Dedi mengatakan, kalau presentase keyakinan responden terhadap Prabowo Subianto bakal kalah kembali itu bisa mempengaruhi pilihan ketika Pilpres 2024 benar bergulir.
"Mereka yang saat ini masih memilih Prabowo sementara ragu atau bahkan yakin akan kalah, punya potensi mengurungkan pilihan pada Prabowo, hal ini bisa saja karena ada kejenuhan pemilih," ujarnya.
Bagaimanapun, apa yang dikatakan Dedi ini adalah berdasarkan survei. Bagi para pendukung Prabowo, tentu saja jangan dulu berkecil hati. Ingat Belanda, eh maksudnya ingat Pilpres masih jauh.
Namun, jika boleh saya menambahkan, potensi kekalahan Prabowo setidaknya akan didasari oleh dua hal prinsip.
Pertama, minggatnya pemilih militan Prabowo dari kelompok PA 212
Seperti diketahui, pada Pilpres 2019 lalu, salah satu pemilih militan Prabowo dengan pasangannya Sandia Uno adalah kelompok islam yang tergabung dalam Persaudaraan Alumni (PA) 212.
Namun, ketika mantan menantu Presiden Soeharto ini memutuskan bergabung dengan koalisi pemerintahan Jokowi - Ma'ruf, seketika itu juga kelompok yang saat ini dipimpin Slamet Maarif ini menarik dukungannya. PA 212 menganggap hubungannya dengan Prabowo telah usai.
Bagi Prabowo, tidak adanya dukungan dari PA 212, tentu merupakan kerugian cukup besar. Bagaimanapun kelompok ini memiliki massa cukup banyak, yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kedua, batal koalisi dengan PDI-P
Seperti diketahui, kecenderungan elektabilitas Prabowo, grafiknya terus menurun. Bahkan, berdasarkan hasil survei SIP, peringkat kakak kandung Hasyim Djoyohadikoesoemo ini harus lengser ke posisi tiga, di bawah Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Jika, pada saat menjelang Pilpres 2024 nanti, elektabilitas Prabowo terus berada di bawah. saya rasa kemesraan Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri bakal terancam.
