"Satu menit pun kedaulatan rakyat Indonesia tidak boleh ditunda-tunda, dan kebulatan kemerdekaan kita tidak boleh dikurangi. Sekali merdeka, tetap merdeka!"
Alih-alih mengatakan pidato proklamasi yang disampaikan Tan Malaka pada saat itu adalah pengkhianatan terhadap Indonesia dan menentang RI di Bukit Tinggi, Harry Poeze justru punya pendapat berbeda.
Dinukil dari Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia Jilid 4, Harry menjelakan bahwa pidato yang disampaikan oleh Tan di Kediri merupakan bagian dari rencana Pemerintahan Soekarno saat itu. Sebuah laporan intelijen dari Jawa Timur yang diterima pada bulan Maret 1949, kata Harry, menyajikan teori komplotan yang rumit (lihat hlm. 158)
Namun hingga situasi Indonesia kembali normal dan Soekarno-Hatta dibebaskan, upaya perjuangan Tan dipandang separatis. Belum lagi adanya pemberontakan di Madiun semakin mengabsahkan posisi Tan sebagai pembelot.
Alhasil, tepat 21 Februari 1949 ia akhirnya ditembak mati oleh tantara republik. Perjuangan grilyanya dari pelosok ke pelosok memperjuangkan merdeka 100% harus pupus ditangan bangsanya sendiri.