Mohon tunggu...
Semprianus Mantolas
Semprianus Mantolas Mohon Tunggu... Jurnalis - Pecandu Kopi

Baru belajar melihat dunia, dan berusaha menyampaikannya melalui simbol (huruf)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Quo Vadis Kewarganegaraan Ganda?

16 Agustus 2016   17:52 Diperbarui: 17 Agustus 2016   04:01 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tahun 2015 Presiden Jokowi sebagaimana yang dikutip dar dunia.news.viva.co.id melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa akan mempertimbangkan dwikewarganegaraan bagi para diapora yang tersebar diseluruh belahan dunia. 

"kita harus mengelola aset (diaspora) yang ada dengan baik melalui kerjasama yang kuat. Kami akan memeriksanya (dwikewarganegaraan) dan saya juga telah menyampaikan hal ini kepada menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jika Presiden mengatakan demikian, hal ini sudah mnuju ke arah yang jelas ", kata Retno

Sebenarnya masalah kewarganegaraan tidak hanya terjadi pada Archandra saja, para diaspora lainnya yang berada di Amerika, Australia, Singapore, China dan negara Timur Tengah lainnya juga memiliki masalah yang serupa. Saat ini jumlah diaspora Indonesia menduduki posisi ketiga terbesar di dunia, jumlah terbesar pertama adalah China dan berikutnya adalah India. Sebagaimana yang dilansir dari goodnewsfromindonesia.org, jumlah diaspora Indonesia adalah sebanyak 7 juta diapora. Data tersebut menurut Mohammad Al-Arief Presiden IDN-Global, wadah yang menangungi diaspora di seluruh dunia.

Selain itu ada pula kasus Gloria yang gagal menjadi petugas paskibraka pada hari kemerdekaan Indonesia yang ke 71 di Istana negara dikarenakan memiliki kewarganegaraan ganda. Pertanyaannya apa alasan bentuk penolakan tersebut? Apakah karena nasionalisme atau sentimen? Dan bila karena alasan nasionalisme mengapa para penghancur bangsa dan koruptor tidak dihilangkan kewarganegaraannya? Apakah menjadi menteri dan petugas paskibraka adalah sebuah tindakan kriminal berat atau genosida? lalu seperti apakah tindakan nasionalis tersebut? Apakah dengan melarang mereka untuk berjuang demi bangsa adalah sifat nasionalis?

Aturan Khusus

Banyak pertimbangan dan keraguan yang terjadi di istana dalam melegalkan dwi kewarganegaraan. Alasan yang dapat saya terima adalah dengan mengisinkan dua kewarganegaraan maka banyak warga negara lain (asing) yang akan menjadi warga negara Indonesia, karena melihat potensi pasar di Indonesia.

Alasan ini, bagi saya adalah masuk akal. Karena jelas bahwa ketika warga negara asing masuk ke Indonesia kemudian menjadi warga negara Indonesia dan mendapatkan hak-hak yang sama seperti warga negara Indonesia asli maka lahan, sumber daya akan dikuasai oleh mereka.

Tetapi apakah tidak ada cara lain? Bukankah untuk pengadaan barang bisa mencapai 12,1 triliun dengan gaya merubahnya menjadi siluman, dan apakah ini sulit?

Di Jerman, mereka tidak menerapkan dwikewarganegaraan tetapi mereka memiliki aturan khusus. Seperti dilansir dari dw.com, Jerman tidak memberikan dua kewarganegaraan kepada warga negara asing. Tetapi Jerman menerapkan aturan khusus, yang memberikan dua kewarganegaraan Jerman kepada warga keturunan Jerman yang tinggal di Eropa Timur dan Rusia, Anak yang orang tuanya memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat, dan semua migran dari negara anggota Uni Eropa. Selain dari itu, hanya boleh memiliki satu kewarganegaraan. Selanjutnya bagi anak-anak migran yang lahir di Jerman selagi berusia dibawah 18 tahun masih memiliki dua warganegara tetapi setelah berusia 18 tahun harus memilih satu kewarganegaraan.

Bila belajar dari Jerman, sebenarnya Indonesia dapat melakukan aturan khusus bagi warga negaranya sehingga kasus Gloria ataupun Archandra tidak terulang lagi. Bukankah Jokowi setahun yang lalu telah mengatakan ingin secepatnya menerapkan dwi kewarganegaraan bagi para diaspora?

Setidaknya Aturan Khusus dapat kita berikan pada para diapora dan keturunan diaspora, seperti yang dilakukan oleh Jerman.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun