Politik itu dinamis. Kenyal seperti daging atau keras seperti tulang, tergantung siapa yang mengunyahnya. Politik itu kejam. Untuk merebut kekuasaan kadang tabu dengan istilah welas asih, belas kasih, rasa kemanusiaan.Â
NARASIÂ di atas adalah adagium atau istilah yang sudah mendarah daging dalam ranah politik. Untuk itu, sekali kita terjun dalam ranah politik, maka saat itu pula harus bisa mengikuti role of the game. Jika tidak, kita hanya akan menjadi buih dari luasnya samudera.
Aturan main dalam politik (praktis) tentu tidak tercatat dalam KUHP. Eits, maksudnya bukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, lho. Hurup "P" di sini adalah politik. Makanya politik itu dinamis. Yang setiap saat bisa berubah-ubah sesuai dengan tuntutan dan kepentingan yang ada.
Karena politik itu dinamis, dalam beberapa waktu terakhir muncul wacana bahwa Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Sandiaga Uno akan dibajak oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Tidak tanggung-tanggung, dikaitkannya Sandiaga Uno dengan PPP telah menguat di kalangan internal partai. Bahkan, mayoritas kader partai berlambang Ka'bah tersebut menginginkan mantan calon wakil presiden 2019 ini menjadi ketua umumnya.
Meski tidak mengagetkan, keinginan PPP 'membajak' Sandiaga Uno cukup mengherankan juga. Bagaimana bisa PPPb berpikiran ingin menjadikan Sandiaga sebagai ketua umum partai. Padahal, mereka tahu, pria kelahiran Pekan Baru, 28 Juni 1969 ini merupakan salah satu petinggi Partai besar di tanah air. Gerindra.
Dalam hipotesa saya, setidaknya ada dua kemungkinan alasan PPP 'pede' ingin dan mampu 'membajak' Sandiaga Uno dari Partai Gerindra.
Pertama : PPP melihat syahwat politik Sandiaga Uno yang cukup besar ingin mencalonkan diri pada Pilpres 2024 mendatang. Mereka tahu persis jika Sandiaga Uno tidak meninggalkan partainya, maka kesempatan untuk mencalonkan diri sangat kecil sekalipun elektabilitasnya tinggi. Karena, di sana telah ada nama Prabowo Subianto.