Mohon tunggu...
Syam
Syam Mohon Tunggu... Penulis - Syamsulhadi

Sublimasi hidup

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Tuhan, Agama, Budhis, dan Rasa Iri

14 April 2021   22:12 Diperbarui: 14 April 2021   22:35 2001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meyakini kekuatan agung di atas manusia, hewan, tumbuhan maupun segala makhluk hidup adalah prinsip kebanyakan manusia yang bernafas di muka bumi ini, yang disebut dengan ketuhanan. 

Tokoh Filsuf Helenisme idola saya, yaitu Plato juga meyakini tentang adanya tuhan, yang ia rumuskan mengenai intelegensi tertinggi alam semesta yang disebut dengan jiwa alam. 

Jiwa alam itu adalah tuhan yang mengendalikan kehidupan di jagat raya ini yang diyakini umat manusia. Dari keyakinan adanya tuhan itulah kemudian berelaborasi menjadi istilah agama.

Kalau kita lihat dari sudut pandang sosiologi agama, asal usul agama di dalam buku The Elementary Forms Of Religiouns Life karya Emile Durkhiem bahwa manusia meyakini kekuatan agung di luar darinya dan membentuk ritus-ritus sebagai wujud persembahan manusia terhadap tuhan. Kemudian terbentuklah sistem agama.

Berbicara mengenai agama, saya meyakini setiap ajarannya pasti mengedepankan prinsip kedamaian. Karena dengan damailah semua agama akan menjalankan ibadah dengan tenang, tanpa gangguan suatu apapun. Rasa aman dan damai itu saya rasakan ketika berkunjung ke salah satu tokoh agama yang berbeda keyakinan dengan saya. Tepatnya adalah agama Budha.

Ketika berkunjung, saya diperlihatkan betapa luhur ajarannya, yang mengutamakan belas kasih sesama makhluk. Sang pemeluk agama (Pandita) tersebut terlihat begitu sahaja memeluk agama yang diyakininya. Ia memaparkan dharma yang diajarkan oleh Sidarta Gautama yaitu tokoh pembawa ajaran Budha asal India. Dia dikenal oleh umat Budha sebagai sang guru yang telah tercerahkan.

Siddharta Gautama berperan penting membantu makhluk hidup untuk mengakhiri penderitaan. Dengan melenyapkan kebodohan atau kegelapan batin yang ia sebut dengan Moha dan keserakahan yang ia sebut dengan Lobha serta melenyapkan Dosa yang berarti kebencian. Ketika padamnya Moha, Lobha dan Dosa manusia, barulah manusia mecapai derajat Nibbana.

Tentunya untuk meniti jalan menuju Nibbana tidak semudah membalikan telapak tangan. Untuk menuju derajat tersebut manusia tidak boleh melakukan perbuatan salah kemudian mempraktikkan meditasi untuk menjaga pikiran agar selalu berada di kondisi murni dan mampu memahami jasmani dan rohani.

Setelah ia memaparkan tentang Budha, kemudian saya dibawa untuk berkunjung di vihara tempat ia beribadah tepatnya berada di sebelah barat rumahnya. Saya diperlihatkan dengan ruangan yang begitu sejuk, bersih dan rapi. Terlihat jelas arca Budha yang kokoh tempat mereka mensucikan diri dan mengabdi terhadap sang Budha.

Saat mengunjungi tempat tersebut, dan mendengarkan penjelasan dari sang pandita mengenai agamanya, tidak sedikit pun iman yang ada di hati saya luntur. Justru hati merasa iri melihat ketakwaan mereka untuk selalu konsisten pada ajarannya. Sedangkan saya pribadi merasa belum maksimal melaksanakan akidah yang saya anut.

Mulai dari peristiwa tersebut, ramadhan ini kesempatan buat saya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selain untuk memperkecil perut buncit saya, puasa tahun ini kesempatan bagi saya untuk membersihkan hati dan pikiran serta memperkuat iman saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun