Mohon tunggu...
Samuel Partogi Simanjuntak
Samuel Partogi Simanjuntak Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sebagai seorang aktivis kepemudaan, saya senang berdiskusi tentang sosial budaya, politik, dan pemerintahan. Bagi saya, pemuda punya peran penting dalam membentuk masa depan bangsa. Melalui tulisan, saya ingin berbagi perspektif, mengajak berpikir kritis, dan bersama-sama mencari solusi untuk isu-isu yang kita hadapi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Kiri Diperlukan untuk Meredam Kapitalisme Kanan yang Liar

23 Mei 2025   16:59 Diperbarui: 23 Mei 2025   16:59 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemiskinan Deretan permukiman penduduk semi permanen  Jakarta (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj) 

Di tengah dominasi narasi politik kanan yang memuja pasar bebas, investasi tanpa batas, dan pertumbuhan ekonomi sebagai mantra suci, suara kiri di Indonesia dipenjara dalam stigma usang "komunis". Padahal, sejarah pemikiran kiri jauh lebih kaya dari sekadar reduksi itu. Dari perjuangan upah buruh hingga gerakan lingkungan, esensi kiri adalah keberpihakan pada yang tertindas. Ketika ruang bagi kiri menyempit, demokrasi kita pun pincang oligarki menguasai panggung, sementara rakyat hanya jadi penonton.

Kapitalisme Tanpa Rem

Kapitalisme memang mesin pertumbuhan, tetapi ia ibarat mobil tanpa rem bisa melaju cepat, tapi juga menghancurkan jika tak dikendalikan. Data Bank Dunia (2023) menunjukkan, 1% orang terkaya Indonesia menguasai 47% kekayaan nasional ketimpangan tertinggi di Asia Tenggara. Liberalisasi pasar tenaga kerja lewat UU Cipta Kerja justru memangkas hak buruh, sementara eksploitasi alam masif terjadi di Kalimantan dan Papua untuk kepentingan korporasi.

Tanpa kiri yang kritis, kapitalisme kanan akan terus melahirkan paradoks GDP naik, tapi 24,5 juta penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan (BPS, 2023). Krisis 1998 dan resesi global 2008 adalah bukti sistem ini rapuh ketika keserakahan jadi panglima.

Melampaui Trauma Sejarah

Masalah terbesar kiri Indonesia adalah beban sejarah Orde Baru. Setelah 1965, semua yang berbau "sosialis" dianggap PKI dan dihabisi. Padahal, semangat kiri telah ada sejak awal kemerdekaan, Tan Malaka memperjuangkan pendidikan rakyat, Sutan Sjahrir membangun sosialisme demokratis, dan HOS Cokroaminoto mengkritik feodalisme.

Yang kita butuhkan hari ini bukanlah romantisme komunisme ala Stalin, melainkan kiri progresif yang belajar dari kesuksesan negara Nordia. Di Norwegia, perusahaan minyak negara (Equinor) dikelola transparan untuk membiayai pendidikan gratis dan pensiun layak. Di sini, migas justru dikuasai swasta asing yang mengeruk keuntungan, sementara rakyat menanggung polusi dan konflik agraria.

Tiga Agenda Kiri untuk Indonesia yang Berkeadilan

  1. Pajak Progresif & Penguatan Perlindungan Sosial
    Pajak orang superkaya (seperti 0,1% pemilik saham di BEI) harus dialokasikan untuk perluasan BPJS, beasiswa anak miskin, dan subsidi perumahan. Di Brasil era Lula, program "Fome Zero" sukses mencetak 28 juta lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan ekstrem sebesar 75%.

  2. Demokratisasi Ekonomi
    Dukung koperasi petani seperti di Jepang (JA-Zenchu) yang menguasai 90% pasar beras, atau UMKM berbasis komunitas seperti Desa Tridi di Malang yang mandiri lewat daur ulang sampah.

  3. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun