Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bela Negara Berbasis Teknologi

16 Oktober 2015   22:11 Diperbarui: 17 Oktober 2015   03:53 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi | Shutterstock

Kembali lagi muncul kehebohan ketika sebuah program yang terkesan mendadak muncul disajikan kepada masyarakat. Kali ini program dengan nama Bela Negara muncul dari Kementerian Pertahanan Indonesia. Disebutkan, rencananya akan dibentuk kader Pembina Bela Negara dari seluruh kabupaten. Sebanyak 4500 kader akan dibentuk untuk kali pertama pada 19 oktober 2015 nanti dan dilakukan serentak di 45 kabupaten sebagai penyelenggara. Pelatihan terhadap kader akan dilakukan selama sebulan penuh. Demikian kutipan dari Kompas.com tertanggal Senin 12 Oktober 2015 lalu.

Beberapa tulisan Kompasianer sudah ada disini dan saya tidak berniat menambah pembahasan dengan sudut pandang yang mirip. Saya lebih suka melihat dari sudut pandang “kekinian”. Demikian istilah yang lagi ngetrend saat ini. Saya menyimpulkan bahwa program Bela Negara yang diprakarsai sekarang ini bukanlah sebuah program yang masuk kategori kekinian, tapi kategori ketinggalan jaman.

Target 100 juta orang kader dalam waktu 10 tahun adalah target yang spektakuler. Bukan tidak mungkin, tapi cukup membuat orang seperti saya skeptis kalau melihat kondisi negara saat ini. Sebagai orang yang bergelut di dunia IT, saya melihat adanya ketidaksinkronan antara pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dimana beliau mengidentifikasi isu Proxy War sebagai ancaman utama Indonesia di Abad XXI. Isu ini sudah sering diangkat ke berbagai pihak. Salah satunya adalah di berbagai kampus di Indonesia.

Proxy War & Mahasiswa

Dari Wikipedia, inilah pengertian dari Proxy War (Perang Proksi):

"Sebuah Proxy war atau Perang proksi adalah perang yang terjadi ketika lawan kekuatan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti berkelahi satu sama lain secara langsung. Sementara kekuasaan kadang-kadang digunakan pemerintah sebagai proksi, aktor non-negara kekerasan, dan tentara bayaran, pihak ketiga lainnya yang lebih sering digunakan. Diharapkan bahwa kelompok-kelompok ini bisa menyerang lawan tanpa menyebabkan perang skala penuh.

Perang Proksi juga telah berjuang bersama konflik skala penuh. Hal ini hampir mustahil untuk memiliki perang proksi yang murni, sebagai kelompok berjuang untuk bangsa tertentu biasanya memiliki kepentingan mereka sendiri, yang dapat menyimpang dari orang-orang dari patron mereka. Biasanya perang proksi berfungsi terbaik selama perang dingin, karena mereka menjadi kebutuhan dalam melakukan konflik bersenjata antara setidaknya dua pihak yang berperang sambil terus perang dingin."

Dari artikel di Kompas.com pada tanggal 5 Oktober 2015 lalu yang berjudul TNI Diminta Fokus Hadapi Ancaman Proxy War, bisa anda lihat bahwa isu proxy war memang sudah disadari banyak pihak, termasuk anggota DPR yang kita anggap “cuek”. Jadi kalau pihak yang kita anggap cuek saja sudah mengamini lalu bagaimana dengan kita yang perduli ini?

Ilustrasi | konfrontasi.com

Yang saya tekankan antara proxy war dengan mahasiswa adalah kenyataan bahwa selain bertindak sebagai motor penggerak bangsa, mahasiswa juga memiliki faktor kerentanan tertentu yang dicontohkan oleh Panglima TNI seperti pengaruh dari peredaran narkoba, tawuran pelajar dan mahasiswa, aksi anarkisme. Disisi lain kondisi ini melengkapi gejala yang mudah kita temukan di sekitar kita seperti adu domba antarkomponen bangsa, pembentukan opini dan rekayasa melalui media massa baik yang online maupun offline. Pelemahan ini sudah berlangsung beberapa lama dan kini sudah mudah kita lihat di berbagai area kehidupan masyarakat.

Bisa dibayangkan, kalau betul analisa Panglima TNI itu bahwa pelemahan seperti ini sudah berlangsung sejak dulu, lalu apakah mahasiswa yang dulu itu mungkin sudah menjadi penentu kebijakan sekarang? Apakah kondisi kegaduhan demokrasi saat ini adalah hasil dari kondisi pelemahan yang terus menerus? Logiskah para remaja yang rentan pengaruh eksternal digunakan sebagai motor penggerak ke arah yang berbeda/salah dengan cita-cita bangsa sesungguhnya? Bisakah generasi muda kita terhanyut bermodalkan budaya asing, radikalisme dan hedonis tak berkesudahan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun