Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fleksibilitas Praktik Beribadah (dan Bernegara Juga) di Masa Darurat

19 Februari 2021   13:54 Diperbarui: 20 Februari 2021   09:30 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Fleksibilitas praktek beribadah (dan bernegara juga) di masa darurat

Oleh : Sampe Purba

Di masa pandemi covid 19 ini, beberapa penyesuaian dalam praktek beribadah harus dan telah dilakukan. Dalam tata ibadah umat kristiani misalnya, beberapa penyesuaian yang menonjol adalah ibadah secara daring (on line), perjamuan kudus on-line, persembahan on-line dan lain-lain.

Tata cara beribadah pada masa Perjanjian Lama adalah syariat yang mutlak harus diikuti.  Pelanggarnya dapat dihukum mati seketika oleh Tuhan, sekalipun niat orang itu adalah baik. Dalam satu peristiwa, ketika Tabut Perjanjian hendak dipindahkan, lembu yang mengangkut tabut tergelincir. Uza, orang yang spontan memegangi tabut tersebut, malah mati seketika. Hirtang ! Tuhan murka (1 Taw 13,10). Raja Daud yang kaget bercampur takut hanya dapat mengelus dada. Kitab Perjanjian Lama ditutup dengan perintah agar bangsa Israel melaksanakan taurat Musa dengan segala hukum dan syariatnya (Mal.4,4 TL).

Alkitab juga mencatat beberapa peristiwa penyimpangan syariat, tetapi tidak diapa-apakan oleh Tuhan. Salah satu episodenya adalah pada zaman Raja Hizkia. Hizkia (715 -- 686 SM) adalah raja ke 15 dari Dinasti Daud. Hizkia mewarisi sekitar seperlima  tanah Kanaan bagian Selatan yang disebut kerajaan Yehuda. Sedangkan bagian Utara diperintah oleh berbagai raja silih berganti dengan suksesi berdarah-darah. Beberapa tahun sebelum Raja Hizkia naik takhta, kerajaan bagian utara (Kerajaan Israel) jatuh diinvasi raja Salmaneser V dari Asyur (saat ini Irak bagian Utara). Sebagian rakyat yang terpelajar ditawan dan dimukimkan di sekitar tepian sungai Babilon. Rakyat Asyur direlokasi ke Israel, kebanyakan di Samaria ibu kota kerajaan Utara.

Sepeninggal Raja Salomo (Sulaiman bin Daud), sebagaimana raja raja di bagian Utara, Raja raja Yehuda pun banyak yang berubah setia kepada Tuhan. Bersekutu dengan kerajaan kerajaan sekitar, beribadah kepada berbagai dewa dan sebagainya. Beberapa ritual keji  merupakan pemandangan yang umum,  termasuk anak anak raja yang dikorbankan sebagai tumbal yang dibakar hidup-hidup. Juga ada prostitusi sakral di kuil kuil, yang disebut pelacuran bakti.

Hizkia yang naik takhta pada usia 25 tahun, melakukan reformasi dan revolusi mental besar-besaran. Kuil-kuil berhala dirobohkan, bait suci Yerusalem direhabilitasi dan disucikan, dan lain-lain.  Raja Hizkia bermaksud menyelenggarakan Paskah. Paskah adalah puncak perayaan agama Yahudi, yang mengingatkan peristiwa romantik heroik kembalinya orang Israel dari perbudakan Mesir dipimpin oleh Musa (sekitar abad 15 SM). Paskah terakhir dirayakan besar besaran pada zaman Raja Sulaiman sekitar 200 tahun sebelumnya.

Raja Hizkia menyebar undangan mulai dari Bersyeba (di tapal batas selatan dengan Mesir) hingga ke wilayah Dan di utara (di kota perbatasan dengan Lebanon modern). Undangan kepada rakyat kerajaan utara ini sebetulnya mengandung resiko, sebab dapat ditafsirkan pasukan pendudukan Asyur sebagai upaya konsolidasi politik, mengingat kekosongan raja di Israel Utara.

Undangan ini disambut beragam. Masyarakat  antusias, tetapi tidak sedikit juga yang mencela. Petugas bait suci yakni suku Lewi serta para Parhalado (pelayan ibadah, khusus dari garis keturunan Imam Besar Harun) dipanggil kembali berdinas. Tetapi para Parhalado ini banyak yang ogah-ogahan dan jual mahal.

Persiapan perhelatan besar ini melibatkan logistik, infrastruktur, tenda tenda darurat, massa besar dan alim ulama dengan mobilisasi yang masif. Paskah yang menurut hukum Musa dirayakan pada hari ke 14 bulan pertama, molor sekitar dua mingguan hingga  ke bulan berikutnya. Festivy kenduri ini berlangsung sekitar tujuh hari. Ada libur nasional !!! Raja dan para pemimpin menyumbangkan ribuan lembu, kambing domba dan sejenisnya.  Rakyat yang antusias memperpanjang libur nasional hingga tujuh hari lagi. Massa rakyat termasuk ex kerajaan utara yang tidak menyucikan diri terlebih dahulu larut dalam kemeriahan. Ini ibarat reunion rakyat Korea Utara dan Korea Selatan di zaman modern ini. Ada nostalgia, pesta rakyat dan sebagainya.

Kalau strict kepada aturan Musa, hal ini sebetulnya tidak boleh. Untuk dapat ambil bagian dalam paskah, orang harus mengikuti ritual penyucian diri (manguras) terlebih dahulu. Paskahpun harus diselenggarakan tepat waktu. Raja Hizkia melanggarnya. Namun dia berdoa memohonkan berkat dan pendamaian bagi semua orang. Tuhan memaklumi dan mengabulkan permohonannya.

Bagaimana dengan politik kenegaraan ?

Seperti dijelaskan di atas, kerajaan Utara telah jatuh ke tangan Raja Asyur. Hizkia sejak awal telah mengantisipasi kemungkinan berlanjutnya invasi ini ke selatan. Dia  melakukan beberapa strategi.

Yang pertama pendekatan militer. Tembok tembok perbatasan kota diperkuat, pasukan disebar, dan sumber mata air terowongan Siloam dikendalikan. Di daerah langka air seperti Timur Tengah pada zaman itu, penguasaan air adalah salah satu key success factor  penentu keberhasilan  pergerakan pasukan. Mirip dengan penguasaan bahan bakar minyak untuk menggerakkan arsenal mesin perang tentara modern dalam perang dunia kedua.

Yang kedua pendekatan material. Pendekatan suap. Gerak maju pasukan Asyur ternyata tidak terbendung. Kota-kota berkubu Yehuda yang telah diperkuat Hizkia dalam 14 tahun pemerintahannya, jatuh satu per satu.  Menyadari situasi genting ini, dia berunding dengan pihak Asyur,  menyuap dengan sejumlah harta asal invasi tersebut tidak berlanjut ke Yerusalem.  Raja Asyur -- kini dipimpin Sanherib -- awalnya setuju. Dia membebankan sejumlah emas yang harus dipersembahkan. Hizkia menguras perbendaharaannya. Tidak tanggung tanggung !  Emas yang sebelumnya telah dibuatnya melapisi pintu bait sucipun dikerat.

Yang ketiga, Raja Hizkia pada saat yang sama melakukan politik dua kaki. Dia menjalin aliansi persekutuan dengan Penguasa Mesir. Ada kepentingan bertemu. Secara geopolitik, Mesir suatu kerajaan kuat di selatan Yehuda berkepentingan menghempang invasi kerajaan Asyur dengan menjadikan Yehuda sebagai buffer zone garda terdepan.

Raja Sanherib melakukan gerakan memutar, sebagian pasukannya bergerak menyusur garis pantai sisi barat ke selatan. Pasukannya menaklukkan tentara pendudukan Mesir di tanah Filistin yang sebelumnya diharapkan oleh Raja Hizkia untuk membantunya.

Lalu dengan jumawa, utusan Sanherib yang bersama pasukan besar dari Lakhis kota perbatasan barat yang telah jatuh, beserta  pasukan  cadangan  yang disiapkan dari arah Samaria,  meminta Raja Hizkia untuk menyerah. Berbagai olok olok dan ejekan propaganda militer yang dilontarkan membuat rakyat ketakutan, goyah dan patah semangat. Mirip seperti manuver tentara Hitler dalam zaman blitzkrieg.

Tiga strategi Raja Hizkia telah gagal. Menyadari kekeliruannya raja Hizkia berpaling ke Tuhan.  Dia meminta petunjuk Tuhan melalui Nabi Yesaya. Nabi Yesaya meyakinkannya dan mengatakan bahwa Yerusalem tidak akan jatuh, dan tidak perlu takut kepada Sanherib. Raja Hizkia, para petinggi militer dan rakyat berdoa berpuasa serta berserah pasrah kepada Tuhan. Mangangguk badar.

Setahu bagaimana, di kamp tentara pasukan Sanherib di kota Pelosium perbatasan Mesir tetiba terjadi wabah pandemi. Tikus tikus gurun pembawa penyakit sampar menewaskan pasukannya yang besar. Seratus delapan puluh lima ribu orang, mati seketika. Peristiwa ini juga dicatat oleh Herodotus sejarawan Yunani. Pasukan Mesir melancarkan serangan balik. Sanherib dan sisa sisa pasukannya melarikan diri dan kembali ke negerinya. Beberapa tahun kemudian,   di kota Niniwe tepian sungai Tigris, Babilonia, Raja Sanherib ini terbunuh sementara ia beribadah di kuil Nisrokh.

Pemirsa, ada tiga hikmah peristiwa ini yang perlu dipetik. Pertama, fleksibilitas peribadatan adalah suatu keniscayaan. Ends justify the means.  Kedua, diperlukan strategi yang tepat untuk mengantisipasi dan merespon suatu peristiwa, dan terakhir andalkanlah Tuhan sebagai the last resort (lebih bagus sejak dini).

Bahan bacaan :   2 Raja Raja 18 -- 19; 2 Tawarikh 29 -- 30; Yesaya 36-37; Paul Lawrence, Atlas dan Sejarah Alkitab. 

Jakarta,  Medio Pebruari 2021

(Penulis : Pernah mengenyam pendidikan Theologia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun