemahnya koordinasi dan dan masih adanya silo mentality perlu diperhatikan dalam pembangunan zona integritas. Kondisi ini dapat menyebabkan zona integritas terjebak dalam aktifitas administrasi semisal pengumpulan data untuk kepentingan penilaian, alih-alih sebagai upaya pembenahan internal yang dilakukan secara serius dan berkelanjutan. Ketiga,kegiatan zona integritas masih terkesan belum melibatkan partisipasi publik. Serangkaian proses perencanaan sampai pengusulan dan penetapan dilakukan oleh unsur pemerintah, namun masih minum usulan, masukan, dan pemantauan dari masyarakat.       

Oleh karena itu dibutuhkan serangkaian strategi guna konsep zona integritas ini benar-benar dapat diadopsi, diinternalisasikan, dan diimplementasikan secara optimal. Pertama, komitmen pimpinan instasi pemerintah adalah kunci keberhasilan. Sebagai role model dan decision maker,  dukungan dan arahan pimpinan akan berdampak besar kepada pelaksana kegiatan. Kedua, harus ada kebijakan yang jelas sebagai pedoman yang diikuti dengan konsistensi dalam pelaksanaan pembangunan zona integritas. Ketiga, pembangunan zona integritas dapat dijadikan salah satu indikator kinerja utama pada pimpinan unit kerja yang kemudian diturunkan secara berjenjang (cascade) kepada pejabat/staf di bawahnya. Dengan demikian, pelaksanaan zona integritas dapat dipantau dan dievaluasi secara berkala oleh pimpinan unit kerja sebagai akuntabilitasnya kepada pimpinan instansi pemerintah serta mendapat dukungan sumber daya yang diperlukan. Keempat, perlunya prosedur operasional standar sehingga memastikan proses bisnis pelaksanaan zona integritas menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kegiatan rutin birokrasi. Dan kelima, perlu dibangun sistem penghargaan (reward) kepada unit kerja yang berhasil mendapatkan, mempertahankan, bahkan meningkatkan predikat WBK/WBBM. Hal ini penting untuk memacu persaingan sehat di antara unit kerja untuk berlomba ke arah yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun